BerandaTafsir TematikTeladan Kisah Nabi Yusuf: Meminta Jabatan Boleh Asal Mampu Mendatangkan Kebaikan

Teladan Kisah Nabi Yusuf: Meminta Jabatan Boleh Asal Mampu Mendatangkan Kebaikan

Banyak hal yang dapat kita teladani dari kisah Nabi Yusuf dalam Al-Quran. Di antara teladan kisah Nabi Yusuf antara lain kesabaran beliau menghadapi keburukan saudara-saudara tirinya, serta fitnah Zulaikha yang membuat Nabi Yusuf dipenjara selama bertahun-tahun. Satu hal lagi yang dapat kita teladani dari Nabi Yusuf yaitu keberaniannya dalam mengajukan diri sebagai pejabat pemerintahan.

Dikisahkan bahwa Nabi Yusuf ketika itu meminta jabatan dengan alasan untuk mendatangkan kebaikan. Pertanyaannya kemudian, bagaimana bisa Nabi Yusuf melakukan tindakan, yang umumnya dihindari para ulama tersebut? Simak penjelasannya berikut ini.

Baca Juga: Ibrah Kisah Nabi Yusuf, Penjara sebagai Sarana Mendekatkan Diri kepada Allah

Meminta Jabatan Bendahara Versi Nabi Yusuf

Di saat Raja Mesir tertarik dengan diri Nabi Yusuf yang teguh dalam menjaga diri dari hal-hal yang memalukan, serta memiliki kecakapan dalam hal perekonomian, Raja Mesir hendak mengangkatnya menjadi pejabat Mesir. Nabi Yusuf tidak lantas menolak. Bahkan meminta jabatan sebagai bendahara kerajaan. Allah berfirman dalam Surat Yusuf ayat 54-55:

وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ () قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ

Dan raja berkata: “Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang dekatku”. Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata: “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami”. Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”. (QS. Yusuf [12]: 54-55).

Sekilas memang agak janggal dari cerita dalam ayat ini, namun bila direnungkan lagi ada teladan kisah Nabi Yusuf yang dapat kita ambil sebagai pedoman, khususnya dalam urusan pemerintahan dan kepemimpinan.

Sikap Nabi Yusuf ini mungkin menimbulkan kejanggalan bagi pembaca. Bukankah meminta jabatan adalah suatu tindakan yang agaknya “kurang pantas” dilakukan oleh sosok seperti Nabi Yusuf? Anggapan kurang pantas tersebut tampaknya tidak berlaku secara mutlak.

Baca Juga: Kisah Kesabaran Nabi Yusuf Yang Membuat Kagum Nabi Muhammad

Imam Ibn Katsir di dalam tafsirnya berkomentar, Nabi Yusuf meminta jabatan sebab ia tahu bahwa ia mampu mengemban jabatan itu. Selain itu, ia juga tahu bahwa saat ia menempati jabatan tersebut, hal itu akan membawa kebaikan secara luas terhadap penduduk Mesir (Tafsir Ibn Katsir/4/395).

Imam Al-Alusi dalam tafsirnya memberikan komentar lebih jelas. Hukumnya boleh meminta jabatan bagi orang yang mampu menegakkan keadilan dan menerapkan Syariat Islam, meski permintaan itu ditujukan pada penguasa yang zalim maupun kafir. Bahkan hukum “boleh” itu bisa menjadi wajib bila meminta jabatan tersebut menjadi jalan satu-satunya menegakkan kebenaran, dan si peminta menjadi satu-satunya orang yang dapat melakukannya (Tafsir Ruhul Ma’ani/9/53).

Baca Juga: Belajar Menyembunyikan Nikmat dari Pendengki, Hikmah Kisah Nabi Yusuf dan Nabi Yaqub

Hadis Tentang Larangan Meminta Jabatan

Mengenai sabda Nabi yang diriwayatkan secara sahih dari ‘Abdurrahman ibn Samurah dan berbunyi:

«يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لاَ تَسْأَلِ الإِمَارَةَ ، فَإِنَّكَ إِنْ أُوتِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا ، وَإِنْ أُوتِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا»

Wahai ‘Abdurrahman ibn Samurah. Janganlah engkau meminta jabatan. Sesungguhnya apabila engkau diberi jabatan sebab meminta, engkau akan diminta sepenuhnya melaksanakan jabatan tersebut. Dan apabila engkau diberi jabatan tidak karena meminta, maka engkau akan diberi bantuan untuk melaksanakan jabatan tersebut (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menurut Imam Al-Alusi tidak mutlak serta tidak berlaku pada keadaan yang dialami Nabi Yusuf. Ketidak mutlakan tersebut juga dinyatakan oleh Imam Ibn Al-Jauzi (Kasyfu Musykil Min Hadis Sahihaini/3/313).

Imam Al-Qurthubi secara lebih tegas memberi pernyataan terkait tindakan Nabi Yusuf dalam meminta jabatan serta hadis di atas yang terkesan bertentangan, bahwa Nabi Yusuf meminta jabatan tersebut sebab tahu tidak ada satupun orang yang bisa bertindak adil, jujur serta dapat menyalurkan harta shadaqah kepada yang berhak, kecuali dirinya. Maka beliau merasa dirinya berkewajiban meminta jabatan itu.

Terkait cara menerapkan langkah yang diambil Nabi Yusuf seperti yang tertulis dalam kisah, Imam Al-Qurthubi berpendapat, tindakan yang diambil Nabi Yusuf, berupa meminta jabatan saat tahu bahwa dirinyalah satu-satunya yang bisa menegakkan keadilan pada jabatan tersebut, juga berlaku hingga masa Imam Al-Qurthubi.

Dengan demikian berarti sikap tersebut bisa dicontoh oleh orang lain, tidak khusus untuk Nabi Yusuf, setidaknya hingga masa Imam Al-Qurthubi. Namun andai kata ada orang lain yang dapat bertindak serupa, maka lebih baik tidak perlu meminta jabatan.

Teladan kisah Nabi Yusuf kali ini juga menunjukkan bahwa Nabi Yusuf adalah sosok pribadi yang berani untuk mengambil resiko, di samping juga pribadi yang bertanggung jawab. Semoga kita senantiasa bisa meneladaninya. Amin. Wallahu A’lam

Muhammad Nasif
Muhammad Nasif
Alumnus Pon. Pes. Lirboyo dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga tahun 2016. Menulis buku-buku keislaman, terjemah, artikel tentang pesantren dan Islam, serta Cerpen.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...