BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Al An’am Ayat 73-76

Tafsir Surat Al An’am Ayat 73-76

Tafsir Surat Al An’am Ayat 73-76 ini meneruskan pembahasan lalu mengenai kebenaran ayat Allah swt. manusia diajak untuk memikirkan segala yang ada di alam semesta ini yang penuh keindahan dan kenyaman. Semuanya tidak lepas dari kontrol Sang Pencipta yaitu Allah swt.


Baca sebelumnya: Tafsir Surat Al An’am Ayat 70-72


Lalu dalam Tafsir Surat Al An’am Ayat 73-76 ini Allah swt memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk menyampaikan kisah Nabi Ibrahim as. Penyampaian kisah ini dimaksudkan agar orang-orang kafir kembali pada ajaran yang murni bukan malah mengikuti ajaran nenek moyang mereka yang sesat.

Lebih lanjut Tafsir Surat Al An’am Ayat 73-76 ini berbicara mengenai interaksi Allah swt dengan Nabi Ibrahim as. Mulai dari ajaran ketauhidan, keindahan semesta alam yang teratur meluputi seluruh galaksi.

Ayat 73

Allah mengajak manusia untuk memikirkan kejadian alam semesta ini agar terbuka pikirannya serta meyakini, bahwa kejadian alam semesta ini yang penuh dengan keindahan tentu ada yang menciptakan, yaitu Allah Yang menciptakan langit dan bumi dengan segala penghuninya yang menjadi bukti kebenaran, serta menciptakan pula hukum alam yang berlaku umum yang kadangkala mengandung hikmah dan rahasia yang menunjukkan sifat-sifat Pencipta-Nya, keesaan-Nya, dan kekuasaan-Nya yang tidak terbatas. Langit dan bumi serta segala isinya diciptakan Tuhan secara serasi dan teratur, tidak ada yang sia-sia. Allah berfirman:

رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًا

”Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia.” (Ali ‘Imran/3: 191)

Juga firman-Nya:

وَمَا خَلَقْنَا السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لٰعِبِيْنَ  ٣٨  مَا خَلَقْنٰهُمَآ اِلَّا بِالْحَقِّ

Dan tidaklah Kami bermain-main menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Tidaklah Kami ciptakan keduanya melainkan dengan haq (benar). (ad-Dukhan/44: 38-39)

Allah menegaskan bahwa pada saat menciptakan alam dan menetapkan hukum-hukum-Nya, semuanya berjalan menurut kehendak-Nya, tak ada kesulitan sedikit pun dan tak ada yang menghalangi serta mengubah hukumnya. Semua kejadian berlangsung baik dengan patuh ataupun secara terpaksa. Itulah sebabnya Allah menegaskan bahwa pada saat menciptakan langit dan bumi Dia menciptakannya dengan benar, karena seluruh perintah-Nya adalah benar dan ciptaan-Nya pun benar, sesuai dengan firman-Nya:

اَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْاَمْرُ

Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. (al-A’raf/7:54)

Di samping itu, Allah juga memiliki kekuasaan untuk mengadili seluruh manusia setelah mereka dibangkitkan dari kubur dan dikumpulkan di hari mahsyar. Itulah kekuasaan Allah yang tidak dapat ditandingi oleh raja-raja dan penguasa-penguasa betapa pun luasnya kekuasaan mereka.

Karena meskipun raja-raja itu berkuasa untuk membuat peraturan dan memberikan hukuman kepada pelanggarnya, namun mereka pada hari Kiamat tidak berdaya lagi, karena pada saat itu kekuasaan hanya di tangan Allah semata.

Kemudian Allah memberikan keterangan tentang kekuasaan-Nya, untuk memberikan pengertian kepada seluruh manusia bahwa tidak ada sesuatu pun yang terlepas dari pengetahuan-Nya. Allah mengetahui seluruh alam, baik yang tampak ataupun yang tidak mengetahui perbuatan yang dilakukan secara terang-terangan ataupun yang dilakukan secara rahasia. Dia sangat bijaksana menciptakan segala sesuatu secara serasi dan harmonis sesuai dengan fungsinya.

Oleh sebab itu, tidak layak bagi manusia yang berakal untuk menghambakan diri kepada selain Allah baik secara langsung ataupun dengan maksud menjadikannya sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Ayat 74

Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar mengingatkan orang-orang musyrik kepada kisah nenek moyangnya yang mereka muliakan, yaitu Nabi Ibrahim agar mereka mengikuti agama nenek moyang mereka. Ibrahim mengajak manusia untuk beragama tauhid dan menghentikan perbuatan syirik.

Dalam kisah ini diungkap kembali percakapan antara Nabi Ibrahim dengan bapaknya Azar. Nabi Ibrahim menanyakan kepada bapaknya dan kaumnya apakah pantas mereka itu menjadikan berhala-berhala, yang mereka buat sendiri sebagai tuhan? Mengapa mereka tidak menyembah Allah yang menciptakan mereka dan menguasai berhala-berhala itu.

Semestinya mereka tahu bahwa Allah-lah yang berhak disembah. Itulah sebabnya maka Nabi Ibrahim menegaskan bahwa dirinya betul-betul mengetahui bahwa bapak dan kaumnya terjerumus ke dalam lembah kesesatan yang nyata, jauh menyimpang dari jalan yang lurus.

Perbuatan mereka jelas tersesat dari ajaran wahyu dan menyimpang dari akal yang sehat, karena berhala-berhala itu tidak lain hanyalah patung-patung hasil pahatan yang dibuat dari batu, kayu atau logam, dan lain-lain. Semestinya berhala lebih rendah derajatnya dari pemahatnya.

Mereka seharusnya mengerti bahwa berhala-berhala itu bukanlah Tuhan, akan tetapi merekalah yang menjadikannya sebagai Tuhan. Oleh sebab itu tidak masuk akal apabila ada manusia yang menyembah sesama makhluk padahal makhluk itu tidak sanggup menguasai jagat raya dan segala isinya, apalagi yang disembah itu patung yang tak dapat berbuat apa-apa.


Baca juga: Tinggalkan Rebahan, Mari Produktif di Tengah Pandemi: Tafsir Surat Al-Asr Ayat 1-3


Ayat 75

Allah memberikan penjelasan, bagaimana Dia menampakkan keagungan ciptaan-Nya di langit dan di bumi, tata susunannya ataupun keindahan tata warnanya. Allah menampakkan kepada Ibrahim benda-benda langit yang beraneka ragam bentuk dan susunannya, serta beredar menurut ketentuannya masing-masing secara teratur.

Bumi yang terdiri dari lapisan-lapisan yang banyak mengandung barang tambang dan perhiasan, sangat berguna bagi kepentingan manusia. Kesemuanya itu menjadi bukti adanya kekuasaan Allah, yang dapat dipahami oleh manusia jika mereka mau berpikir sesuai dengan fitrahnya.

Allah menjelaskan pula tujuan dari pengenalan Ibrahim terhadap keindahan ciptaan-Nya yaitu agar Ibrahim benar-benar mengenal hukum alam yang berlaku di dunia ini, dan kekuasaan Allah yang mengendalikan hukum-hukum itu, agar dapat dijadikan bukti  ketika menghadapi orang-orang musyrik yang sesat, dan menjadi pegangannya agar termasuk orang yang betul-betul meyakini keesaan Allah.

Ayat 76

Allah menjelaskan proses pengenalan Ibrahim secara terperinci. Pengamatan pertama Nabi Ibrahim tertuju pada bintang-bintang, yaitu pada saat bintang nampak bercahaya dan pada saat bintang itu tidak bercahaya, dilihatnya sebuah bintang yang bercahaya paling terang. (Yaitu planet Yupiter (Musyatari) dan ada pula yang mengatakan planet Venus (Zahrah) yang dianggap sebagai dewa oleh pemuja bintang yang biasa dilakukan oleh orang-orang Yunani dan Romawi kuno, sedang kaum Ibrahim juga termasuk pemujanya).

Maka timbullah pertanyaan dalam hatinya. “Inikah Tuhanku?” Pertanyaan ini adalah merupakan pengingkaran terhadap anggapan kaumnya, agar mereka tersentak untuk memperhatikan alasan-alasan pengingkaran yang akan dikemukakan.

Tetapi, setelah bintang itu tenggelam dan sirna dari pandangannya, timbul keyakinan bahwa yang tenggelam dan menghilang tidak bisa dianggap sebagai Tuhan.

Ini sebagai alasan Nabi Ibrahim untuk mematahkan keyakinan kaumnya, bahwa semua yang mengalami perubahan itu tidak pantas dianggap sebagai Tuhan. Kesimpulan Ibrahim itu merupakan hasil pemikiran dan pengamatan yang benar dan sesuai dengan fitrah. Siapa yang melakukan pengamatan serupa itu, niscaya akan berkesimpulan yang sama.

Sementara itu sebagian mufassir seperti Ibnu Kafir mengatakan bahwa pengamatan Nabi Ibrahim terhadap bintang, bulan dan matahari bukanlah pengamatan pertama, tetapi merupakan taktik Nabi Ibrahim untuk mengajak kaumnya agar tidak menyembah sesuatu benda yang timbul tenggelam. Akan tetapi hendaklah mereka menyembah Zat Yang Kekal dan Abadi yaitu Allah.


Baca setelahnya: Tafsir Surat Al An’am Ayat 77-80  


(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...