Pada artikel kali ini Pembaca akan menelusuri paralel Alquran dan bibel melalui ungkapan “hingga unta masuk ke lubang jarum”; hatta yaliju al-jamalu fi sammi al-khiyath.
Allah berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَذَّبُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا وَٱسْتَكْبَرُوا۟ عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَٰبُ ٱلسَّمَآءِ وَلَا يَدْخُلُونَ ٱلْجَنَّةَ حَتَّىٰ يَلِجَ ٱلْجَمَلُ فِى سَمِّ ٱلْخِيَاطِ ۚ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِى ٱلْمُجْرِمِينَ
Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. [QS. Al A’raf: 40]
Di antara makna dari ayat di atas menurut At-Thabari adalah tidak akan Allah bukakan pintu-pintu langit dan Surga bagi mereka yang tidak saja mendustakan, menyombongkan diri, dan mereka yang tidak beriman. Sebab yang demikian itu adalah kemustahilan. Dalam Tafsir Al-Jalalayn dikatakan ungkapan itu adalah kiasan bahwa hal itu tidak mungkin terjadi.
Uraian yang mewakili banyak pandangan ulama tafsir terkait ayat ini adalah perkataan Dr Muhammad Sulayman al-Asyqar. Dalam Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir:
Yakni pintu-pintu langit tidak dibuka untuk ruh-ruh mereka ketika mereka mati. Pendapat lain mengatakan pintu-pintu langit tidak dibuka untuk doa-doa mereka ketika mereka berdoa, dan tidak pula untuk amalan-amalan baik mereka apabila mereka beramal, sehingga itu tidak diangkat kepada Allah dan tidak diterima, tapi dikembalikan kepada mereka dan dipakai untuk memukul wajah mereka.
Ungkapan ini juga muncul di dalam sebuah hadis shahih diriwayatkan Imam Muslim. Sahabat ‘Ammar bin Yasir berkata:
Saya diberitahu oleh Hudzaifah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, [Hudzaifah] berkata – bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: ‘Di kalangan sahabatku ada dua belas orang munafik. Di antara mereka ada delapan orang yang tidak akan masuk surga {hingga ada seekor unta yang dapat masuk ke dalam lubang jarum}. Delapan orang di antara mereka pasti akan tertimpa Dubailah, sedangkan yang empat lagi aku tidak hafal apa yang dikatakan Syu’bah tentang mereka.
Ungkapan semisal dapat kita temukan dalam Alkitab Nasrani, yakni di dalam Injil sinoptik. Maksud dari sinoptik adalah tiga dari Injil yang empat; Lukas, Matius, dan Markus, tanpa Injil Yohanes. Sebagaimana diketahui, empat Injil itu termasuk ke dalam Perjanjian Baru. Setidaknya ada 27 kitab yang secara umum disepakati sebagai kitab-kitab kanon bagi kebanyakan denominasi Kristen. Meski demikian, antara satu denominasi Kristen dan lainnya bisa jadi sedikit berbeda. Katolik misalnya, mereka mengakui 46 kitab kanon. Kristen Ortodoks di lain sisi mengakui 49 kitab.
Ungkapan itu muncul di antaranya di dalam Markus 10:25: Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Kemudian dalam Matius 19:24: Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Juga dalam Lukas 18:25: Sebab lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Konsensus para ahli menetapkan bahwa Injil Markus disusun di antara 60- 70 M di Roma atau mungkin di Suriah. Sementara Injil Markus masa penyusunannya belum disepakati namun para ahli mengatakan ia selesai disusun di tahun 85 atau 90 M. Sementara Injil Lukas tak terlampau berbeda, ia disusun antara 85 – 95 M. Dalam Injil sinoptik yang disusun pada abad 1 M itu, sebagaimana ungkapan di dalam surah Al-A’raf ayat 40, ungkapan hingga unta masuk lubang jarum juga mengisyaratkan kemustahilan.
Bedanya, surah Ala’raf ayat 40 menyebutkan akan kemustahilan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah, menyombongkan diri, dan tidak beriman untuk memasuki pintu-pintu langit, yaitu Surga. Adapun di dalam Injil sinoptik, ungkapan itu mengisyaratkan pentingnya hidup “zuhud”. Sebab, mustahil orang yang melimpah ruah hartanya untuk masuk ke Kerajaan Allah.
Ternyata ungkapan semisal juga dapat kita temui dalam tradisi Yudaisme. Hanya saja ia tidak terdapat dalam 39 kitab kanon yang disebut dengan Perjanjian Lama. Ia “hanya” muncul dalam Talmud.
Dalam Talmud Berakhot 55b:21 misalnya, disebutkan bahwa seseorang bernama Abba ben Joseph bar Ḥama (280 – 352 M) yang lahir di kota ibukota Persia, Ctesiphon, mengatakan bahwa ketika orang tertidur, mimpi yang ia lihat hanyalah lintasan pikiran yang memasuki tidurnya orang tersebut. Ia berkata: karena seseorang tidak diperlihatkan pohon palem terbuat dari emas atau seekor gajah masuk melalui lubang jarum di dalam mimpi.
Masih dari Talmud, dalam Bereishit Rabbah 1 disebutkan: Jika labu memiliki lubang sekecil mata jarum, semua udaranya akan keluar; namun meskipun manusia dibentuk dengan banyak rongga dan lubang, napasnya tidak keluar melalui mereka. Hanya saja ungkapan semisal di dalam Talmud tidak menggunakan unta melainkan gajah.
Menariknya, salah seorang periwayat israiliyat dari generasi tabi’in bernama Ka’b al-Ahbar pernah menggunakan ungkapan semisal. Apabila kita menelisik tafsir Ibnu Katsir surah At Taubah 115, disebutkan bahwa Ka’b al-Ahbar mengatakan; tidak ada suatu tempat sebesar lubang jarum pun dari bumi ini melainkan padanya terdapat malaikat yang ditugaskan menjaganya dan melaporkan pengetahuan hal tersebut kepada Allah.
Ibnu Abbas dan Abu Hurairah mengambil sejumlah riwayat dari seorang tabi’in yang dahulu pemeluk Yudaisme tersebut. Fakta bahwa ungkapan “lubang jarum” keluar dari lisan Ka’b al-Ahbar menegaskan bahwa memang dirinya dekat dengan literatur dan tradisi Yudaisme.
Akan tetapi kesamaan ini dapat menjadi celah klaim plagiarisme Alquran. Bisa jadi, Ka’b “diduga” sebagai sumber Yudaisme yang menjadi media praktek plagiarisme tersebut. Sebab, salah satu asumsi dasar teori plagiarisme Alquran adalah kesamaan menunjukkan adanya penjiplakan. Terkait teori plagiarisme Alquran ini, kami membahasnya di sini, sini, sini, dan di sini.
Tampaknya, ungkapan “masuk lubang jarum” atau yang semisal dengan itu memang masyhur di tengah masyarakat berbahasa Semit sejak abad 1 M hingga abad 7 M, baik itu di Syam, wilayah Persia (reportase Talmud Babilonia), maupun Jazirah Arab. Meski memiliki perbedaan, makna dari ungkapan itu seragam yakni mengisyaratkan kemustahilan.
Terlepas dari kesamaan ungkapan “lubang jarum ini”, secara umum sebenarnya kaum muslimin tidak perlu merasa “risih” atau merasa “kurang nyaman” dengan adanya sejumlah kemiripan antara kandungan Alquran dengan bibel, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Juga sejatinya tidak perlu terlampau terkejut dengan fakta yang nyata dan gamblang ini.
Sebab ia sesuatu yang bersinggungan dengan akidah Islam terkait keimanan global terhadap kitab-kitab terdahulu dan para Utusan Allah di umat-umat terdahulu. Karenanya naluriah, mengingat para Nabi dan Rasul mendakwahkan pesan dan ajaran yang sama dalam perkara-perkara pokok. Bahkan, kemiripan itu justru semakin menunjukkan bahwa Alquran benar-benar Kalam Allah. Wallahu A’lam.