Dalam sejarah dunia akademis, studi tentang naskah kuno atau manuskrip Al-Quran baru muncul pada abad ke-18. Mayoritas para pengkaji manuskrip Al-Quran pada saat awal kemunculan studi tersebut adalah para orientalis Barat. Hal ini dikarenakan manuskrip-manuskrip Al-Qur’an tersebut banyak disimpan di beberapa perpustakaan Barat. Salah satu pelopor muslim yang melakukan penelitian secara mendalam terhadap manuskrip Al-Qur’an adalah Tayyar Altikulac.
Biografi Intelektualitas Tayyar Altikulac
Filolog muslim yang memiliki nama lengkap Tayyar Altikulac, lahir pada tahun 1938 di daerah Devrekani, Turki. Semenjak kecil ia telah mendapatkan pendidikan keagamaan dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberhasilanya menghafalkan Al-Qur’an di usia yang masih anak-anak yaitu sembilan tahun. Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya di sekolah dasar yang ada di Devrekani. Kemudian menempuh pendidikan menengah pertama dan menengah atas di Istanbul.
Tidak berhenti disitu, Altikulac melanjukan studi sarjana di Istanbul High Islam Institute dan lulus pada tahun 1963. Selanjutnya, ia meneruskan studi di Universitas Baghdad dengan mengambil spesialisasi pada bidang bahasa dan sastra Arab. Masih di kampus yang sama, ia menyelesaikan studi doktoralnya dalam bidang tafsir. Puncaknya, Altikulac diangkat menjadi guru besar di Universitas Azerbaijan, sehingga berhak menyandang gelar Profesor.
Baca Juga: Empat Mushaf Kuno Koleksi Museum Ronggowarsito, Bagamaina Bentuknya?
Dalam dunia akademis, Tayyar Altikulac aktif mengajar dan menjadi direktur di Imam Hatip High School, Istanbul (1963-1965). Ia juga menjadi dosen di beberapa kampus, seperti Keyseri Institute dan Marmara University. Selain itu, Altikulac juga ikut serta berperan aktif dalam pengembangan kajian akademik di Turki sebagai seorang peneliti. Beberapa lembaga ilmiah yang dikembangkan oleh Tayyar Altikulac adalah Turkiye Diyanet Foundation, Islam Arastirmalari Merkezi (ISAM), dan TDV Encyclopedia of Islam, dimana ia menulis dan meninjau lebih dari 1.500 entri.
Tidak hanya dalam dunia akademis, Altikulac juga merambah dunia pemerintahan. Beberapa jabatan yang ia peroleh antara lain adalah wakil presiden Direktorat Urusan Keagamaan Turki (1971-1976), Direktorat Jenderal Departemen Pendidikan Agama (1976-1977), anggota Dewan Departemen Pendidikan (1977-1978), dan Presiden Direktorat Urusan Keagamaan Turki (1978-1986). Aktivitas politik lain yang dijalani oleh Altikulac adalah menjabat sebagai presiden Komite Pendidikan Nasional, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga di parlemen Turki selama dua periode (1995-2002). Selain itu, ia juga termasuk di antara pendiri Adalet ve Kalkinma, yaitu sebuah partai politik di Turki.
Dalam sebuah tulisan yang berjudul Tayyar Altikulac and His Contribution to Qur’anic Manuscript Studies karya Ahmed Shaker, dijelaskan bahwa awal mula ketertarikan Altikulac terhadap studi manuskrip kuno Al-Qur’an dimulai pada akhir tahun 1960-an. Pada saat itu, ia terpesona terhadap informasi yang terdapat pada salinan kuno Al-Qur’an yang ditunjukkan oleh dua penulis, yaitu Muhammad ‘Abd al-Azim az-Zurqani (ulama Al-Azhar), dan Muhammad Hamidullah (sarjana Hyderabadi).
Ketertarikanya terhadap dua hasil kajian manuskrip tersebut, membuat Altikulac semangat untuk melakukan penelitian terhadap manuskrip Al-Qur’an. Buktinya, selama musim panas tahun 1969, ia pergi menuju ke Kairo untuk merealisasikan keinginanya tersebut. Sayangnya, karena kurangnya kerja sama secara resmi sekaligus minimnya pengalaman, pada saat itu ia tidak berhasil. Namun, kegagalan tersebut tidak menyurutkan minatnya untuk mengkaji manuskrip Al-Qur’an. Empat dekade kemudian, ia telah meneliti, memeriksa dan melakukan digitalisasi secara langsung terhadap naskah-naskah manuskrip Al-Qur’an.
Baca Juga: Bukan Hanya Pintu Bledeg Ki Ageng Selo, Mushaf Kuno di Museum Masjid Agung Demak Ini Juga Menawan
Pengalamannya dalam mengkaji naskah-naskah manuskrip Al-Qur’an ia ceritakan dalam suatu karya tulisnya yaitu al-Masahif al-Mansubah ila Utsman wa Ali. Dalam karya tersebut diceritakan bahwa ia menemui sebuah naskah manuskrip yang memiliki berat hingga mencapai 80 kg. Hal ini dikarenakan manuskrip tersebut terbuat dari kulit rusa. Berbagai pengalaman dan pemahaman yang ia dapatkan selama menggeluti manuskrip tersebut menjadi modal dasar bagi Altikulac untuk berkontribusi terhadap penelitian manuskrip Al-Qur’an dalam skala yang lebih luas.
Kotribusinya Terhadap Kajian Manuskrip Al-Qur’an
Pada permulaan abad ke-21, lembaga penelitian Research Centre for Islamic History, Art and Culture (IRCICA) mulai menggalakkan proyek pengumpulan naskah Al-Qur’an kuno. Pada tahun 2002, IRCICA menerbitkan naskah Al-Qur’an yang berasal dari tahun 1186 M. Naskah tersebut kemudian dikenal dengan nama Mushaf Fadil Basha yang disimpan di Sarajevo. Kemudian pada tahun 2005, IRCICA kembali mempublikasikan naskah Al-Qur’an yang dibuat pada tahun 1803 M. Salinan naskah tesebut dikenal dengan nama Mushaf Qazan yang diyakini sebagai Al-Qur’an cetak pertama di dunia Islam.
Mulai pada tahun 2007, IRCICA mulai menfokuskan untuk mengkaji manuskrip Al-Qur’an yang banyak dikaitkan dengan era awal Islam yaitu masa sahabat Utsman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib. Dalam proyek ini, Tayyar Altikulac ditugaskan untuk naskah kuno tersebut untuk kepentingan publikasi akademis. Sehingga dalam proses pengkajianya dibutuhkan pendahuluan, komentar, anotasi, dan transkripsi komprehensif dari folio Al-Qur’an untuk ditempatkan berdampingan dengan gambar naskah yang direproduksi.
Selama proses penelitian tersebut, Tayyar Altikulac telah menerbitkan kajian manuskrip Al-Qur’an dalam bentuk akademis dengan berbagai catatan tambahan. Beberapa naskah mansukrip yang telah dipublikasikan adalah (1) Manuskrip Al-Qur’an yang tersimpan di Museum Istana Topkapi, Turki (ISAM, 2007); (2) Manuskrip Al-Qur’an yang tersimpan di al-Masyhad al-Husaini, Kairo (IRCICA, 2009); (3) Manuskrip Al-Qur’an San’a (IRCICA, 2011); (4) Manuskrip Al-Qur’an yang tersimpan di Museum Seni Islam, Kairo (IRCICA, 2014); (5) Manuskrip Al-Qur’an dari Bibliotheque Nationale de France (IRCICA, 2015); (6) Manuskrip Al-Qur’an dari Universitats Bibliothek Tubingen (IRCICA, 2016).
Baca Juga: Keunikan Mushaf Pangeran Diponegoro; Iluminasi yang Mewah hingga Tanda Tajwid yang Lengkap
Secara ringkas, inti hasil penelitian Tayyar Altikulac terhadap beberapa naskah manuskrip Al-Qur’an tersebut dapat dijelaskan dalam beberapa poin berikut:
- Hampir semua naskah kuno yang telah ditemukan dan dikaji oleh Tayyar Altikulac berasal dari salinan Al-Qur’an kuno pada paruh kedua abad ke-1 atau paruh pertama abad ke-2 hijriyah (yaitu periode Umayyah: 661-750 M)
- Dalam istilah rasm atau ortografi, antar satu manuskrip mushaf dengan manuskrip mushaf lainya memiliki keterkaitan. Seperti mushaf yang tersimpan di Topkapi dan San’a berkaitan dengan mushaf yang ada di Madinah. Karena semua naskah tersebut disalin dari mushaf utsmani secara langsung ataupun disalin dari salinan mushaf tersebut.
- Semua naskah tersebut ditranskripkan oleh juru tulis yang berbeda-beda.
- Tidak terdapat kesamaan antara satu naskah dengan naskah yang lain, baik dalam hal dimensi, jumlah folio dan garis, serta ciri-ciri kodikologis.
- Tidak ada perbedaan terkait susunan ayat dan urutan surah dalam naskah-naskah kuno yang telah diteliti tersebut. Namun demikian, Altikulac menemukan beberapa kesalahan dalam penulisan rasm
Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa peran Tayyar Altikulac dalam perkembangan kajian manuskrip Al-Qur’an sangatlah besar. Bahkan, Ahmad Shaker menyebut Altikulac sebagai orang pertama yang melakukan penelitian dan pembacaan secara penuh terhadap naskah-naskah manuskrip Al-Qur’an yang ada di Turki. Wallahu A’lam