BerandaTafsir TahliliTafsir Surah at-Tahrim ayat 1-2

Tafsir Surah at-Tahrim ayat 1-2

Sumpah merupakan perjanjian akan suatu hal dan wajib untuk ditunaikan, namun dalam Islam ada beberapa sumpah yang boleh untuk dilanggar dengan memenuhi syaratnya. Hal ini dicontohkan oleh Rasul dalam Tafsir Surah at-Tahrim ayat 1-2, ketika itu Rasulullah bersumpah untuk tidak meminum madu padahal madu merupkan minuman yang halal. Tafsir Surah at-Tahrim ayat 1-2 merupakan teguran Allah kepada Rasul untuk membatalkan sumpahnya tersebut.


Baca Juga: Surah al-Maidah 89: Sumpah Palsu dan Kafarat Ausath Al-Tha’am


Ayat 1

Pada ayat ini, Allah menegur Nabi saw karena bersumpah tidak akan meminum madu lagi, padahal madu itu adalah minuman yang halal. Sebabnya hanyalah karena menghendaki kesenangan hati istri-istrinya.

Ayat 2

Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa Dia telah menetapkan satu ketentuan yaitu wajib bagi seseorang membebaskan dirinya dari sumpah yang pernah diucapkannya dengan membayar kafarat sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah:

فَكَفَّارَتُهٗٓ اِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيْنَ مِنْ اَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ اَهْلِيْكُمْ اَوْ كِسْوَتُهُمْ اَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ ۗفَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ ۗذٰلِكَ كَفَّارَةُ اَيْمَانِكُمْ اِذَا حَلَفْتُمْ ۗوَاحْفَظُوْٓا اَيْمَانَكُمْ ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ   ٨٩

Maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Barangsiapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah. (al-Ma’idah/5: 89)

Sumpah yang wajib dilanggar ialah jika bersifat menghalalkan sesuatu yang hukumnya haram, atau sebaliknya sumpah itu mengharamkan sesuatu yang halal. Untuk membatalkan sumpah tidak minum madu, Nabi saw telah memenuhi ketentuan Allah tersebut di atas, dengan membayar kafarat yaitu memerdekakan seorang budak, sebagaimana yang diinformasikan dalam sebuah hadis:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ مَنِ الْمَرْأَتَانِ اللَّتَانِ تَظَاهَرَتَا؟ قَالَ: عَائِشَةُ وَحَفْصَةُ. وَكَانَ بَدْأُ الْحَدِيْثِ فِي شَأْنِ مَارِيَةَ أُمِّ إِبْرَاهِيْمَ الْقِبْطِيَّةِ أَصَابَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِ حَفْصَةَ فِي يَوْمِهَا فَوَجَدَتْ حَفْصَةُ فَقَالَتْ: يَا نَِبيَّ اللهِ لَقَدْ جِئْتَ إِلَيَّ شَيْئًا مَا جِئْتَهُ إِلَى أَحَدٍ مِنْ أَزْوَاجِكَ فِي يَوْمِي وَفِي دَوْرِيْ وَعَلَى فِرَاشِي؟ قَالَ: أَلاَّ تَرْضِيْنَ أَنْ أُحَرِّمَهَا فَلاَ أُقَرِّبُهَا؟ قَالَتْ: بَلَى، فَحَرَّمَهَا. وَقَالَ: لاَتَذْكُرِي ذَلِكَ لِأَحَدٍ، فَذَكَرَتْهُ لِعَائِشَةَ، فَأَظْهَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ فَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى: (يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاتَ أَزْوَاجِكَ) الأية كُلَّهَا، فَبَلَغْنَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَفَّرَ يَمِيْنَهُ     وَأَصَابَ جَارِيَتَهُ. (رواه ابن حرير وابن منذر)

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Saya bertanya kepada ‘Umar bin Khaththab tentang siapa kedua perempuan yang membongkar rahasia itu? Ia berkata, ‘Aisyah dan Hafshah.’ Dia mengawali cerita tentang Ummu Ibrahim (Mariyah) al-Qibthiyyah yang digauli Nabi saw di rumah Hafshah pada hari (giliran)nya, lalu Hafshah mengetahuinya. Hafshah lalu berkata, ‘Wahai Nabi Allah, engkau telah memperlakukan saya dengan perlakuan yang tidak engkau lakukan kepada istri-istrimu yang lain pada hari saya, rumah saya, dan di atas tempat tidur saya.’ Nabi berkata, ‘Senangkah engkau bila saya mengharamkannya dengan tidak menggaulinya lagi?’ Ia menjawab, ‘Baik, haramkan dia’! Nabi lalu berkata, ‘Janganlah engkau katakan hal ini kepada siapa pun.’ Tetapi Hafshah mengatakannya kepada ‘Aisyah. Kemudian Allah memberitahukan hal itu kepada Nabi saw, lalu menurunkan ayat: “ya ayyuhan-nabiyyu lima tuharrimu…” dan seterusnya. Kami mendapat berita bahwa Nabi saw membayar kafarat sumpahnya dan menggauli Maryam al-Qibtiyyah kembali.” (Riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir)

Kesimpulan dari apa yang terkandung dalam ayat ini adalah bahwa yang diharamkan Nabi saw untuk dirinya adalah sesuatu yang telah dihalalkan Allah, bisa berupa budak, minuman, atau yang lainnya. Apa pun kasusnya, yang jelas Nabi mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah. Oleh karena itulah, Allah menegur dan meminta Nabi untuk membatalkan sumpahnya dan membayar kafarat.

Di bagian akhir ayat ini dijelaskan bahwa Allah adalah pelindung orang beriman, mengalahkan musuh-musuhnya, memudahkannya menempuh jalan yang menguntungkan di dunia dan di akhirat, memberikan hidayat dan bimbingan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dia Maha Mengetahui apa yang mendatangkan maslahat. Allah Mahabijaksana dalam mengatur segala sesuatunya, tidak akan melarang dan memerintahkan sesuatu kecuali tujuannya ialah maslahat manusia.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya: Tafsir Surah at-Tahrim ayat 3-5


Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Catatan interpolasi tafsir Jami‘ al-Bayan karya Al-Ijiy pada naskah Jalalain Museum MAJT

Jami’ al-Bayan: Jejak Tafsir Periferal di Indonesia

0
Setelah menelaah hampir seluruh catatan yang diberikan oleh penyurat (istilah yang digunakan Bu Annabel untuk menyebut penyalin dan penulis naskah kuno) dalam naskah Jalalain...