BerandaKisah Al QuranKisah Pasukan Bergajah dan Burung Ababil dalam Surah Al-Fîl

Kisah Pasukan Bergajah dan Burung Ababil dalam Surah Al-Fîl

Surah al-Fîl merupakan salah satu surah makiyyah, yaitu surah yang diturunkan di Makkah. Kata al-Fîl secara umum berarti Gajah. Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, Juz 15: 523-524, kata al-Fîl dalam Surah al-Fîl merupakan bentuk tunggal. Oleh karena itu, ada pendapat yang menyatakan bahwa pasukan Abrahah hanya membawa seekor gajah. Namun, ada juga yang memahami kata al-Fîl tersebut dengan banyak gajah. Hal ini dikarenakan kata al (ال) yang disusun dengan kata fîl (فيل) memiliki arti banyak. Para ulama berpendapat bahwa Abrahah membawa pasukan dengan banyak gajah, ada yang berpendapat delapan ekor. Adapula yang berpendapat dua belas ekor, salah satu diantaranya sangat besar. Surah Al-Fil sendiri menceritakan tentang pasukan bergajah dengan Abrahah sebagai pemimpinnya, yang diserang Burung Ababil. Berikut ini kisahnya.

Baca juga: 7 Keluh Kesah Manusia yang Tertera dalam Al-Quran

Abrahah dan Pasukan Bergajah

Dalam Kitab Tafsir al-Misbah, Juz 15: 522-523 disebutkan bahwa Abrahah merupakan seorang penguasa di Yaman di bawah kekuasan Negus di Ethiopia, yang memiliki sebuah gereja di San’a yang dinamainya al-Qullais. Kemudian, Abrahah mengirim surat kepada Negus di Ethopia. Ia menyampaikan bahwa dirinya telah membangun sebuah gereja yang indah dan megah yang belum pernah dibangun sebelumnya oleh siapapun. Gereja tersebut dipersembahkan untuk Negus. Ia terus berusaha agar orang-orang Arab mengunjungi gereja tersebut untuk melakukan ibadah haji.

Hal ini terdengar oleh penduduk Mekkah. Pada akhirnya, salah satu orang dari suku Kinanah mengunjungi gereja tersebut, kemudian buang air besar dengan tujuan untuk menghina Abrahah. Perbuatan tersebut membuat Abrahah sangat marah, maka ia pun bersama pasukannya pergi ke arah Hijaz dan mendirikan sebuah perkemahan di wilayah al-Maghmis. Abrahah dengan orang-orang Arab melakukan perundingan di wilayah tersebut, namun tidak berhasil. Pada akhirnya, Abrahah dan pasukannya menyerang Mekkah tetapi mengalami kegagalan. Hal ini terekam dalam Q.S. al-Fîl [105]:1-2:

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِاَصْحٰبِ الْفِيْلِۗ اَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍۙ

Artinya: “Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia?”

Ibnu Katsir dalam kitab Lubâbut Tafsir Min Ibni Katsir, Juz 8: 540-541 menjelaskan bahwa, peristiwa tersebut selain merupakan salah ujian dari Allah untuk kaum Quraisy, juga merupakan nikmat. Mereka berhasil menghindar dari pasukan bergajah yang telah berupaya dengan kuat untuk menghancurkan Ka’bah serta menghilangkan keberadaannya. Namun, niat tersebut digagalkan oleh Allah dengan membinasakan dan menghinakan mereka, menyesatkan mereka, serta berhasil mengembalikan mereka ke asalnya. Mereka itu adalah kaum Nasrani yang mana agama mereka lebih dekat dengan kaum Quraisy, yaitu menyembah berhala.

Baca juga: Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 28-30: Kecaman terhadap Kaum Musyrikin Mekah

Ibnu Asyur menyatakan bahwa kebinasaan Abrahah dan pasukan bergajah itu semata-mata terjadi karena Allah, Tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad saw. Tidak ada keterkaitannya dengan berhala-berhala yang disembah oleh kaum musyrikin. Hal demikian merupakan pembelaan Allah terhadap rumah-Nya, terlebih lagi pembelaan Allah terhadap rasul-Nya.

Allah membinasakan Abrahah dan pasukan bergajah karena mereka memiliki tipu daya atau upaya negatif yang tersembunyi guna menggapai tujuan tertentu. Quraish Shihab dalam kitab Tafsir al-Misbah, Juz 15: 524 menjelaskan bahwa tipu daya dimaksud bermula dari mengalihkan manusia dari Baitullah di Makkah yang dibangun atas dasar ketaatan kepada Allah. Kemudian mengalihkan ke gereja yang dibangunnya untuk mendapat kedudukan duniawi di mata Negus, serta upaya mereka untuk meruntuhkan Ka’bah.

Pertolongan Allah melalui Burung Ababil

Pada saat Abrahah dan pasukan bergajah berupaya untuk menyerang Ka’bah, Allah mengirim pasukan burung ababil guna menolong penduduk Makkah dan menyelamatkan rumah-Nya. Peristiwa ini terekam dalam Q.S. al-Fîl [105]: 3-5:

وَّاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَۙ تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍۙ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍ ࣖ

Artinya: “dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat).”

Dalam kitab Tafsir al-Qurthubi, Juz 20: 744-745 dijelaskan bahwa pada saat Abrahah dan pasukan bergajah menyerang Ka’bah, Allah mengutus segerombolan burung dari arah laut yang memiliki kemiripan dengan burung-burung laut dan burung tiung. Tiap-tiap burung membawa tiga buah batu, satu batu dibawa dengan menggunakan paruhnya, sementara dua batu lainnya dibawa dengan menggunakan cakar yang ada pada kedua kakinya. Adapun ukuran batu yang dibawa oleh segerombolan burung tersebut seperti ukuran kacang humush dan kacang ‘adas.

Baca juga: Tafsir Surat Al-A’raf Ayat 80-81: Benarkah Kaum Nabi Luth Homoseksual?

Batu yang mengenai Abrahah dan pasukannya pasti menjadikan mereka mati terkapar. Tetapi, tidak semua batu yang dilemparkan oleh segerombolan burung tersebut mengenai pasukan bergajah. Diantara mereka ada yang keluar dan melarikan diri ke arah jalan yang mereka lewati sebelumnya.

Abrahah dan pasukannya yang terlihat perkasa pada awalnya, mereka hancur lebur karena lemparan batu dari segerombolan burung. Mereka berjatuhan di jalan-jalan, potongan dari bagian tubuh mereka berserakan disetiap penjuru tempat tersebut. Begitu pula Abrahah, ia terkena lemparan batu dibagian tubuhnya, yang pada akhirnya Abrahah pun mati setelah jantungnya keluar dari dadanya. Segerombolan burung tersebut yang kini populer dikenal dengan burung ababil.

Peristiwa tersebut sebagai bukti adanya kekuasaan Allah. Terkadang, sebagai seorang makhluk sudah melakukan prediksi yang diyakini sangat tepat. Akan tetapi, prediksi tersebut bisa saja melesat dan tidak sesuai harapan. Allah dapat melakukan apa saja guna menghalagi setiap langkah makhluk-Nya yang hendak berupaya untuk menandingi kebesaran-Nya dan menghalangi tujuan serta kehendak-Nya.

Wallahu a’lam[]

Muhammad Ilham Muzhoffar
Muhammad Ilham Muzhoffar
Mahasiswa UIN Walisongo Semarang
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...