Nabi Musa as yang Ringan Tangan dan Doa Ketika Lapar

Nabi Musa as yang Ringan Tangan dan Doa Ketika Lapar
Ringan Tangan

Kisah tentang Nabi Musa As adalah kisah yang paling banyak dimuat dalam Al Qur’an. Kisah-kisahnya termaktub dalam lebih dari 30 surah (al-Fann al-Qashashi fi al-Qur’an al-Kariim, 98-112). Meski demikian, kisah mengenai Nabi Musa tidak disebutkan secara detail dan selesai dalam satu surah. Sebagian surah hanya menceritakan perjalanan hidupnya secara global, untuk kemudian diambil pelajaran dan hikmahnya oleh umat Nabi Muhammad saw, baik secara moralitas sosial atau menjadi doktrin teologis.

Kisah Nabi Musa as tercecer di berbagai surah dan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa episode (setidak-tidaknya) sebagai berikut:

Episode pertama adalah kisah bagaimana Nabi Musa as lahir dan kemudian hidup di dalam istana Fir’aun yang megah di Mesir. Episode berikutnya adalah tentang bagaimana Nabi Musa as dikisahkan membunuh seorang penduduk lalu melarikan diri ke Madyan, kemudian ia kembali ke Mesir, menjadi Rasul dan menumpas kedzaliman Fir’aun. Selanjutnya ia meninggalkan Mesir menuju Palestina, lalu bertemu Tuhan untuk kedua kalinya, dan terakhir, pertemuannya dengan Nabi Khidir As.

Ada enam surah yang paling rinci membahas kisah Nabi Musa as. Antara lain, surah Thaha, al-Qashash, an-Naml, al-Kahfi, dan asy-Syu’ara. Dari enam surah tersebut, surah Al-Qashash adalah surah yang dinilai paling komplit menyajikan kisah mengenai Nabi Musa as. Salah satunya yang akan dibahas di sini, yaitu kisahnya yang ringan tangan kepada orang yang membutuhkan. Kisah ini spesifiknya termaktub dalam QS. Al-Qasas: 24 berikut:

فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ

Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh, lalu berdoa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku” (QS. Al-Qashash: 24).

Baca juga: Meski di Bawah Pimpinan Firaun, Allah Tak Perintahkan Nabi Musa Untuk Berontak

Tafsir Surah Al-Qashash Ayat 24

Dalam Tafsir Al-Qur’an al-Adhiim, Ibnu Katsir menulis rangkaian kisah yang menggiring Nabi Musa as berada di kondisi itu dan mengapa ia memanjatkan doa sebagaimana dipotret dalam surah Al-Qashash ayat 24.

Nabi Musa as bukanlah sosok yang biasa mengembara, sebab sebagaimana kisah yang sudah lama sampai di telinga kita, bahwa ia sejak kecil sudah biasa dengan “kenyamanan” dan “kedudukan yang tinggi” di bawah atap istana Fir’aun.

Akan tetapi setelah mendengar berita Fir’aun menggalakkan pencarian dan penangkapan dirinya karena telah berbuat makar, mau tidak mau Nabi Musa harus berjalan sendirian dan kabur dari Mesir.

Ibnu Abbas menyebutkan, kepergian Nabi Musa as dari Mesir ini tidak disertai dengan bekal makanan yang memadai. Ia tak membawa apapun kecuali sayuran dan dedaunan dari pohon-pohon tertentu (Tafsir alQur’an al-‘Adhiim Vol VI, 226-229).

Ia berangkat bahkan tanpa menggunakan alas kaki, hingga ketika ia sampai di Madyan, kondisinya bisa terbilang buruk. Ia letih, lapar, dan ditambah  lagi melepuhnya telapak kakinya (alTafsir alBasiith Vol XVII, 372).

Baca juga: Pendidikan Moral dan Etika Sosial dalam Kisah Nabi Musa as. Dalam Q.S. al-Qashshash: 23-28

Di kota itu, Nabi Musa mendatangi sumber mata air. Di sana sudah banyak orang yang datang untuk antri menimba air dan meminumkannya kepada hewan ternak mereka. Mereka saling berebut dan saling mendahului.

Berbeda dengan dua orang perempuan (kakak beradik) di salah satu sudut, yang hanya diam dan tidak ikut antri. Nabi Musa as datang menghampiri mereka dan menanyakan apa keperluan mereka. Sama seperti mereka yang berdesakan, dua perempuan itu hendak memberi minum ternak ayah mereka yang sudah tidak mampu mengembala.

Mendengar kesulitan dua perempuan itu, Nabi Musa as berinisiatif membantu mereka mengambil air. Akan tetapi secara sengaja orang-orang curang menutup mulut sumber air itu dengan batu besar yang hanya bisa diangkat oleh 10 hingga 40 orang laki-laki dewasa. Nabi Musa kemudian maju dan berhasil mengangkatnya seorang diri. (al-Tafsiir al-Kabiir Vol XXIV, 587-589).

Nabi Musa akhirnya mampu mengambilkan air untuk ternak dua perempuan yang rupanya kakak-beradik itu. Setelah berterima kasih, kedua gadis itu meninggalkannya di bawah rindang pohon yang bernama Samurah, sebagaimana disebutkan Imam al-Jalalain dalam tafsirnya (Tafsiir al-Jalaalain Vol I, 510).

Di bawah perlindungan pohon itu, Nabi Musa memanjatkan doa dengan mantab.

رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ

“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku” (QS. Al-Qashash: 24).

Ulama tafsir sepakat, bahwa tafsir dari kata khair pada doa tersebut adalah tha’am atau makanan. Karena memang doa tersebut dipanjatkan ketika Nabi Musa as berada di kondisi yang sangat lapar dan membutuhkan makan, akan tetapi jika ditinjau dari keumumannya redaksinya dan ingin kembali dikontekstualisasikan, maka tidak masalah jika makna doa tersebut bisa disesuaikan dengan kebutuhan pembaca masing-masing. Wallahu a’lam.

Baca juga: Ingin Diberi Kelancaran Urusan? Baca Doa Nabi Musa Ini!