BerandaKhazanah Al-QuranMushaf Al-QuranTiga Imam Qira’ah yang Concern Pada Kajian Rasm

Tiga Imam Qira’ah yang Concern Pada Kajian Rasm

Pada tulisan yang lalu berjudul Menjawab Kritik Ignaz Goldziher atas Relasi Qira’ah dan Rasm, penulis telah memberikan sedikit penjelasan terkait dengan sejarah terbentuknya hubungan antara qira’ah dan rasm Al-Qur’an. Bahwa model rasm yang semula disusun berdasarkan qira’ah kemudian berbalik menjadi validator atas ragam qira’ah shahihah.  Kali ini penulis hendak memberikan gambaran kedekatan keduanya melalui sajian karya-karya terdahulu dalam bidang ilmu rasm, yang ternyata ditulis oleh imam-imam qira’ah.

*****

Sejumlah mushaf yang didistribusikan Khalifah ‘Utsman ke berbagai wilayah Islam kala itu, Madinah, Mekah, Syam, Kufah, dan Basrah, menjadi sumber kajian yang sangat inspiratif bagi umat Islam. Setidaknya dua bidang kajian mengalami trend peningkatan yang positif, qira’ah dan rasm. Pola-pola kajian keduanya juga relatif serupa: kajian partikular terhadap satu model mushaf saja, atau lebih luas, komparasi keseluruhan mushaf yang ada.

Baca juga: Penelusuran Pengaruh Kajian Awal Rasm Turats Pinggiran

Sayangnya, catatan sejarah yang relatif familiar khususnya adalah yang berkaitan dengan qira’ah. Hal ini sebagaimana dapat dilihat dalam daftar rincian panjang nama pakar qira’ah baik dari thabaqah sahabat, tabi‘ien, maupun era-era setelahnya hingga pada imam tujuh di berbagai karya ilmu-ilmu Al-Qur’an. Sementara data-data yang berkaitan dengan rasm tidak demikian.

Namun menariknya, dari sedemikian minimnya data yang ada pada rasm, ternyata mampu menunjukkan bahwa kajian mengenai qira’ah dan rasm di era awal Islam sangat dekat dan selalu berjalan beriringan.

Tiga imam qira’ah yang concern pada kajian rasm

Dari catatan yang diberikan oleh Zainal Arifin, menukil dari Ganim Qadduri al-Hamd dalam Juhud al-Ummah fi Rasm al-Qur’an al-Karim, serta Ahmad bin Ahmad bin Mu‘ammar Syirsyal dalam pengantarnya terhadap Mukhtashar al-Tabyin li Hija’ al-Tanzil karya Abu Dawud Sulaiman bin Najah, disebutkan bahwa sedikitnya tiga dari tujuh imam qira’ah mempunyai concern terhadap kajian rasm. Mereka adalah Ibn ‘Amir al-Syamiy, Hamzah al-Kufiy, dan ‘Ali al-Kisa’iy.

Baca juga: Ilmu Rasm dalam Filologi Mushaf Al-Quran Kuno dan Upaya Kritik Teks

Ibn ‘Amir memiliki nama lengkap ‘Abdullah bin ‘Amir al-Yahshubiy, wafat pada tahun 118 H. Beliau adalah seorang tabi‘ien yang sempat menjabat qadli pada era Al-Walid bin ‘Abd al-Malik di Damaskus. Beliau mengambil qira’ah dari Al-Mughirah bin Abi Syihab al-Makhzumiy dari ‘Utsman bin ‘Affan. Dua perawi yang dimilikinya adalah Hisyam bin ‘Ammar (w. 245 H.) dan ‘Abdullah bin Ahmad Ibn Dzakwan (w. 242 H.).

Karyanya dalam bidang rasm adalah Ikhtilaf Mashahif al-Syam wa al-Hijaz wa al-‘Iraq dan Maqthu‘ al-Qur’an wa Maushuluh. Dilihat dari namanya, karya Ibn ‘Amir ini merupakan upaya komparasi terhadap mushaf-mushaf yang dikirim oleh ‘Utsman. Bahkan tampak bahwa Ibn ‘Amir sangat berupaya membandingkan seluruh mushaf yang ada: Syam, Hijaz meliputi dua kota, Mekah dan Madinah, dan Iraq yang menggabungkan Kufah dan Basrah.

Hamzah bin Habib bin ‘Imarah al-Zayyat al-Faradli al-Taimiy adalah nama lengkap Hamzah. Beliau wafat di Halwan tahun 156 H. pada masa kepemimpinan Abu Ja‘far al-Manshur. Beliau mengambil riwayat kepada Sulaiman bin Mihran al-A‘masy kepada Yahya bin Watstsab kepada Zir bin Hubaisy kepada ‘Utsman, ‘Ali dan ‘Abdullah bin Mas‘ud. Dua perawi yang dimilikinya adalah Khalaf bin Hisyam (w. 229 H.) dan Khalad bin Khalid (w. 220 H.). Karyanya dalam bidang rasm adalah Maqthu‘ al-Qur’an wa Maushuluh.

‘Ali al-Kisa’iy memiliki nama lengkap Abu al-Hasan ‘Ali bin Hamzah bin Abdillah bin Bahman bin Fairuz al-Asadiy al-Kufiy al-Kisa’iy. Bersama Hamzah dan ‘Ashim, beliau merupakan qurra’ Kufah. Dalam beberapa catatan biografinya, beliau lebih masyhur dikenal sebagai tokoh ilmu Nahwu bersanding dengan Imam Sibawaih. Beliau wafat pada tahun 189 H. Dua perawi yang dimilikinya adalah Abu al-Harits al-Laits bin Khalid (w. 240 H.) dan Hafsh al-Duriy (w. 246) yang juga menjadi perawi dari Abu ‘Amr.

Diantara karya-karyanya dalam bidang rasm adalah Ikhtilaf Mashahif Ahl al-Madinah wa Ahl al-Kufah wa Ahl al-Basrah, Maqthu‘ al-Qur’an wa Maushuluh dan Al-Hija’ li al-Mashahif. Seperti halnya era Ibn ‘Amir, karya rasm di era Al-Kisa’i termasuk juga miliknya memiliki nuansa komparasi terhadap mushaf-mushaf ‘Utsman. Selain itu juga diketahui bahwa terminologi rasm belum cukup populer dan masih menggunakan term lain, yakni hija’.

Keberadaan karya-karya ini, yang ditulis oleh para imam qira’ah, menjadi bukti kedekatan hubungan antara qira’ah dan rasm. Lebih jauh bahwa rasm ternyata telah menjadi pusat perhatian (mahal al-i‘tina’) para imam qira’ah, disamping qira’ah itu sendiri. Maka tidak berlebihan jika Al-Farmawy dalam Rasm al-Mushhaf wa Naqthuhu mengatakan, “Para imam qira’ah sepakat (ijma‘) akan keharusan rasm (marsum al-mashahif)”. Wallahu a‘lam bi al-shawab.

Nor Lutfi Fais
Nor Lutfi Fais
Santri TBS yang juga alumnus Pondok MUS Sarang dan UIN Walisongo Semarang. Tertarik pada kajian rasm dan manuskrip kuno.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...