BerandaTafsir TematikTafsir Tarbawi; Mengulik Metode Tanya-Jawab Ala Rasulullah Saw.

Tafsir Tarbawi; Mengulik Metode Tanya-Jawab Ala Rasulullah Saw.

Alquran banyak memberi informasi mengenai metode tanya-jawab atau biasa disebut juga dialog. Metode tanya-jawab ala Rasulullah saw dalam mendidik akhlak para sahabat. Tanya jawab juga akan memberi kesempatan pada peserta didik untuk bertanya tentang sesuatu yang belum mereka pahami.

Selain itu, metode tanya jawab juga bisa mengasah dan menilai sejauh mana kemampuan nalar kritis seseorang dalam merespons dan memahami pertanyaan tersebut. Praktik metode tanya jawab ala Rasulullah saw termaktub dalam firman-Nya Q.S. al-Baqarah [2]: 189,

۞ يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْاَهِلَّةِ ۗ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِاَنْ تَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ ظُهُوْرِهَا وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقٰىۚ وَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ اَبْوَابِهَا ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. (Q.S. al-Baqarah [2]: 189)

Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 189

Dalam Alquran sendiri terdapat 11 (sebelas) ayat yang menggunakan diksi yas-alunaka ‘ani (mereka bertanya tentang) yaitu Q.S. al-Baqarah [2]: 186, 189, 217, 219, 280, 222; Q.S. al-A’raf [7]: 187; Q.S. al-Naziat [79]: 42; Q.S. al-Kahfi [18]: 83; Q.S. al-Isra [17]: 85; Q.S. Thaha [20]: 105. Ini menunukkan bahwa metode tanya jawab pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.

Al-Suyuthi dalam Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul menjelaskan asbabun nuzul ayat ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al-Aufi dari Ibnu ‘Abbas bahwa ayat ini turun sebagai jawaban terhadap banyaknya pertanyaan kepada Rasul saw tentang peredaran bulan.” Dalam sumber yang lain yang berasal dari Abi al-‘Aliyah dikatakan bahwa orang-orang bertanya kepada Rasul saw, “untuk apa diciptakan bulan sabit?” Maka turunlah ayat ini sebagai penjelasan.”

Pada riwayat lain yang bersumber dari al-Bukhari, dari al-Barra mengatakan diturunkannya ayat ini berkenaan dengan kebiasaan orang jahiliyah yang gemar memasuki rumah dari pintu belakang selepas menunaikan ihram di Baitullah. Pada ayat ini terdapat tiga keterangan, yaitu pertanyaan sahabat tentang hilal beserta jawabannya, keterangan memasuki rumah melalui pintu belakang, dan perintah bertakwa kepada Allah swt.

Pada redaksi yas-alunaka ahillah (mereka bertanya tentang bulan sabit). Dari hal ini kita mengetahui bahwa telah terjadi tanya jawab atau dialog antara sahabat dengan Nabi saw. Mengenai sabab-musabab turunnya ayat ini al-Alusy dalam Ruh al-Ma’ani menrangkan bahwa Ibnu ‘Asakir menceritakan dengan sanad dha’if (lemah) bahwa Muadz bin Jabal dan Tsa’labah bin Ghanam bertanya kepada Rasul saw,

“Ya Rasul, bagaimana keadaan hilal yang nampak dan muncul kecil seperti benang, lalu bertambah besar, rata dan bulat, lalu ukurannya berkurang dan mengecil sehingga kembali seperti semula, bulan itu tidak menetapi pada bentuk yang tetap (satu bentuk)? Kemudian turunlah ayat tersebut.

Terkait kemunculan pertanyaan tersebut dan jawaban yang “didiktekan” oleh Allah swt kepada Nabi saw, ar-Razi mencoba menjelaskan maksud firman-Nya yas-alunaka ahillah.

Redaksi ini tidak menguraikan alasan mengapa mereka bertanya, namun jawabannya itu seperti menunjukkan pada maksud pertanyaan. Karena redaksi yang digunakan qul hiya mawaqitu linnasi wal hajj menunjukkan bahwa pertanyaan mereka menghendaki pada  faedah dan hikmah. Terkait perubahan keadaan hilal yang mengecil dan membesar, kemudian Alquran dan hadits senada dalam perihal pertanyaan tersebut.

Sementara itu, Ibnu Katsir menafsirkan qul hiya mawaqitu linnasi wal hajj adalah dengan melaluinya mereka mengetahui waktu masuknya ibadah mereka, bilangan idah istri-istri, dan waktu haji mereka.

Pada redaksi selanjutnya laisal birru …. ila akhiri ayat, Hasan al-Bashri mengatakan di mana dulu kaum jahiliyah tatkala melakukan suatu perjalanan. kemudian keluar rumahnya, dan terbesit mengurungkan niat kepergiannya. Maka dia tidak memasuki pintu depan, melainkan menaiki tembok bagian belakang. Maka turunlah ayat ini.

Nabi saw bersabda dan hadits ini sebagai bukti bahwa Rasul saw pernah mempraktikkan metode tanya jawab,

“dari Abu Hurairah ra, Ia berkata seseorang laki-laki datang pada Rasulullah SAW, kemudian ia bertanya, wahai Rasulullah siapa orang yang paling berhak aku hormati?. Beliau menjawab: Ibumu, ia berkata, kemudian siapa? Beliau menjawab: Ibumu. Ia berkata, kemudian siapa? Beliau menjawab: kemudian bapakmu, kemudian saudara terdekatmu.” (H.R. Bukhari No. 5626)


Baca Juga:


Mengulik Metode Tanya-Jawab ala Rasulullah SAW

Dari keterangan di atas, dapat diketahui bahwa Nabi Muhammad saw juga menggunakan metode tanya jawab dalam memberikan pengajaran kepada para sahabat. Metode tanya jawab mengajak para pendengar agar tetap fokus dengan pembahasan. Metode tanya-jawab atau dialog berusaha mengkoneksikan pemikiran seseorang dengan orang lain.

Karenanya metode tanya jawab memungkingkan adanya komunikasi dua arah, sebab pada saat yang sama terjadi proses berfikir terhadap diri sendiri tatkala mengajukan pertanyaan, pada saat yang lain pendengar merespons dan memberikan jawaban, sehingga memperlihatkan adanya hubungan timbal balik antara pendidik dan peserta didik.

Tanya jawab juga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang sesuatu yang belum mereka pahami. Sejatinya, tanya jawab adalah rencana tindak lanjut (RTL) dari sajian verbal yang disampaikan pendidik. Bahkan Rasulullah saw tak segan menanyakan sudah sampai mana pemahaman sahabat terkait penyampaiannya. Wallahu A’lam.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...