BerandaTafsir TematikTafsir TarbawiTafsir Tarbawi: Lima Sebab yang Menjadikan Kita Kesulitan dalam Belajar

Tafsir Tarbawi: Lima Sebab yang Menjadikan Kita Kesulitan dalam Belajar

Adakalanya ketika menuntut ilmu, seorang pelajar mengalami kesulitan. Kesulitan itu merupakan suatu keniscayaan dan pasti dialami oleh tiap pelajar. Bahkan, tak jarang kesulitan tersebut membuatnya putus asa dan frustasi sehingga mengendurkan semangat belajarnya. Beberapa kesulitan tersebut sejatinya telah disinggung oleh para ulama misalnya Syekh Az-Zarnuji (pengarang kitab Ta’lim), KH. Hasyim Asy’ari (pengarang kitab Adabul ‘Alim), dan sebagainya. Dalam hal ini, kami akan mengulas lima sebab pelajar mengalami kesulitan, baik ketika mempelajari, memahami, menghafalkan materi maupun kesulitan dalam hal semangat dan istikamah.

Putus Asa

Sebab kesulitan pertama yang dialami pelajar adalah putus asa. Rasa putus asa ini tak jarang acapkali membuat pelajar mengalami kesulitan dalam belajar dan menghafalkan materi. Ketika seorang pelajar sudah putus asa, maka otak bawah sadarnya akan memformat ulang memori dan mindset kita bahwa kita sudah tidak bisa lagi. Jikalau itu yang terjadi, maka sudah selesailah hidup kita dalam status sebagai pelajar.

Hadirnya putus asa ini sesungguhnya merupakan ujian dari Allah swt apakah pelajar masih kuat meneruskan dan melanjutkan belajarnya atau justru sebaliknya. Allah swt berfirman,

وَلَا تَا۟يْـَٔسُوْا مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يَا۟يْـَٔسُ مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ الْكٰفِرُوْنَ

“Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidak ada yang berputus asa dari rahmat Allah, kecuali kaum yang kafir.” (Q.S. Yusuf [12]: 87)

Baca Juga: Tafsir Tarbawi: Perintah Tirakat dalam Menuntut Ilmu

Selain itu, Syekh Az-Zarnuji dalam Ta’lim Muta’allim mengatakan bahwa seorang pelajar tidak boleh putus asa karena akan berakibat fatal.

وَيَنْبَغِيْ اَنْ لَايَكُوْنَ لِطَالِبِ الْعِلْمِ فَتْرَةٌ وَتَحَيُّرٌ فَإِنَّهَا آفَةٌ

“Seorang pelajar tidak boleh patah semangat atau frustasi karena hal itu berakibat buruk”.

Lanjut Syekh Az-Zarnuji, Syaikh Burhanuddin berkata, “Aku dapat mengalahkan teman-temanku karena aku tak pernah mengalami patah semangat dan tak pernah goncang dalam menuntut ilmu”.

Tidak Mengulang-Ulang Pelajaran

Kesulitan kedua adalah pelajar tidak mengulang-ulang (muraja’ah) pelajaran. Biasanya ketika sudah mendapatkan materi dari guru, ia tidak lekas mengulangnya di waktu nanti, semisal waktu sore dan malam hari. Hal ini disebabkan tidak lain munculnya sifat malas. Sifat malas ini lagi-lagi adalah sebuah godaan bagi pelajar. Jika malas mengulang pelajaran, malas pulalah ia beribadah dan cenderung akan banyak bermain.

Mengulang-ulang pelajaran ini Allah swt tegaskan dalam Surat al-Hijr ayat 87,

وَلَقَدْ اٰتَيْنٰكَ سَبْعًا مِّنَ الْمَثَانِيْ وَالْقُرْاٰنَ الْعَظِيْمَ

Sungguh, Kami benar-benar menganugerahkan kepadamu tujuh (ayat) yang (dibaca) berulang-ulang408 dan Al-Qur’an yang agung. (Q.S. al-Hijr [15]: 87)

Dalam Tafsir kemenag dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang adalah surah al-Fātiḥah yang terdiri atas tujuh ayat. Sebagian mufasir mengatakan bahwa yang dimaksud adalah tujuh surah yang panjang, yaitu al-Baqarah, Āli ‘Imrān, al-Mā’idah, an-Nisā’, al-A‘rāf, al-An‘ām, dan al-Anfāl yang digabung dengan at-Taubah.

Bagi seorang pelajar, menurut Syekh al-Zarnuji, hendaknya pelajar wajib mengulang pelajarannya setiap waktu. Ia mengatakan,

وَيَنْبَغِيْ لِطَالِبِ الْعِلْمِ اَنْ يَعُدَّ وَيُقَدِّرُ لِنَفْسِهِ تَقْدِيْرًا فِى التِّكْرَارِ فَإِنَّهُ لَايَسْتَقِرَّ قَلْبَهُ حَتَّى يَبْلُغَ ذَلِكَ الْمَبْلَغَ

“Para santri harus mengulang-ulang pelajarannya sampai jumlah bilangan tertentu. Kalau setiap malamnya mengulangi pelajarannya sampai sepuluh kali, maka begitu seterusnya. Karena pelajaran itu tidak bisa melekat di hati bila tidak diulang-ulang”.

Berharap selain Allah

Kesulitan ketiga adalah niat belajar atau menuntut ilmu tidak karena Allah. Niatnya sudah tidak murni untuk mencari ridha Allah, melainkan sudah dicampuri niat-niat keduniaan, misal niat menuntut ilmu supaya dapat uang yang banyak, supaya dapat anak-nya kiai, dan seterusnya. Niat-niat semacam ini diharamkan bagi seorang pelajar karena Allah swt sendiri menegaskan,

وَاِلٰى رَبِّكَ فَارْغَبْ ࣖ

Dan hanya kepada Tuhanmu berharaplah! (Q.S. al-Insyirah [94]: 8)

Hanya kepada Allah lah kita berharap, bukan kepada yang lain. Dalam ayat yang lain dikatakan,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ ࣖ

Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu (apa yang kamu harapkan). Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk (neraka) Jahanam dalam keadaan hina dina.” (Q.S. Ghafir [40]: 60)

Syekh Az-Zarnuji, juga berpesan kepada kita semua sebagaimana tertulis di bawah ini,

وَيَنْبَغِيْ اَنْ لَايَرْجُوْا اِلَّا مِنَ اللهِ تَعَالَى وَلَا يَخَافَ إِلَّا مِنْهُ وَيَظْهَرُ ذَلِكَ بِمُجَاوَزَةِ حَدِّ الشَّرْعِ وَعَدَمِهَا

“Para pelajar seharusnya tidak berharap kecuali hanya kepada Allah. Dan tidak takut kecuali kepada-Nya. Hal itu tampak dari berani tidaknya ia melanggar hukum syariat”.

Tidak Sungguh-Sungguh dalam Belajar

Kesulitan keempat adalah tidak sungguh-sungguh dalam belajar. Menurut Syekh Az-Zarnuji, kesungguhan ini menjadi modal utama bagi siapapun, terutama bagi pelajar, yang menginginkan keberhasilan dalam usahanya. Ia mengatakan,

وَالرَّأْسُ فِيْ تَحْصِيْلِ الْأَشْيَاءَ الْجِدُّ وَالْهِمَّةُ الْعَالِيَةُ فَلَمَّا إِذَا كَانَتْ لَهُ هِمَّةٌ عَالِيَةٌ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ جِدُّ أَوْ كَانَ لَهُ جِدٌّ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ هِمَّةٌ عَالِيَةٌ لاَ يَحْصُلُ لَهُ اِلَّا عِلْمٌ قَلِيْلٌ

“Modal paling utama adalah kesungguhan. Segala sesuatu bisa dicapai asal mau bersungguh-sungguh. Jika ada yang bercita-cita ingin pandai, tapi tidak mau bersungguh-sungguh dalam belajar, tentu dia tidak akan memperoleh ilmu kecuali hanya sedikit”.

Baca Juga: Kedudukan Guru Menurut Tafsir Surah Hud Ayat 88

Seorang santri atau pelajar tidak boleh terlalu memaksakan diri hingga melebihi batas kemampuannya. Karena akan melemahkan tubuhnya, sehingga tidak mampu belajar dan beraktivitas karena terlalu letih. Menuntut ilmu itu harus sabar. Pelan-pelan tapi kontinyu, sabar inilah pokok yang paling penting dari segala sesuatu. Bahkan, Allah swt pasti memberi petunjuk bagi siapapun yang bersungguh-sungguh sebagaimana yang termaktub dalam firman-Nya,

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ ࣖ

Orang-orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk (mencari keridaan) Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan. (Q.S. al-Ankabut [29]: 69)

Banyak Maksiat

Yang terakhir adalah banyak maksiat. Bagi seorang pelajar, melakukan maksiat merupakan suatu pantangan yang harus dihindari. Dampak seringnya bermaksiat, akan mempengaruhi kualitas ilmu yang diperoleh dan keberkahannya. Tidak jarang kita dapati orang yang pandai namun ilmunya kurang berkah dan bermanfaat, bahkan berani melanggar perbuatan yang seharusnya tidak ia lakukan dalam kapasitasnya sebagai orang yang berilmu.

Dalam hal ini, kita patut menyimak curhatan Imam Syafi’i kepada gurunya, Syekh Waqi’ perihal banyaknya maksiat yang dilakukan seorang pelajar. Imam Syafi’i curhat kepada gurunya, Syekh Waqi: “Mengapa, wahai guru, aku sulit untuk menghafal dan jikalau hafal, hafalanku lekas hilang”. Maka berkatalah sang guru, “tinggalkan maksiat, karena ilmu itu cahaya Allah, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang ahli maksiat”. Kata Allah dalam Surat An-Nisa ayat 14, “Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya serta melanggar batas-batas ketentuan-Nya, niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam api neraka. (Dia) kekal di dalamnya. Baginya azab yang menghinakan”. Wallahu A’lam.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...