Islah Gusmian, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta, dikukuhkan sebagai guru besar Ilmu Tafsir (16/5). Bertempat di Graha UIN Surakarta dia menyampaikan pidato pengukuhan dengan judul “Tafsir Al-Qur’an dan Lanskap Kejawaan: Resepsi, Transmisi dan Strategi Budaya”. Islah Gusmian menjadi profesor ke-16 UIN Raden Mas Said Surakarta.
Baca Juga: Belajar dari Islah Gusmian, Peneliti Khazanah Al-Qur’an dan Manuskrip Nusantara
Dalam pidatonya, Islah menceritakan minat dan ketertarikannya akan naskah-naskah tafsir Al-Qur’an berbahasa Jawa sejak dia menjadi dosen di UIN Surakarta. Hubungan antara Al-Qur’an dan tafsir dengan ruang batin Jawa yang terabaikan di tradisi akademik menjadi kegelisahan Islah. Dia pun mendirikan Pusat Kajian Naskah dan Khazanah Islam Nusantara di kampusnya. Islah lantas mengumpulkan satu persatu naskah keagamaan hingga mencapai ribuan untuk dia dokumentasi, digitalisasi dan teliti.
Salah satu hasil dari ketekunannya adalah disertasi yang terbit tahun 2014 di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta tentang dialektika tafsir Al-Qur’an dan praktik politik rezim Orde Baru (1968-1998). “Dalam riset itu saya menunjukkan bahwa sebagai produk ilmu pengetahuan, penafsiran Al-Qur’an dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah faktor genealogi pengetahun penafsir, audiens, konteks sosial politik ketika tafsir ditulis dan dipublikasikan. Ada pengaruh latar belakang, peran sosial, budaya, dan politik penafsir,” Demikian keterangan Islah.
Selanjutnya, Islah mengisahkan perhatiannya pada karya-karya mufasir yang mempublikasikan tafsir Al-Qur’an dengan sejumlah perangkat kebudayaan (bahasa) Jawa. Dia menyebut sejumlah nama: Kiai Salih bin Umar al-Samarani (1820-1903), Kiai Imam Ghozali Solo (1887-1969), ST. Cahyati, Raden Muhammad Qamar/Tafsir Anom V (1854-1927), Raden Muhammad Adnan (1889-1969), Bagus Ngarpah, Munawar Chalil (1908-1961), Kiai Bisri Mustafa (1916-1994), Kiai Mujab Mahalli (1958-2003), Bakri Syahid (1918-1994) hingga Kiai Shodiq Hamzah.
Karya para mufasir itu, menurut Islah, luput dari perhatian peneliti Barat. Padahal karya mereka memiliki kedalaman dan kekhasan. Bagaimana Al-Qur’an dipahami pesan-pesanya, bagaimana pergumulan yang terjadi, sejauh mana nilai dan tradisi Jawa berperan dalam membangun dan menghasilkan suatu tafsir serta bagaimana nilai-nilai Jawa dibawa dan Al-Qur’an diresapi, menjadi hal-hal yang menarik dikaji.
“Al-Qur’an dan Islam diresepsi, diadopsi, diadaptasi dan ditransformasikan para ulama di Jawa secara dinamis dan kreatif dalam ruang batin dan kesadaran masyarakat. Jowo digowo, Arab digarap, Barat diruwat mencerminkan praktik tersebut. Jowo digowo mengandung pesan jangan pernah meninggalkan nilai dan tradisi baik yang telah hidup dalam kesadaran mayarakat Jawa. Arab digarap artinya segala yang datang dari Arab sebaiknya dipelajari, dimengerti dan dipahami terlebih dahulu dengan baik. Sedangkan Barat diruwat artinya segala hal yang mengalir dari Barat selaiknya dipilah dan dipilih yang sesuai nilai kehidupan masyarakat. Dan para penulis tafsir Al-Qur’an Jawa telah membuktikannya secara elegan dalam beragam tafsir Al-Qur’an yang mereka tulis,” pungkas Islah.
Islah Gusmian menempuh pendidikan di MI Tarbiyatul Athfal Bulumanis Lor, MTs Salafiyah Kajen Pati, dan MA Salafiyah Kajen Pati. Adapun pendidikan S1 hingga S3 ia selesaikan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Semasa mahasiswa, Islah dikenal sebagai editor buku dan kolumnis di sejumlah media massa lokal dan nasional.
“Riset-riset Islah Gusmian penting karena memotret Islam dan lokalitas. Kita butuh kajian-kajian keagamaan yang adaptif. Universitas Islam punya kontribusi besar agar Islam tetap relevan di segala masa dan di mana saja,” papar Mudofir, Rektor UIN Raden Mas Said Surakarta dalam sambutannya.