BerandaTafsir TematikTafsir Surat Al-Ma’un 1-3: Ingat, Tidak Saleh Sosial Juga Pendusta Agama!

Tafsir Surat Al-Ma’un 1-3: Ingat, Tidak Saleh Sosial Juga Pendusta Agama!

Al-Quran tidak henti-hentinya mendorong umat manusia untuk selalu berbuat baik. Dengan adanya konsep ibadah dalam ajaran Islam, menjadikan semua perbuatan baik tersebut bisa bernilai pahala di sisi-Nya. Namun sering kali dilupakan bahwa ibadah bukan hanya sekedar aspek ritual, melainkan juga mencakup aspek sosial. Mereka yang lalai dalam ibadah sosial disebut oleh Al-Quran sebagai pendusta agama.

Tafsir QS Al-Ma’un, para pendusta agama itu siapa?

Untuk mengkaji lebih luas tentang siapakah yang disebut sebagai pendusta agama, maka dalam Surat Al-Ma’un ayat 1-3, Allah menjelaskan dengan cukup ringkas tetapi penuh akan makna dan pesan moral. Bunyi ayat tersebut ialah:

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ

فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ

وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan Agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”(QS. Al-Ma’un [107]: 1-3)

Imam at-Thabari menjelasakan dalam Jami’ul Bayan fi Ta’wil Quran bahwa dlomir ta’ (kata ganti kamu) yang dimaksud pada ayat pertama ialah Nabi Muhammad saw. At-Thabari juga menukil pendapat Ibnu ‘Abbas yang menerangkan bahwa yang dimaksud dengan mendustakan agama ialah mereka yang mendustakan hukum dann ketetapan-Nya.

Baca juga: Membaca Al-Quran Untuk Pamer, Simak Peringatan Nabi Berikut!

Dalam Mafatihul Ghaib, Fakhruddin Ar-Razi mengungkapkan bahwa ketiga ayat ini turun berkenaan dengan tokoh-tokoh yang diperselisihkan. Ada yang mengatakan Abu Sufyan, al-‘Ash bin Wail, Walid bin Mughirah dan Abu Jahal.

Ar-Razi Mengutip pendapat Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Abu Sufyan yang selalu menyembelih unta tiap pekan. Kemudian ia didatangi seorang yatim yang ingin meminta daging, maka Abu Sufyan menolak dan memukulnya dengaan tongkat.

Al-Maraghi menjelaskan bahwa pendusta agama memiliki dua sifat. Pertama, ialah mereka yang meremehkan dan merendahkan kaum dhuafa dan sombong. Kedua, ialah bakhil atau kikir terhadap kaum fakir. Penjelasan ini bisa ditemukan dalam Tafsir al-Maraghi.

Baca juga: Islam Menyerukan Keadilan Sosial, Begini Penjelasan Para Mufassir

Larangan menyakiti orang lemah

Meskupin pada ayat pertama disebutkan bahwa pertanyaan itu diberikan kepada Nabi SAW, pertanyaaan itu juga melingkupi seluruh umat Islam. Adapun ayat kedua dan ketiga ialah perinci dari ayat yang pertama.

Dalam Tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa kata menyakiti disini bukan hanya secara fisik, melainkan juga segala macam gangguan yang membuat mereka tidak nyaman. Adapun kata al-Yatim, Quraish Shibah memperluas maknanya sehingga bukan sekedar anak yatim, namun juga mencakup semua golongan yang membutuhkan.

Predikat pendusta agama juga disematkan pada orang-orang yang tidak mau memberi bantuan kepada orang miskin. Meskipun ayat ketiga berbicara mengenai makanan, namun bisa bermaksud sebagai hak yang dimiliki orang miskin. Dalam Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka menerangkan bahwa kecaman ini ditujukan bagi mereka yang tega mendiamkan orang miskin. Sedangkan menurut Quraish Shihab, pendusta agama bisa diberikan bagi mereka yang memberi bantuan tapi tidak tepat sasaran.

Baca juga: Mengurusi Harta Anak Yatim, Perhatikan Pesan Surat An-Nisa Ayat 6

Muhammad al-Ghazali Dalam  Nahw Tafsir mawdlu’i menjelaskan surat ini bahwa penganut sejati agama seharusnya amat peka terhadap keadaan dan nasib sesamanya yang kesulitan. Tapi sebaliknya, sebagian dari mereka yang mengaku beragama justru abai akan kewajiban sosial ini.

Saleh sosial sebagai bentuk kataatan beragama

Dari berbagai penjelasan yang sudah dipaparkan, bisa terlihat bahwa agama Islam tidak hanya menyibukan umatnya dalam ibadah vertikal (penyembahan kepada Allah). Melainkan, Allah juga mengingatkan akan pentingnya bagi manusia untuk menjalankan ibadah sosial.

Kata al-yatim dan al-miskin yang tertuang pada Surat Al-Ma’un menjadi representasi dari semua golongan lemah yang harus ditolong. Bukan hanya dua golongan tersebut. Sehingga pesan moral yang ingin disampaian ialah pentingnya rasa persamaan dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan orang lain.

Baca juga: Ragam Bentuk Keadilan Sosial dalam Pandangan Al-Quran

Berislam secara sempurna tidak cukup dengan melaksakan ibadah ritual (salat, Puasa, haji) secara maksimal. Melainkan, mewujudkan kesalehan sosial yang merata bagi yang membutuhkan pula. Dalam konteks kebangsaan, ini juga sejalan dengan sila ke 5 pada pancasila yang juga menekankan prinsip saleh sosial dalam bentuk keadilan.

Penekanan terhadap ibadah ritual merupakan bentuk pengakuan sebagai seorang yang beriman kepada Allah swt. Sedangkan kesadaran moral seperti empati, jujur merupakan bentuk kehadiran-Nya dalam diri sehingga kita juga tergerak untuk saling mengasihi satu sama lain. Wallahu a’lam[]

Muhammad Anas Fakhruddin
Muhammad Anas Fakhruddin
Sarjana Ilmu Hadis UIN Sunan Ampel Surabaya
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...