BerandaTafsir TematikTafsir Tarbawi; Tegas dalam Mendidik itu Perlu

Tafsir Tarbawi; Tegas dalam Mendidik itu Perlu

Tegas dalam mendidik sangat diperlukan. Bersikap tegas bukan berarti bersikap keras. Demikian pula halnya dengan guru. Tatkala guru bersikap tegas kepada muridnya bukan berarti diasosiasikan sebagai bentuk kekerasan, melainkan dalam rangka mendidik.

Di era sekarang, sebagian orang tua atau wali murid tidak menyadari hal itu. Sehingga bentuk ketegasan seorang guru kerap kali dilaporkan kepada pihak berwajib (kepolisan) sebagai bentuk kekerasan fisik, padahal tidak.

Ketegasan seseorang guru kepada muridnya ternyata pernah dilakukan oleh Nabi Khidir kepada Nabi Musa sebagaimana termaktub dalam firman Allah swt Q.S. al-Kahfi [18]: 69-70,

قَالَ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ صَابِرًا وَّلَآ اَعْصِيْ لَكَ اَمْرًا قَالَ فَاِنِ اتَّبَعْتَنِيْ فَلَا تَسْـَٔلْنِيْ عَنْ شَيْءٍ حَتّٰٓى اُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا

Dia (Musa) berkata, “Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun.” Dia berkata, “Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku menerangkannya kepadamu.” (Q.S. al-Kahfi [18]: 69-70)

Tafsir Surat Al Kahfi Ayat 69-70

Al-Razi dalam tafsirnya, menafsirkan ayat ke-69 mencerminkan sikap tawadu yang sangat dan menampakkan kesanggupan tantangan belajar serta bersikap tawadu (rendah hati). Sementara bagi seorang guru, jika ia melihat bahwa dalam ketegasannya terhadap murid membawa manfaat yang baik, maka ia wajib melakukannya.

Sebab berdiam diri darinya akan menyebabkan madharat yang lebih besar. Misalnya murid jatuh dalam kelalaian dan kesombongan, dan hal itu mencegahnya dari keseriusan dalam belajar.

Dalam Ma’alim al-Tanzil fi Tafsir al-Qur’an karangan Imam al-Baghawi menafsirkan redaksi Insya Allah pada ayat ke 69 sebagai bentuk ketidakpercayaan diri belajar kepada Nabi Khidir. Nabi Musa tidak seratus persen yakin apakah benar-benar bersabar tatkala belajar kepada Nabi Khidir. (baca juga di sini: Tafsir Tarbawi; Keharusan Bersikap Sabar Bagi Peserta Didik)

Di sisi lain, Ibn Asyur dalam at-Tahrir wa at-Tanwir-nya, menjelaskan ikhwal bertanya kepada seseorang yang sedang sibuk itu bisa menyebabkan bad mood yang bersangkutan. Dikhawatirkan penjelasan yang ia (guru atau seseorang yang ditanya) sampaikan tidak pas atau memuaskan kepada si penanya tatkala dirinya masih sibuk atau tidak fokus. Maka, Nabi Khidir tidak berkenan ditanya apalagi diprotes mengenai hal yang dilakukannya. Sekalipun itu diluar nalar dan terkesan anomali.

Penafsiran yang lain dipaparkan oleh al-Qurtubi, bahwa persyaratan yang diajukan Nabi Khidir kepada Nabi Musa merupakan bentuk guidance (bimbingan) dan arahan guru kepada muridnya agar dapat saling memahami.

Namun realitanya, Nabi Musa tidak sabar dan selalu protes apa yang dilakukan Nabi Khidir. Bahkan dalam ayat selanjutnya, Nabi Musa melayangkan protes sebanyak tiga kali. Protes pertama dan kedua dimaafkan, selanjutnya protes ketiga menjadi pertanda perpisahan antara Nabi Musa dan Nabi Khidir.

Perlunya Ketegasan dalam Mendidik

Seorang guru wajib mempunyai ketegasan terhadap murid, terlebih apabila ketidaktegasannya justru menyebabkan murid gagal dalam belajar dan meraih cita-citanya. Guru yang tidak tegas akan membiarkan murid berbuat salah, tidak disiplin dan malas-malasan dalam belajar.

Tentu hal ini akan sangat merugikan murid di satu sisi, di sisi yang lain mencederai amanah guru dalam mengemban tugasnya sebagai pendidik. Karenanya ketegasan guru sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar.

Namun demikian, ketegasan juga harus diaplikasikan secara proporsional dan terukur. Ketika murid melakukan kesalahan pertama kali, maka kesalahannya dapat dimaafkan dan ditolerir, serta diberi peringatan secara gradual.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...