BerandaUlumul QuranQiraat Al-Quran (2) : Sejarah dan Perkembangan Qiraat di Era Sahabat

Qiraat Al-Quran (2) : Sejarah dan Perkembangan Qiraat di Era Sahabat

Melanjutkan pembahasan dari artikel terdahulu bahwa penyebaran qiraat di era sahabat telah dilakukan oleh dua khalifah awal, yaitu Abu Bakar as-Shiddiq dan Umar bin Khattab. Sekarang kita tilik bagaimana perkembangan qiraat di era khulafaur Rasyidin lainnya.

Ekspansi wilayah yang diwariskan oleh Umar bin Khattab, tetap diteruskan oleh pemerintahan khalifah Utsman bin Affan, di mana kekuasaan Islam semakin meluas sampai Armenia dan Azerbaijan. Di sanalah kemudian Huzaifah bin al-Yaman mulai melihat perbedaan qiraat umat Islam. Guna meminimalisir perbedaan tersebut di samping menjaga kesucian teks Al-Quran, ia mengusulkan kepada khalifah Utsman untuk menyeragamkan Al-Quran menjadi satu huruf atau satu mushaf karena khawatir terjadi disintegarsi sebagaimana yang terjadi pada orang Yahudi.

Akhirnya khalifah Utsman menerima usulan tersebut dengan membentuk tim kodifikasi Al-Quran yang dikomandani Zaid bin Tsabit dan dibantu tiga orang Quraisy (Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-‘As, dan Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam). Setelah kodifikasi Al-Quran selesai, Utsman bin Affan memerintahkan untuk membakar semua catatan pribadi (Al-Quran) yang dimiliki oleh kaum Muslimin.

Mungkin terlintas di benak kita, mengapa khalifah Utsman memerintahkan untkuk membakarnya? Serta mengapa hanya menunjuk Zaid bin Tsabit yang secara usia terbilang cukup muda dibanding sahabat senior lainnya. Hal ini dikarenakan beberapa sahabat yang bertugas sebagai penulis wahyu pada masa Rasulullah seperti Ubay bin Ka’ab tidak diikutkan. Menurut pendapat yang kuat, dikarenakan ia wafat pada masa Khalifah Umar bin Khattab.

Baca juga: Qiraat Al-Quran (1): Sejarah dan Perkembangannya di Era Islam Awal

Di samping itu, Ibnu Mas’ud merupakan orang yang sangat berhati-hati dalam merespon titah Khalifah Utsman terkait pembakaran Al-Quran. Ia merasa keberatan merusak ayat dan surat yang telah didapatkan dari Rasulullah saw terutama yang ia tulis dan hafalkan. Ia ingin menyimpan mushaf itu sampai hari kiamat.

Keberatan tersebut tampaknya cukup beralasan sebab Muhammad al-Mukhtar Walid Abah dalam Tarikh al-Qiraat fi al-Masyriq wa al-Maghrib menyebutkan bahwa ada kemungkinan keberatan Ibnu Mas’ud dikarenakan ia tidak hadir ketika proses kodifikasi Al-Quran lantaran sedang ada di Kufah. Sedangkan Ali bin Abi Thalib termasuk sahabat yang membenarkan apa yang dilakukan oleh Utsman bin Affan yaitu mengkodifikasi Al-Quran dan membakar mushaf selain mushaf yang disusunnya. Ali juga mengakui mushaf yang disusun Utsman tidak berbeda dengan apa yang ada di dalam mushaf pribadinya.

Setelah kodifikasi Al-Quran rampung dan penggadaan selesai, Khalifah Utsman mendistribusikan mushaf tersebut ke daerah-daerah disertai para huffadz dan qurra’ untuk mengajarkannya. Para huffadz yang dikirim itu adalah Zaid bin Tsabit untuk mengajarkan qiraat di Madinah, Abdullah bin al-Saib dikirim ke Makkah, Al-Mughirah bin Syihab dikirim ke Syam, Abu Abdurrahman al-Salmi dikirim ke Kuffah, Amir bin Abd al-Qais dikirim ke Basrah.

Tidak berhenti di situ, seiring penyebaran mushaf ke daerah-daerah berkembang pula madrasah-madrasah yang mengajarkan qiraat yang bersandar pada bacaan sahabat yang dikirim bersama dengan mushaf tersebut. Di antara madrasah-madrasah tersebut yang berkembang di masa itu ialah,

Baca juga: 7 Bacaan Gharib dalam al-Quran menurut َQiraat Ashim Riwayat Hafs

Pertama, Madrasah Hijaz (Makkah dan Madinah), diasuh oleh Ubay bin Ka’ab al-Anshari dan Zaid bin Tsabit al-Anshari. Di antara para sahabat yang belajar kepada keduanya ialah Abu Hurairah, Ibn ‘Abbas, dan Abdullah bin al-‘Iyasy. Abdullah bin ‘Iyasy selain belajar kepada Ubay, ia juga mendengar qiraat dari Umar bin Khattab. ‘Iyasy ini adalah guru pertama dari para ahli qiraat yang ada di Madinah, seperti Abu Ja’far, Yazid bin Ruman, Syaibah bin Nasah, Muslim bin Jundub dan Abdurrahman bin Hurmuz al-‘Araji. Mereka adalah guru daripada Imam Nafi’ bin Abdurrahman.

Kedua, Madrasah Syam. Didirikan oleh ‘Umair bin Zaid al-Anshari yang masyhur dikenal dengan Abu al-Darda’. Dia merupakan seorang qadi di Damaskus dan biasa mengajarkan Al-Quran secara rutin. Di antara muridnya ialah Imam Abdullah bin Amir al-Yasabi. Ketiga, Madrasah Kufah. Di Kuffah inilah memegang peranan penting dalam perkembangan qiraat. Para qurra di sana mengambil qiraat dari Imam Ali bin Abi Thalib.

Jadi, di era sahabat, qiraat sudah berekspansi ke berbagai penjuru dunia sesuai dengan geliat dakwah para sahabat itu sendiri. Mereka mengajarkan Al-Quran sesuai qiraat yang mereka kuasai di tempat yang baru sehingga antara satu tempat dengan tempat lain terjadi perbedaan dalam hal qiraat. Pada masa sahabat ini pula mulai muncul tempat-tempat yang secara spesifik mengajarkan qiraat Al-Quran. Wallahu A’lam.

Miatul Qudsia
Miatul Qudsia
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Alquran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya, pegiat literasi di CRIS (Center for Research and Islamic Studies) Foundation
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...