BerandaTafsir TematikTiga Fungsi Pohon dan Eksistensinya Menurut Al-Qur'an

Tiga Fungsi Pohon dan Eksistensinya Menurut Al-Qur’an

Aktualisasi konsep “saleh ritual saleh sosial” rasanya cukup sulit terwujud andaikata kita melihat fakta kemanusiaan saat ini. Selain makin menjamurnya manusia yang tak beradil dan tak beradab, manusia juga semakin disudutkan pada kondisi tak beralam. Ini baru dua ranah, yakni ritus keilahian (hablumminallah) dan sosial kemasyarakatan (hablumminannas), namun spirit manusia dalam mengimplementasikannya masih jauh dari kata “ya” apalagi sempurna. Andai ditambah satu lagi tanggung jawab manusia, yakni hablumminal`alam atau menjaga lingkungan, apa kita mampu?. Apalagi tak sedikit yang mengabaikan fungsi pohon dan eksistensinya, sehingga tak heran, jika alam kita semakin lama semakin terkikis.

Barangkali, hanya hujan yang peduli dengan hutan. Manusia-manusia di tanah air beta sudah lupa, mungkin cenderung buta, kehilangan nuraga, dan mati rasa terhadap nasib pohon dan hutan kita. Adagium yang mafhum di telinga kita bahwa hutan adalah paru-paru dunia sepertinya sudah tinggal nama, lenyap dalam jiwa raga, dan yang tersisa hanya ada pada pamflet-pamflet di social media, di papan iklan jalanan, dan di buku-buku panduan yang matang di ranah konseptual namun busuk di ranah aktual.

Baca juga: Telaah Makna Kata Nafs dalam Al-Quran Menurut Para Ulama

Maret 2021 lalu, dengan bersahaja dan bangga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengumumkan bahwa Indonesia berhasil meminimalisir angka deforestasi hutan tahun 2018-2020  seluas 570.000 hektar. Oke, menurun. Tapi kehilangan hutan hampir seluas ibu kota dalam waktu tiga tahun, apa yang patut dibanggakan? 76 tahun Indonesia merdeka, namun kini giliran hutan yang dijajah membabibuta, pohon dibasmi tanpa henti.

Fakta tersebut semakin ironis melihat bahwa Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Apakah agama sudah kehilangan fungsinya atau manusia yang hanya menjadikan agama sebagai label saja. Padahal Islam adalah agama yang secara konseptual sangat ramah lingkungan. Al-Qur`an mengecam manusia yang berbuat kerusakan (Qs. 5: 5; 7: 56; 28: 77), dan sebaliknya Al-Qur’an memerintahkan manusia berbuat kebaikan kepada siapa saja (Qs. 6: 54) termasuk kepada alam.

Padahal eksploitasi yang dilakukan manusia terhadap alam  menurut Rumi sama saja sebagai tindakan bunuh diri, karena alam adalah bagian yang tak terpisahkan dari manusia. Khususnya perilaku manusia terhadap hutan dan pepohonan yang kini semakin memprihatinkan, sementara kita sama-sama mengerti dan merasakan bagaimana hutan dan rimbunnya pepohonan sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Islam sendiri melalui Al-Qur`an banyak menegaskan betapa pentingnya pepohonan (tumbuhan) bagi manusia (Qs. 6: 99; 16: 10-11), bahkan secara eksplisit memerintahkan manusia untuk menjaganya dengan tetap melakukan penghijauan.

Baca juga: Surah Al-Mumtahanah Ayat 8-9 dan Pesan Relasi Muslim-Non Muslim dalam Tafsir Al-Ibriz

Penghijauan adalah sebuah langkah konkret yang dapat dilakukan oleh siapa saja sebagai upaya relisiensi mengatasi problematika krisis lingkungan yang mengancam manusia. Oleh karena itu, Islam jauh-jauh hari telah mengingatkan manusia untuk menanam tumbuh-tumbuhan demi kepentingannya sendiri. Dalam Al-Qur’an,  setidaknya ada tiga fungsi atau pertimbangan dalam penghijauan yakni:

Fungsi Materiil

Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya Islam Agama Ramah Lingkungan mengatakan bahwa penghijauan berfungsi sebagai sumber materiil bagi manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah:

 فَلْيَنْظُرِ الْاِنْسَانُ اِلٰى طَعَامِهٖٓ ۙ ٢٤ اَنَّا صَبَبْنَا الْمَاۤءَ صَبًّاۙ ٢٥ ثُمَّ شَقَقْنَا الْاَرْضَ شَقًّاۙ ٢٦ فَاَنْۢبَتْنَا فِيْهَا حَبًّاۙ ٢٧ وَّعِنَبًا وَّقَضْبًاۙ ٢٨ وَّزَيْتُوْنًا وَّنَخْلًاۙ ٢٩ وَّحَدَاۤئِقَ غُلْبًا ٣٠ وَفَاكِهَةً وَّاَبًّا ٣١ مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِاَنْعَامِكُمْۗ ٣٢

”Maka, hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan ari (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.” (QS. Abasa [80]: 24-32).

Al-Qardhawi menjelaskan bahwa salah satu manfaat dari tanaman (penghijauan) adalah makanan yang secara realistis sangat dibutuhkan oleh manusia untuk kelangsungan hidupnya. Makanan yang dihasilkan dari penghijauan tersebut merupakan wujud materiil dari kenikmatan yang diberikan Allah. Al-Zuhaili juga dalam Tafsir Al-Munir memberikan komentar, bahwa ayat tersebut merupakan manifestasi dari kasih sayang Allah terhadap makhluknya agar manusia dapat memanfaatkan tanaman dan segala sesuatu yang dihasilkan olehnya untuk kehidupannya.

Fungsi Moril

Fungsi kedua dari penghijauan mencapai ranah moril atau psikologis. Hal ini sebagaimana firman Allah:

 اَمَّنْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ وَاَنْزَلَ لَكُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَاَنْۢبَتْنَا بِهٖ حَدَاۤىِٕقَ ذَاتَ بَهْجَةٍۚ مَا كَانَ لَكُمْ اَنْ تُنْۢبِتُوْا شَجَرَهَاۗ ءَاِلٰهٌ مَّعَ اللّٰهِ ۗبَلْ هُمْ قَوْمٌ يَّعْدِلُوْنَ ۗ ٦٠

“Bukankah Dia (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air dari langit untukmu, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah? Kamu tidak akan mampu menumbuhkan pohon-pohonnya. Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).” (QS. An-Naml [27]: 60).

Menurut Al-Zuhaili, ayat tersebut merupakan jawaban Allah terhadap kaum musyrik yang menyembah berhala dan mendiskreditkan-Nya. Allah melalui ayat ini menunjukkan kekuasaannya dengan menciptakan kehidupan yang bermanfaat sekaligus dapat menjadi penenang bagi manusia lewat turunnya air hujan yang kemudian tumbuh dari tanah berbagai macam tumbuhan yang indah nan elok (bahjah). Dengan kata lain, keindahan kebun (hadaiq) yang hijau tersebut merupakan nikmat moril bagi manusia.

Oleh karena itu, Al-Qardhawi mengatakan bahwa melakukan penghijauan lingkungan mencapai derajat hukum fardhu kifayah. Dengan demikian, penghijauan tersebut pada dasarnya tugas kita bersama sebagai manusia. Bahkan lebih dari itu, gerakan-gerakan penghijauan ini seharusnya menjadi tugas pemerintah untuk melestarikan dan menganjurkannya kepada masyarakat.

Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Tafsir Juz ‘Amma Karya Kh. Masruhan Ihsan

Sebagai Simbol Kekuatan

Fungsi ketiga dari penghijauan adalah sebagai simbol kekuatan, persatuan, dan kesatuan. Fungsi ini dapat diindikasi dalam firman Allah:

 اَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ اَصْلُهَا ثَابِتٌ وَّفَرْعُهَا فِى السَّمَاۤءِۙ ٢٤ تُؤْتِيْٓ اُكُلَهَا كُلَّ حِيْنٍ ۢبِاِذْنِ رَبِّهَاۗ وَيَضْرِبُ اللّٰهُ الْاَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ٢٥

“[24]  Tidakkah kamu memperhatikan bagai-mana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit. [25]  (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim [14]: 24-25)

Menurut Ibnu Katsir ayat tersebut pada dasarnya adalah sebuah “mitsil” bagi ketauhidan seorang mukmim sejati, yakni keyakinannya kokoh dan tinggi. Namun selain perihal ketauhidan, ayat tersebut juga menurut Quraish Shihab dapat dipahami sebagai simbol kekuatan umat Islam yang digambarkan seperti pepohonan yang akarnya kuat dan cabangnya menggapai langit. Dengan kata lain, pepohonan dalam konteks ini bermakna cukup besar bagi manusia sehingga Allah menjadikannya perumpamaan bagi ranah ketauhidan seseorang. wallahu a’lam.

Ayi Yusri Ahmad Tirmidzi
Ayi Yusri Ahmad Tirmidzi
Mahasiswa Magister PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bisa disapa di FB: Ayi Yusri Ahmad Tirmidzi dan IG: @ayiyusrilisme
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...