BerandaTafsir TematikTafsir TarbawiTafsir Tarbawi: Pandai-pandailah Memanfaatkan Momentum Belajar dengan Baik!

Tafsir Tarbawi: Pandai-pandailah Memanfaatkan Momentum Belajar dengan Baik!

“Pandai-pandailah memanfaatkan momentum dengan baik!” Begitulah kalimat yang harus dipegang erat oleh pelajar. Momentum yang dimaksud tidak lain adalah momentum belajar di usia muda dan nikmat kesehatan. Dua momentum tersebut merupakan kenikmatan terbesar yang dimiliki bagi seorang manusia. Tidak setiap manusia memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan, baik di bangku sekolah, pesantren maupun nikmat kesehatan yang prima.

Dua nikmat tersebut juga yang sering dilalaikan manusia, tak terkecuali seorang pelajar. Bagi pelajar, dua nikmat tersebut harus dimanfaatkan dengan baik agar kelak tidak menyesal di hari tua. Artikel ini mengulas bagaimana seharusnya seorang pelajar memanfaatkan dua momentum tersebut dengan mendasarkan pada firman Allah Q.S. Yunus [10]: 49 di bawah ini.

Tafsir Surah Yunus ayat 49

قُلْ لَّآ اَمْلِكُ لِنَفْسِيْ ضَرًّا وَّلَا نَفْعًا اِلَّا مَا شَاۤءَ اللّٰهُ ۗ لِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌ ۚاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ

“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Aku tidak kuasa (menolak) mudarat dan tidak pula (mendatangkan) manfaat kepada diriku, kecuali apa yang Allah kehendaki.” Setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak (pula) dapat meminta percepatan.”(Q.S. Yunus [10]: 49)

Dalam hal ini, kami akan fokus pada penafsiran makna dharran (mudarat), naf’an (manfaat), dan ajal. Secara umum, ayat di atas berbicara tentang ancaman kepada orang-orang musyrik yang ingin meminta pembuktian janji Allah kepada mereka sebagaimana penafsiran Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah.

al-Tabari dalam Jami’ al-Bayan menafsiri ayat di atas bahwa siapapun, termasuk Nabi Muhammad saw, tidak lebih sebagai pembawa risalah-Nya. Rasul saw hanya menyampaikan janji Allah kepada orang-orang musyrik berupa ancaman dan siksa yang akan menimpa mereka. Sebab menurut Allah, kata al-Tabari, setiap umat dan manusia pasti memiliki ajal.

Ajal yang dimaksud adalah bahwa setiap orang memiliki batas waktu hidup di dumia, dan jika waktu akhir masa hidup mereka datang, mereka tidak dapat menunda sedetikpun. Mereka tidak bisa menunda ataupun memajukannya karena semua itu berjalan sesuai ketetapan Allah.

Baca juga: Tafsir Surat At-Taubah Ayat 122: Pencari Ilmu Wajib Membangun Expertise

Tidak jauh berbeda, Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah menafsiri kata dharran dengan makna kemudharatan dan na’fan bermakna kemanfaatan. Bagi Shihab, didahulukannya kata dharran (ضَرًّا) menunjukkan bahwa konteks pembicaraan ayat tersebut adalah siksa yang diminta agar disegerakan untuk kaum musyrikin, sehingga kata mudharat lebih tepat didahulukan ketimbang manfaat (naf’an). Kemudian kalimat, illa masya Allah (اِلَّا مَا شَاۤءَ اللّٰهُ), ada juga ulama yang memahaminya dalam arti “kecuali apa yang dikehendaki Allah, maka itulah yang mampu kulakukan.”

Pemahaman tersebut, menurut Shihab, mengisyaratkan bahwa banyak hal yang berada di luar kemampuan manusia, walau dalam saat yang sama pun berada dalam kemampuannya. Sedangkan kata ajal dimaknai oleh Shihab sebagai batas akhir dari sesuatu, usia, atau kegiatan. Tidak cukup di situ, Shihab juga memaknai kata yasta’khiruna dan yastaqdimuna bahwa tidak ada kemampuan mereka untuk melakukannya dan dapat juga dalam arti kesungguhan, yakni mereka tidak akan mampu walaupun mereka bersungguh-sungguh untuk melakukan pengajuan atau pengunduran.

Pandai-pandailah memanfaatkan momentum

Momentum yang kami maksud adalah momentum kesempatan belajar, kesehatan, dan usia muda. Inilah yang kami maksud dengan makna ajal dalam ayat di atas. Bagi kami, setiap orang memiliki kesempatan masing-masing, termasuk ketiga hal tersebut, terkhusus sebagai pelajar. Bagi pelajar, ketiga nikmat tersebut justru harus disyukuri dengan memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya dari sosok guru teladan dan para pakar ilmu pengetahuan. Sebab, sabda Nabi saw, “dua nikmat yang sering diabaikan oleh manusia adalah nikmat sehat dan waktu luang.”

Baca juga: Tafsir Tarbawi: Perintah Bersungguh-sungguh dalam Belajar

Karena itu, selagi masih bisa belajar, masih diberikan kesehatan yang prima, dan usia muda, mari kita manfaatkan momentum tersebut untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya dan menebarkan manfaat kepada sesama. Pepatah Arab mengatakan,

التعلم في الصغر كالنقص على الحجر

“Belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu”

Juga, Syekh al-Zarnuji dalam Ta’lim Muta’allim berpesan khusus kepada pelajar:

تَعَـلَّـمْ فَــإِنَّ الْـعِلْـمَ زَيـْنٌ لِأَهْــلــِهِ # وَفَــضـْلٌ وَعـُـنـْوَانّ لِـكـُلِّ مَـــحَامِـدٍ

وكــن مـستـفـيدا كـل يـوم زيـادة # من العـلم واسـبح فى بحـور الفوائـد

تَفَقَّهْ فإِنَّ الفِقْهَ أَفْضَلُ قائِدٍ # إلى البِرِّ والتقوَى وأَعْدَلُ قاصِدِ

هُوَ العَلَمُ الهَادِي إلى سُنَنِ الهُدَى # هُوَ الحِصْنُ يُنْجِي مِنْ جَميْعِ الشِّدائِدِ

فإنَّ فَقِيْهًا وَاحِدًا مُتَورّعًا # أَشَدُّ على الشَّيْطانِ مِن أَلْفِ عَابِدِ

“Belajarlah! Sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya. Dan menjadi tanda dan keutamaan bagi setiap yang terpuji. Jadilkanlah hari-harimu untuk menambah ilmu dan berenanglah di lautan keutamaan ilmu! Belajarlah ilmu agama, karena ia merupakan ilmu yang paling unggul! Ilmu yang dapat membimbing menuju kebaikan dan takwa. Ia ilmu yang menunjukkan kepada jalan yang lurus, yakni jalan petunjuk Allah. Tuhan yang dapat menyelamatkan manusia dari segala kegundahan. Karena itu, sesungguhnya satu orang faqih (berilmu) yang wara’ lebih berat bagi setan daripada menggoda seribu ahli ibadah tapi bodoh.” Wallahu a’lam.

Senata Adi Prasetia
Senata Adi Prasetia
Redaktur tafsiralquran.id, Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...