Sosok Abdullah Yusuf Ali merupakan tokoh yang cukup populer terutama di kalangan muslim India dan cendekiawan Eropa. Namun demikian, ia tidak mendapatkan popularitas yang ‘sepadan’ dalam lintas sejarah pembaharuan muslim India, sehingga hampir-hampir tidak tercatat sebagai salah satu pembaharu Islam di tanah India. Sudah lumayan lama Yusuf Ali menekuni kajian-kajian seputar Al-Quran. Ia mendalami berbagai seluk beluk literatur tafsir, mulai dari tafsir klasik hingga mutakhir, baik yang ditulis dalam bahasa Arab ataupun bahasa Ingris.
Biografi Ringkas Abdullah Yusuf Ali
Merujuk pada keterangan Sherif dalam bukunya Searching for Solace: A Biography of Abdullah Yusuf Ali, Interpreter of the Qur’an, Abdullah Yusuf Ali lahir di Bombay pada tanggal 14 April 1872 di sebuah kota tekstil di Gujarat, India Barat. Kota kelahirannya itu menjadi keresidenan Bombay pada masa kejayaan Raj. Ia hidup dan tumbuh di tengah-tengah keluarga pedagang yang tajir. Ayahnya sendiri adalah seorang saudagar Bombay yang taat agama. Sementara ibunya wafat ketika ia masih bayi. Sedari kecil, Yusuf Ali sudah menerima pendidikan agama dan menjadi penghafal Al-Quran.
Awal perkelanaan intelektual Yusuf Ali di mulai ketika bersekolah di Bombay. Di sana, ia masuk di Anjuman el-Islam pada tahun 1881 saat berusia 9 tahun. Setelah itu, ia mengikuti pendidikan di Wilson School (1884-1887), sebuah sekolah menengah di Scodlandia. Ketika berusia 15 tahun, ia mendaftar di Wilson College yang berafiliasi dengan Universitas Bombay (1887). Karena prestasi yang gemilang, Yusuf Ali berkesempatan meraih beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke St. Jhon University Cambridge, dengan program studi ilmu hukum (1891).
Karir Abdullah Yusuf Ali diawali setelah ia menyelesaikan kuliah hukumnya di St. John University, Cambridge, yaitu dengan mengikuti pendaftaran pegawai negeri India (Indian Civil Service) pada tahun 1894. Pengumuman kelulusannya pada tahun 1895 dan ia mulai melaksanakan tugasnya pada tahun 1896 di United Province (UP), India. Masa karir merupakan masa penuh dinamika yang melibatkan berbagai aktivitas publik dan pembicaraan intelektual seorang Yusuf Ali.
Baca juga: Vernakularisasi Al-Qur’an Terjemah Bahasa Aceh: Upaya Melestarikan Warisan Budaya Lokal
Selain dikenal menggandrungi dunia penafsiran Al-Quran, Yusuf Ali merupakan sosok pujangga penikmat sastra Persia dan sastra Ingris klasik. Para sastrawan Ingris bahkan tak ragu memuji kemampuan dan penguasaan gramatika bahasa Yusuf Ali. Mereka menyebutnya sebagai Shakespeare Ingris. Ia menjadi rujukan penting dalam diskursus keilmuan sastra Ingris. Seperti halnya Ahmad Khan, Yusuf Ali membela kepentingan umat Islam dengan penuh loyalitas. Dalam kehidupan pribadi, sosial bahkan keagamaan, Yusuf Ali berupaya memadukan paradigma dunia Timur dan Barat. Sebuah idealisme yang rumit dan penuh tantangan ingin ia wujudkan dalam kultur pemikiran umat Islam.
Yusuf Ali tutup usia pada tanggal 10 Desember 1953 di usianya yang ke 81 tahun setelah terkena serangan jantung dan dirawat di RS. St. Sthephenis Hospital. Ia dimakamkan di pemakaman muslim di Brockward-Suri, Ingris. Masih menurut Sherif, ada sekitar 125 tulisan Yusuf Ali yang terpublikasikan. Di antaranya adalah Life and Labour of the People of India, Anglo Muhammadan Law, Muslim Education Ideals, The Making of India: a Brief History, The Fundamental of Islam, Personality of Muhammad, dan Religious Polity of Islam.
The Holy Qur’an: Text, Translation and Commentary
Di tengah-tengah kesibukan sebagai ketua Islamic College di Lahore-Pakistan, Yusuf Ali menyisihkan waktu luang untuk menyelesaikan pekerjaannya menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Ingris berikut tafsirnya, yang diberi judul The Holy Qur’an: Text, Translation and Commentary. Karya ini adalah karya paling fenomenal Abdullah Yusuf Ali. The Holy Qur’an pertama kali dipublikasikan pada tahun 1934.
Penerjemahan, ulasan, lampiran dan tafsir yang ditulis dalam gaya syair yang tak bersajak, atau dalam bentuk prosa yang ritmik. Dalam karya itu, Ali menyajikan terjemahan bahasa Inggris yang berdampingan letaknya dengan teks bahasa Arab. Terjemahan bahasa Inggris ini tidak sekedar menukar sebuah kata dalam bahasa Arab dengan kata lain dalam bahasa Inggris, tetapi dengan mengungkapkan sebaik mungkin untuk mengeluarkan makna sepenuhnya sebagaimana yang dimaksud dari bahasa Arabnya.
Baca juga: Dua Dimensi Makna Puasa Menurut Sinta Nuriyah, Ragam Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 183
Abdullah Yusuf Ali sangat mengusahakan irama musik dan nada bahasa asalnya yang begitu agung dan indah memantul dalam terjemahan ini, sehingga pembaca dapat membacanya bukan hanya dengan mata, lisan dan suara, tetapi juga dengan cahaya yang mengisi intelek manusia. Bahkan dengan cahaya yang paling dalam dan murni yang diberikan oleh hati nurani dan kesadaran batin manusia. Yusuf Ali menghabiskan 40 tahun untuk menyempurnakan karyanya ini. Wajarlah bila karya ini sangat terkenal, karena Yusuf Ali telah berkelana, rihlah ilmiyah, membuat catatan-catatan, menemui tokoh-tokoh dan menggali pikiran dan hati mereka ketika menyempurnakan karya ini.
Lebih dari setengah abad lamanya sejak pertama kali diterbitkan, tafsir karya Yusuf Ali memiliki posisi penting dalam sejarah besar khazanah tafsir Al-Quran berbahasa Ingris sampai sekarang dan telah tersebar ke berbagai belahan dunia. Tafsir yang memiliki kekhasan pada gaya bahasa ini sudah berulang kali dicetak dan diterbitkan kembali dalam jumlah jutaan eksemplar. Hingga detik ini, The Holy Qur’an hampir menembus seluruh penjuru dunia dan menjadi salah satu literatur pokok bagi sarjana muslim Barat.
Baca juga: Theodor Nöldeke: Sarjana German Pelopor Kajian Sejarah Al-Qur’an
Ibrahim dalam tulisannya Telaah The Holy Qur’an Karya Abdullah Yusuf Ali, memetakan beberapa rujukan yang digunakan Yusuf Ali selama penulisan The Holy Qur’an. Diantara rujukan-rujukan itu adalah Tafsir al-Thabari, Tafsir al-Kashshaf, Tafsir al-Kabir, Anwar al-Tanzil, Tafsir Ibnu Katsir, dan Tafsir al-Manar. Sementara untuk referensi pendukung non-tafsir yang digunakan adalah Lisan al-Arab, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, Encyclopedia of Islam, dan masih banyak lagi.
Semoga kita semua bisa meneladani sosok seperti Yusuf Ali, pribadi produktif berkarya dengan sentuhan-sentuhan pemikiran yang mampu memikat semua orang. Bukan hanya kalangan umat Islam sendiri, bahkan akademisi Barat pun sama. Serta semoga, semua jerih payah Yusuf Ali yang melekat pada setiap karya-karyanya menjadi amal jariyah yang terus menyiramkan keberkahan untuknya. Amin.
Wallahu a’lam []