BerandaTafsir TematikTafsir Surat Al-Mulk Ayat 1-2: Bukti Kuasa Allah dan Barometer Pribadi Berkualitas

Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 1-2: Bukti Kuasa Allah dan Barometer Pribadi Berkualitas

Secara garis besar, Surat Al-Mulk sebagaimana surat Makiyyah pada umumnya, menekankan ajaran pengesaan terhadap Allah. Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir menyebutkan setidaknya ada enam poin dalam surat ini. yakni; menetapkan eksistensi Allah dan keesaanNya, keluasan ilmu dan kuasaNya, peringatan terjadinya hari kiamat, mengingatkan akan nikmat Allah atas hambaNya, menghubungkan rezeki dengan menjelajah bumi, serta tawakkal. Dalam pembuka, tepatnya, Surat Al-Mulk ayat 1-2, disampaikanlah bukti kuasa Allah, yang salah satunya penciptaan hidup dan mati.

تَبَٰرَكَ ٱلَّذِي بِيَدِهِ ٱلۡمُلۡكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٌتَبَٰرَكَ ٱلَّذِي بِيَدِهِ ٱلۡمُلۡكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٌ

ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَيَوٰةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡغَفُور

“Mahasuci Allah yang menguasai (segala) kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”

“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.”


Baca juga: Sering Membaca Surat Al-Mulk? Berikut ini Lima Keutamaannya

Rahasia pujian sebagai intro surat

Allah memuji diriNya dalam pembuka surat ini bukan tanpa alasan. Mengutip az-Zuhaili, Allah memuji diriNya untuk mengajari (li al-ta’lim) dan memberi betunjuk (al-irsyad), bahwa Allah-lah pengelola seluruh semesta. Hal ini tentu berkaitan dengan akhir surat Tahrim, yang bercerita dua golongan manusia yang bertolak belakang.

Dalam Nudzm al-Durar, Al-Biqa’i menegaskan, pujian Allah berupa keagungan, kesucian, dan keluhuranNya ialah sebagai bukti dari kuasaNya membinasakan orang yang inkar terhadap ajaranNya, yakni istri Nabi Nuh dan Nabi Luth. Serta, mengangkat derajat orang yang mengimani dan patuh kepadaNya, yakni Maryam binti Imran, dan ‘Asyiah istri Fir’aun si pembangkang sekali pun.

Sementara versi Ibnu ‘Asyur, pujian pada awal surat ini adalah sebagai bara’atul istihlal (intro yang mengandung maksud ayat). Apa maksud ayat satu ini? Yakni menampik tuduhan kaum musyrikin bahwa Allah punya sekutu.

Selanjutnya, keagungan itu juga dibuktikan dengan otoritasNya sebagai pemilik kerajaan semesta alam. Maka, Ibnu ‘Asyur dalam at-Tahrir wa al-Tanwir kemudian menyimpulkan otoritas tunggal Allah atas alam raya ini adalah petunjuk bahwa Ia adalah Tuhan Yang Esa. Demikianlah ayat pertama ini ditutup dengan kuasa Allah atas segala sesuatu.

Allah pencipta kematian dan kehidupan

Kemampuan menciptakan hidup dan mati yang disampaikan Surat Al-Mulk ayat 2 merupakan salah satu sifat Allah Yang Maha kuasa. Disebutkannya mati dan hidup Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah, adalah karena dua hal ini paling signifikan untuk meyakinkan manusia atas kuasa Allah. Hidup dan mati hanya Allah yang bisa menciptakan. Tanpa hidup dan mati manusia takkan ada.

Ada beberapa pendapat tentang didahulukannya penciptaan mati atas hidup, yang antara lain disampaikan ar-Razi dalam Mafatihul Ghaib.

Pertama, karena fase hidup manusia berawal semenjak ditiupkannya ruh kehidupan –sekitar 4 bulan kehamilan-. Sementara masa pembuahan, kemudian menjadi zigot, belum ada ruh.

Baca juga; Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 3-4: Prinsip Keseimbangan Hidup dalam Melihat Kuasa Allah

Kedua, mati di situ ialah analogi dari dunia yang fana. Manusia ketika masih di pentas dunia sebenarnya dalam kematian. Barulah memasuki alam ukhrawi, ia bangkit dalam kehidupan sejati. Pendapat ini tampaknya bertendensi dari hadis yang dikutip at-Thabari dalam Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Ayil Quran, yang berarti “Allah menghinakan Bani Adam dengan kematian, menjadikan dunia tempat hidup nan fana, menjadikan akhirat tempat balasan nan abadi

Ketiga, karena kematian lebih kuat untuk memotivasi manusia beramal untuk tabungan akhirat. Sehingga, disebutlah kematian lebih awal, agar pembaca lebih memerhatikan, merenungi, dan menjadikannya semangat untuk berbuat baik.

Baca juga; Surat Al-Baqarah [2] Ayat 264: Jangan Merusak Pahala Sedekah

Lalu, apa makna hidup dan mati? Ada perbedaan di antara mufassir. Quraish Shihab dalam menyampaikan beberapa perbedaan itu. Pertama -dan ini yang mayoritas-, hidup ialah keadaan sesuatu itu bisa merasa, mengetahui, dan bergerak. Pendapat kedua dari al-Mutawalli as-Sya’rawi, mengartikan hidup ketika sesuatu bisa bergunana selayaknya kegunaannya. Seperti manusia, bisa bernapas, berpikir, bergerak. Seperti pula tanah, bisa menjadi ladang cocok tanam.

Sedangkan tentang mati, Quraish Shihab mengartikannya sebagai ketiadaan manusia di pentas bumi. Artinya, kematian yang hakiki bagi manusia setelah ia hidup di bumi sebatas pada perpindahan dimensi.

Berbuat baik, barometer pribadi berkualias

Ayat kedua dari Surat Al-Mulk memberi pelajaran pada kita bahwa perbuatan baik menjadi barometer untuk mewujudkan pribadi yang berkualitas. Pada akhir ayat ini, Allah menyebutkan inti kehidupan dan kematian. Yakni untuk menguji manusia, mana yang paling baik perbuatannya. At-Thabari menafsirkan ahsanu ‘amala dengan mana yang paling taat dan semangat mencari rida Allah. Disebutkannya ahsanu ‘amalan (yang paling baik perbuatannya) tanpa dibarengi dengan aswa’u ‘amala (yang paling buruk perbuatannya) semata untuk menarik perhatian manusia. Quraish Shihab menjelaskan, agar manusia semangat untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.

Perbuatan baik tentu beraneka macam dan tarafnya. Pun begitu perbuatan buruk. Taraf perbuatan buruk dan baik bisa hanya untuk personal, bisa menyentuh persoalan ajaran Islam, atau struktur masyarakat. Demikianlah yang dijelaskan Ibnu ‘Asyur.

Lalu, mengapa ujian itu berupa hidup dan mati? Ibnu ‘Asyur menjelaskan, Allah menjadikan hidup dan mati sebagai ujian untuk menguji mana yang paling baik dan buruk perbuatannya, karena dengan diberi kehidupan, manusia akan punya kesempatan berbuat baik. Begitu juga untuk berbuat buruk. Sampai ia menjumpai kematian, ia diadili, dinilai oleh Allah, sesuai kebaikan dan kejelekan yang ia perbuat.

Demikianlah Allah dengan kuasaNya atas segala yang di dunia dan akhirat menciptakan kematian dan kehidupan untuk manusia. Selain dari dimensi tauhid, sehingga bisa memperteguh iman kita atas keesaanNya, dua ayat ini juga menasehati kita bahwa sejatinya yang dipandang Allah adalah perbuatan kita selama di bumi. Sudahkah baik perbuatan yang kita salurkan, baik berupa ibadah kepadaNya, atau kebaikan untuk diri sendiri dan sesama? Wallahu a’lam[]

Halya Millati
Halya Millati
Redaktur tafsiralquran.id, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, pegiat literasi di CRIS Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...