Memang benar bahwa penyusunan ayat dan surah di dalam al-Quran berdasarkan sistem tauqifi (diatur langsung oleh Allah Swt.), bukan berdasarkan urutan turunnya. Sehingga bisa saja ayat atau surah yang turun belakangan ternyata diletakkan lebih depan daripada yang turun lebih awal. Terbukti yang termaktub sebagai surah pertama adalah Al-Fatihah, meski banyak yang meyakini surah Al-Alaq lah yang pertama kali turun.
Opini umum di masyarakat meyakini bahwa ayat al-Quran yang turun pertama kali adalah Al-Alaq 1-5, tepat saat Nabi sedang melakukan tahannust (berkhalwat) di Gua Hira’. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah, ra dalam kitab Sahih Bukhari, jilid 1 halaman 7, beliau berkata:
”Permulaan turunnya wahyu kepada Nabi berupa mimpi yang benar (ar-Ru’yah as-Shadiqah) dan Nabi tidak melihat wahyu datang melainkan bagaikan cahaya subuh. Kemudian Nabi diberi kecenderungan untuk berkhalwat (menyendiri) mengucilkan diri dari manusia untuk bertahannus di Gua Hira’. Melakukan ibadah selama beberapa hari dengan bekal secukupnya. Jika bekalnya habis, ia pulang ke Khadijah, lalu kembali lagi dengan hal yang sama. Hingga datanglah Malaikat (Jibril) dan berkata, “Bacalah wahai Muhammad.” Nabi menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Lalu Jibril mendekapnya dan menutupi Nabi hingga beliau merasa payah. Tidak lama dari itu, Jibril melepasnya dan berkata dengan hal yang sama. Jawaban Nabi pun tidak jauh beda dari sebelumnya. Hingga untuk perintah Jibril yang ketiga, Nabi menjawab, “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu, yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang Mulia, yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajar manusia apa yang tidak tahu.”
Tiga pendapat lain tentang surah yang pertama kali turun
Namun As-Suyuthi dalam kitab al-Itqan fi Ulum al-Quran, jilid 1 halaman 91, menyebutkan bahwa ada tiga pendapat berbeda dari para ulama mengenai hal ini.
Pendapat pertama mengatakan bahwa sebenarnya ayat yang turun pertama kali kepada Rasulullah saw. bukanlah iqra’ bismi rabbika, melainkan surah al-Mudatsir.
Landasan ulama dalam pendapat ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Salamah bin Abdurrahman. Suatu saat beliau bertanya kepada Sahabat Jabir bin Abdullah, “Yang manakah (al-Quran) yang lebih awal turun, al-Mudatsir atau Iqra’?” Jabir menjawab, “Akan aku ceritakan kepadamu sesuatu yang telah diceritakan oleh Rasulullah.” Yaitu:
“Suatu ketika aku berdiam (iktikaf) di Gua Hira’. Sehabis itu aku pun turun lalu memasuki lembah, dengan melihat ke arah depan-belakang, kanan-kiri dan terakhir aku melihat ke atas (langit) yang di sana ada Jibril. Aku pun merasa dingin, lalu mendatangi Khadijah dan menyuruhnya menyelimutiku. Hingga Allah pun menurunkan surah al-Mudatsir.”
Berbagai kritik tertuju dari banyak ulama pada pendapat ini. Di antaranya bahwa yang dimaksud al-Mudatsir yang pertama kali turun adalah dalam rangka risalah (kerasulan) untuk disampaikan kepada umat manusia. Sebagaimana pesan yang ada, yaitu untuk bersabar, meninggalkan perbuatan dosa dan lain sebagainya. Sementara ayat Iqra’ turun pertama kali dalam rangka nubuwah (diangkat sebagai nabi).
Di samping itu, terdapat juga hadis yang diriwayatkan oleh Abi Salamah dari Jabir yang mendengar Nabi saw. menceritakan tentang masa kekosongan wahyu (Fatra al-Wahyi), beliau berkata:
“Saat sedang duduk, aku mendengar suara, lalu aku mendongakkan kepalaku ke atas (langit) dan tiba-tiba Malaikat yang pernah mendatangiku di Gua Hira’ duduk di kursi antara langit dan bumi. Aku pun kembali dan berkata, “Selimuti aku, selimuti aku.” Lalu turunlah surah al-Mudatsir.”
Ketika Nabi mengatakan bahwa Malaikat itu pernah datang saat beliau di Gua Hira, berarti jelas bahwa malaikat itu pernah datang ke Nabi sebelumnya dan bisa jadi ketika menyampaikan wahyu surah al-Alaq.
Baca juga: Al-Alaq ataukah Al-Muddatstsir, Surat Yang Pertama Kali Diturunkan?
Pendapat kedua adalah pendapat yang mendapatkan banyak dukungan dari kalangan mufassirin, bahwa surah yang pertama kali turun adalah surah Al-Fatihah. Ini sebagaimana yang dinyatakan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abi Maisarah Umar bin Surahbil bahwa Rasulullah saw. berkata kepada Khadijah:
Ketika aku berkhalwat (menyendiri), aku mendengar suara panggilan, sungguh demi Allah aku khawatir ini adalah suatu pertanda. Khadijah menjawab, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh Dia tidak akan melakukan apapun kepadamu. Engkau adalah orang yang menunaikan amanah, menyambung tali silaturahmi, dan menyampaikan berita (benar).”
Tiba-tiba Abu Bakar masuk dan Khadijah menceritakan apa yang telah terjadi pada Nabi, lalu dia menyuruhnya untuk berangkat ke Waraqah bin Naufal bersama Nabi. Ketika keduanya berangkat menuju Waraqah, Nabi berkata:
“Ketika aku berkhalwat, aku mendengar suara memanggil di belakangku, ‘Wahai Muhammad, wahai Muhammad!’ Hingga aku pun lari kencang. Waraqah berkata, ‘jangan lakukan hal itu. Diamlah dan dengarkan apa yang dikatakan, lalu setelah itu datanglah kepadaku dan ceritakan apa yang terjadi.”
Tidak lama setelah itu, Nabi berkhalwat, dan suara panggilan itu pun terulang, yaitu:
“Wahai Muhammad, bacalah al-hamdulillahi rabbi al-‘alamin…” sampai akhir ayat.
Baca juga: Peran Sayyidah Khadijah Saat Nabi Menerima Wahyu Pertama di Bulan Ramadan
Pendapat ketiga adalah pendapat yang diceritakan Ibnu Naqib dalam kitab tafsirnya. Bahwa ayat yang pertama kali turun kepada Nabi adalah basmalah. Juga hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. bahwa pertama kali ketika Jibril menyampaikan wahyu kepada Nabi, dia berkata:
“Wahai Muhammad, berlindunglah kepada Allah, lalu bacalah bismillahirrahmanirrahim.”
Pendapat ketiga ini dikomentari oleh As-Suyuthi, bahwa pendapat ini masih ada hubungan erat dengan dua pendapat sebelumnya. Sebab basmalah sudah pasti ikut dalam setiap ayat atau surah yang diturunkan, kecuali surah At-Taubah.
Baca juga: Mengapa Surat At-Taubah Tanpa Basmalah? Begini Penjelasannya Dalam Tafsir Al-Mishbah