BerandaTafsir TahliliTafsir Surat Al Maidah Ayat 65-66

Tafsir Surat Al Maidah Ayat 65-66

Tafsir Surat Al Maidah Ayat 65-66 berbicara mengenai pengandaian apabila ahli kitab beriman kepada Allah swt dan kepada Nabi Muhammad saw sejatinya mereka akan selamat dan mendapat berbagai nikmat.

Jika pada pembahasan sebelumnya berbicara tentang perintah kepada Nabi Muhammad saw untuk menjawab pernyataan yang menyesatkan pada Tafsir Surat Al Maidah Ayat 65-66 ini menjelaskan pengandaian yang sudah disebutkan sebelumnya. Namun begitu jika hanya bermodalkan iman tanpa ketakwaan maka akan sia-sia keimanannya.


Baca sebelumnya: Tafsir Surat Al Maidah Ayat 64


Pada Tafsir Surat Al Maidah Ayat 65-66 ditegaskan kembali bahwa andai kata ahli kitab itu betul-betul beriman kepada Allah swt dan Nabi Muhammad saw serta bertakwa maka mereka akan dapat pengamppunan dosan serta masuk surga.

Ayat 65

Ayat ini menerangkan andaikata Ahli Kitab itu beriman kepada Allah dan beriman kepada Muhammad saw selaku Nabi akhir zaman, dan mereka bertakwa dengan menjauhi pekerjaan-pekerjaan dosa, niscaya Allah mengampuni segala dosa dan kejahatan yang telah mereka perbuat. Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga yang penuh dengan segala macam nikmat.

Pengampunan Allah dan surga yang dijanjikan itu tergantung kepada iman, takwa dan taat. Iman tanpa takwa adalah suatu kemunafikan yang hanya dipergunakan untuk mencari keuntungan duniawi belaka. Menurut ayat ini Allah Maha Pengampun dan mengampuni dosa-dosa orang yang beriman dan bertakwa.


Baca selengkapnya: Tafsir QS al-Baqarah 120: Benarkah Yahudi dan Nasrani Tidak Rela Terhadap Islam?


Ayat 66

Ayat ini menerangkan bahwa apabila Ahli Kitab itu benar-benar menjalankan hukum Taurat dan Injil seperti mengesakan Allah dan berpegang kepada berita gembira yang terdapat dalam Taurat dan Injil tentang kenabian Muhammad, tentulah Allah akan melapangkan kehidupan mereka.

Jadi jika pada ayat yang lalu Allah menjanjikan kebahagiaan akhirat kepada Ahli Kitab, apabila mereka beriman dan bertakwa, akan mendapat kebahagiaan duniawi dan kelapangan rezeki serta limpahan rahmat-Nya dari langit, dengan menumbuhkan berbagai tanaman. Meskipun demikian mereka tetap durhaka dan menentang rasul-rasul Allah.

Ayat ini juga menerangkan bahwa di antara orang-orang Yahudi ada golongan yang bimbang dalam beragama, tidak berpegang secara fanatik kepada pendapat-pendapat pendeta-pendetanya dan tidak pula memandang enteng. Memang mayoritas orang Yahudi itu sangat fanatik kepada pendapat-pendapat pendetanya. Golongan inilah yang buruk tingkah lakunya. Hal serupa itu terjadi dalam kalangan kaum Nasrani.

Menurut kebiasaan, meskipun golongan pertengahan dari masing-masing agama itu tidak banyak pengikutnya, namun dari kalangan mereka timbul orang-orang yang suka memperbaiki keadaan dan mengikuti perkembangan serta menerima kebenaran. Orang-orang seperti ini terdapat pada setiap umat dan tiap-tiap masa.

Umpamanya Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya dari kalangan Yahudi menjadi pengikut Nabi Muhammad yang setia. Demikian pula Najasyi dan kawan-kawan dari kalangan Nasrani menjadi mengikut Nabi Muhammad yang setia pula.

Hal tersebut menunjukkan bahwa fungsi pemeluk agama adalah mencari kebenaran. Maka jika pemeluk suatu agama berpegang kepada petunjuk-petunjuk agama secara benar, tentulah dia tidak akan menjadi fanatik, kaku dan menerima agama yang dibenarkan di dalam kitab-kitabnya.

Dalam mencari kebenaran itu modal utama adalah keikhlasan yang disertai ilmu pengetahuan. Mencari kebenaran dengan modal ini terdapat di dalam agama Islam. Pemeluk Islam sendiri yang tidak mengamalkan petunjuk-petunjuk Islam, tentulah kebenaran yang ada pada Islam itu tidak dapat diperolehnya.

Sehubungan dengan ayat ini terdapat hadis Nabi yang diriwayatkan Ziad bin Labid yaitu:

عَنْ زِيَادِ بْنِ لَبِيْدٌ قَالَ ذَكَرَ النَّبِيُّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا فَقَالَ وَذٰلِكَ عِنْدَ اَوَانِ ذِهَابِ الْعِلْمِ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ! وَكَيْفَ يَذْهَبُ الْعِلْمُ وَنَحْنُ نَقْرَأُ الْقُرْاٰنَ وَنُقْرِئُهُ اَبْنَاءَنَا وَيُقْرِؤُهُ اَبْنَاؤُنَا اَبْنَاءَهُمْ اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ؟ قَالَ: ثَكِلَتْكَ اُمُّكَ يَا ابْنَ اُمَّ لَبِيْدٍ، اِنْ كُنْتُ َلاَرَاكَ مِنْ اَفْقَهِ رَجُلٍ بِالْمَدِيْنَةِ اَوَلَيْسَ هٰذِهِ الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى يَقْرَءُوْنَ التَّوْرَاةَ وَاْلاِنْجِيْلَ وَلاَ يَنْتَفِعُوْنَ مِمَّا فِيْهِمَا بِشَيْءٍ

(رواه أحمد)

Dari Ziad bin Labid, ia berkata, “Nabi Muhammad saw, membicarakan sesuatu lalu beliau berkata, “Hal demikian itu adalah pada waktu ilmu pengetahuan telah lenyap. Ziad berkata, “Kami (para sahabat) berkata “Wahai Rasulullah bagaimanakah ilmu pengetahuan bisa lenyap, sedangkan kami membaca Al-Qur’an dan kami membacakannya pula kepada anak-anak kami dan anak-anak kami itu membacakannya pula kepada anak-anak mereka sampai hari Kiamat.” Rasulullah. saw menjawab, “Celakalah engkau hai anak Ibnu Labid, jika aku mengetahui engkau adalah orang-orang yang paling banyak ilmunya di antara penduduk Medinah, tidakkah orang-orang Yahudi dan Nasrani itu membaca Taurat dan Injil, sedangkan mereka tidak mendapat manfaatnya sedikit pun.” (Riwayat Ahmad)

Jelaslah dari hadis ini bahwa kaum Muslimin yang tidak mengamalkan petunjuk agamanya, mereka serupa dengan orang Yahudi dan Nasrani. Menurut riwayat Ibnu Abi Hatim, setelah pembicaraan itu maka turunlah ayat 66 ini.


Baca setelahnya: Tafsir Surat Al Maidah Ayat 67-68


 (Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Mengenal Aquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar: Metode dan Perkembangannya

0
Kini, penerjemahan Alquran tidak hanya ditujukan untuk masyarakat Muslim secara nasional, melainkan juga secara lokal salah satunya yakni Alquran dan Terjemahnya dalam Bahasa Banjar....