Setelah pada pembahasan yang lalu berbicara mengenai Bani Israil dan hal-hal yang dapat merugikan diri mereka sendiri, pada Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 46-48 ini berbicara mengenai asal-muasal Bani Israil mendapatkan limpahan nikmat dari Allah swt.
Baca sebelumnya: Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 44-45
Limpahan nikmat yang dipaparkan dalam Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 46-48 ini adalah berkat nenek moyang mereka berpegang teguh terhadap sifat-sifat mulia dan menjahui sifat tercela. Nenek moyang mereka tiada lain adalah Nabi Ya’qub as.
Dalam Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 46-48 ini juga berisi himbauan kepada Bani Israil agar kembali ke jalan yang benar serta mensyukuri segala nikmat yang telah Allah swt berikan kepada mereka dengan cara menerima syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
Ayat 46
Orang-orang yang khusyuk benar-benar yakin bahwa mereka pasti akan kembali kepada Allah dan menemui-Nya pada hari akhirat nanti, di mana semua amalan manusia akan diteliti, dan setiap orang akan menerima balasan atas semua perbuatan yang telah dilakukannya selama di dunia. Berdasarkan keyakinan semacam itu, dia akan selalu taat kepada peraturan-peraturan Allah serta khusyuk dalam menjalankan ibadah dan amal kebajikan.
Ayat 47
Allah telah melebihkan Bani Israil dari bangsa-bangsa lain yang pada masa itu telah mempunyai peradaban dan kebudayaan yang tinggi, misalnya bangsa Mesir dan penduduk tanah suci Palestina. Allah kembali memanggil mereka pada permulaan ayat ini dengan menyebut nama nenek moyang mereka “Israil”, ialah Nabi Yakub a.s. karena dialah yang menjadi asal kebangsaan, dan sumber kemuliaan mereka. Nikmat yang telah dilimpahkan kepadanya dapat dinikmati oleh mereka semuanya.
Kelebihan yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka dahulunya adalah karena nenek moyang mereka sangat berpegang teguh kepada sifat-sifat yang mulia, dan menjauhi sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan jelek, karena setiap orang yang mulia dan diutamakan dari orang-orang lain tentu ingin menjaga kehormatan itu, sehingga ia menjauhi sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan yang hina.
Bani Israil yang ada pada masa turunnya ayat ini telah jauh menyimpang dari sifat-sifat mulia yang dipegang teguh oleh nenek moyang mereka. Oleh karena itu, Allah memperingatkan mereka kepada nikmat dan keutamaan yang telah diberikan itu untuk menyadarkan mereka bahwa Allah yang telah memberikan kelebihan kepada mereka tentu berhak pula suatu ketika untuk memberikannya kepada orang lain, misalnya kepada Nabi Muhammad saw, dan umatnya.
Bani Israil itu sepatutnya lebih memperhatikan ayat-ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Seseorang yang diberi kelebihan sepatutnya lebih dahulu berbuat keutamaan daripada orang lain.
Apabila keutamaan yang diberikan kepada Bani Israil itu disebabkan karena banyaknya para nabi dipilih dari kalangan mereka, maka hal itu tidaklah menjamin bahwa setiap pribadi dari Bani Israil itu lebih utama dari orang yang berada di luar lingkungan mereka.
Bahkan ada kemungkinan bahwa orang lain lebih mulia dari mereka apabila mereka sendiri telah meninggalkan sunah dan ajaran-ajaran nabi-nabi mereka. Sementara orang lain menjadikannya petunjuk dan pedoman hidup mereka dengan sebaik-baiknya.
Apabila keutamaan mereka itu disebabkan kedekatan mereka kepada Allah, bahkan mereka pernah menganggap dirinya sebagai syabullah al-mukhtar, karena mereka dulunya mengikuti syariat-Nya, maka hal itu hanya berlaku pada diri nabi-nabi bersama orang-orang yang menjalankan syariat-syariatnya tanpa menyimpang dari ajaran-ajaran tersebut, dan tetap berjalan pada jalan yang benar, sehingga mereka berhak menerima kelebihan dan keutamaan itu. Tetapi mereka yang sudah meninggalkan ajaran-ajaran para nabi tentu tidak dapat lagi dipandang sebagai “orang-orang yang dekat” kepada Allah.
Baca juga: Kalimat Thayyibah itu Menebarkan Energi Positif, Tafsir Surat Ibrahim Ayat 24-26
Ayat 48
Allah memperingatkan kepada Bani Israil yang ada pada waktu turunnya ayat ini, agar mereka kembali ke jalan yang benar, mengikuti agama Allah, yang telah disempurnakan dengan wahyu-wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Dengan jalan itu mereka dapat menjaga diri mereka dari azab hari Kiamat, yang tak akan dapat dibendung oleh siapa pun juga, tak seorang pun dapat menyelamatkan diri dari padanya kecuali orang-orang yang beriman dan bertakwa serta mengikuti syariat dan petunjuk-petunjuk Allah.
Allah swt menjelaskan bahwa pada hari Kiamat nanti tak seorang pun dapat memberikan pertolongan kepada orang lain agar terbebas dari azab-Nya, dan setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya masing-masing. Seseorang tidak dapat memikul dosa orang lain, walaupun dia bersedia.
Hal ini merupakan ketegasan dari Allah atas ketidakbenaran anggapan mereka bahwa berdasarkan keutamaan yang ada pada mereka, mereka akan memperoleh syafaat. Padahal anggapan itu tidak benar, karena orang-orang yang berimanlah yang akan memperoleh syafaat dari Allah.
Syafaat ialah pertolongan yang diberikan oleh rasul atau orang-orang tertentu untuk meringankan azab atau beban seseorang di akhirat, atas izin Allah. Dalam hubungan ini Allah swt berfirman:
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰى
Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain. (al An’am/6:164)
وَاِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ اِلٰى حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَّلَوْ كَانَ ذَا قُرْبٰىۗ
Dan jika seseorang yang dibebani berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul bebannya itu, tidak akan dipikulkan untuknya sedikit pun, meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. (Fatir/35:18)
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ اَخِيْهِۙ ٣٤ وَاُمِّهٖ وَاَبِيْهِۙ ٣٥ وَصَاحِبَتِهٖ وَبَنِيْهِۗ ٣٦ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَىِٕذٍ شَأْنٌ يُّغْنِيْهِۗ ٣٧
Pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dan dari ibu dan bapaknya, dan dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya. (‘Abasa/80:34-37)
Walau peringatan ini ditujukan kepada Bani Israil, namun berlaku juga bagi umat Islam, agar mereka selama hidup di dunia berusaha mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, agar kelak pada hari Kiamat terhindar dari azab Allah. Caranya ialah dengan mengikuti petunjuk-petunjuk Allah dan melaksanakan syariat-syariat-Nya.
Baca setelahnya: Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 49-50
(Tafsir Kemenag)