Ibadah Kurban dan Permasalahan Kontemporer

Ibadah Kurban dan Permasalahan Kontemporer
Ilustrasi hewan kurban.

Ibadah kurban identik dengan perayaan Iduladha yang berlangsung setahun sekali. Meskipun demikian, masih sering bermunculan pertanyaan-pertanyaan seputar ibadah satu ini, khususnya yang terkait dengan permasalahan kontemporer. Misalnya hewan apa saja yang boleh dikurbankan dan apakah boleh memperjual belikan daging kurban? Tulisan ini hendak mengulasnya satu persatu.

Kurban dalam istilah fikih merupakan penyembelihan hewan tertentu guna mendekatkan diri kepada Allah atau biasa disebut “udhiyyah”. Pelaksanaannya mulai dari terbitnya matahari pada hari raya Iduladha, hingga matahari tenggelam di akhir hari tasyrik yaitu pada tanggal 13 Zulhijah. Hukumnya sunnah mu’akkadah atau sangat dianjurkan.

  1. Tata Cara Pelaksanaan Kurban

Tata cara penyembelihan hewan kurban yaitu, baik orang yang menyembelih harus menghadap kiblat, begitupun juga hewan kurbannya harus dibaringkan dalam keadaan menghadap kiblat. Selanjutnya orang yang menyembelih membaca basmalah, selawat, takbir tiga kali, dan tahmid satu kali, kemudian membaca doa menyembelih. Dalam menyembelih, harus dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam dan diharamkan memakai gigi dan kuku.

Sedangkan untuk pemotongan urat leher, harus diperhatikan tiga organ leher dari binatang kurban, yaitu mari (jalan makanan dan minuman), khulqum (jalur pernafasan), dan wadajain (otot tempat lewatnya darah yang mengapit mari dan khulqum).

  1. Syarat Hewan yang Dikurbankan

Kurban merupakan ibadah yang muqayyad atau terikat, maka dari itu dalam pelaksanaanya mesti diatur dengan syarat dan rukun yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Tidak semua hewan bisa dijadikan sebagai hewan kurban. Hewan yang boleh dikurbanan hanyalah hewan ternak sejenis unta, domba, kambing, dan kerbau. Tidak berupa binatang ternak yang sejenis dengan unggas seperti bebek ataupun ayam.

Baca juga: Dasar Hukum dan Syarat-Syarat Penyembelihan Hewan Kurban

Selain itu, syarat lainnya hewan kurban harus sudah cukup umur sesuai dengan takaran yang sudah diperinci oleh para ulama fikih. Kemudian hewan tersebut juga harus normal dan sehat, tidak boleh ada bagian tubuh dari hewan tersebut yang cacat, baik itu cacat fisik maupun cacat mental atau gila. Hewan yang dalam keadaan mengandung, berapapun usia kehamilannya, dilarang dikurbankan. Dianjurkan hewan yang kondisinya gemuk dan banyak dagingnya.

  1. Patungan dalam Berkurban

Kemudian untuk pelaksanaannya, kurban boleh dilakukan secara berkelompok maupun pribadi. Dalam artian, jika seseorang ingin berkurban pribadi, maka berkurban kambing sudah cukup. Namun, jika ingin melaksanakan kurban secara berkelompok, maksimal sebanyak tujuh orang dan harus dengan hewan kerbau, sapi, atau unta. Seperti yang disabdakan Rasulullah saw. sebagai berikut.

فَأَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَشْتَرِكَ فِى الإِبِلِ وَالْبَقَرِ كُلُّ سَبْعَةٍ مِنَّا فِى بَدَنَةٍ  (متفق عليه)

“Maka kami diperintah oleh Nabi untuk bersekutu dalam satu unta atau satu sapi setiap tujuh orang dari kami”(Imam Muslim, Shahih Muslim, juz 4, hlm. 36; Imam Bukhari, Shahih Bukhari, juz 4, hlm. 88).

  1. Pembagian Daging Hewan Kurban

Selain daging kurban dibagikan kepada orang lain, orang yang berkurban juga berhak mendapat bagiannya sendiri dan dianjurkan memakan hewan kurbannya. Berbeda dengan orang yang bernazar. Mereka tidak diperbolehkan memakan hewan sembelihannya dan harus menyedekahkan semuanya.

Baca juga: Ketentuan Distribusi Daging Kurban

Pembagian daging hewan kurban kriterianya yaitu sepertiga untuk yang berkurban, sepertiga lagi untuk kerabat dan masyarakat umum, dan sepertiga yang lain untuk fakir miskin. Sesuai dengan firman Allah Swt. dalam surah Al-Hajj ayat 28 sebagai berikut.

لِّيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۚ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْبَاۤىِٕسَ الْفَقِيْرَ ۖ

“Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan Dia kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (Q.S. Al-Hajj [22]: 28).

  1. Memperjualbelikan Daging Kurban

Sedangkan apakah daging hewan kurban boleh diperjualbelikan? Hukum asal adanya kurban adalah untuk disedekahkan kepada fakir miskin secara gratis. Maka dari itu, hukum menjualnya adalah tidak diperbolehkan. Hal ini berlaku untuk semua anggota tubuh hewan yang dikurbankan. Tidak terkecuali tulang-belulangnya sekalipun. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. sebagai berikut.

من باع جلد أضحيته فلا أضحية له

“Siapa yang menjual daging kurban, maka baginya tidak ada kurban.” (Abu Abdullah Al-Hakim, Al-Mustadrak fii Shahihaini, juz 2, hlm. 422).

Keadaan Daging Kurban ketika Dibagikan

Dalam proses pembagian daging kurban disyaratkan dalam keadaan masih mentah atau belum dimasak. Hal ini agar si penerima bisa memanfaatkan menurut kebutuhannya sediri. Apakah mereka ingin memasaknya sendiri atau mau dijual yang hasilnya mereka gunakan untuk kebutuhan lainnya, karena daging tersebut sudah merupakan hak milik mereka.

Baca juga: Nabi Muhammad saw. Gemar Berkurban Setiap Tahun

Syekh Syamsuddin Muhammad Al-Ramli dalam kitabnya, Nihayah Al-Muhtaj ilaa Syarhi Al-Manhaj, menegaskan sebagai berikut.

وَيَجِبُ دَفْعُ الْقَدْرِ الْوَاجِبِ نِيئًا لَا قَدِيدًا

“Wajib menyerahkan kadar daging yang wajib disedekahkan dalam keadaan mentah, bukan berupa dendeng (daging kering yang sudah dimasak).” (Al-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj ilaa Syarhi Al-Manhaj, juz 27, hlm. 218).

  1. Niat Berkurban Sekaligus Niat ‘Aqiqah

Tidak menutup kemungkinan kalau ada saja anak yang lahir tepat tujuh hari sebelum tiba hari raya kurban. Maka dari itu, orang tua pasti berpikiran boleh atau tidaknya jika keduanya digabungkan. Walaupun dari segi pengertian dan maknanya berbeda, tetapi ternyata ulama berbeda pendapat dalam menyikapi hal ini.

Baca juga: Inilah Enam Perbedaan Kurban dan Akikah

Ulama yang berpendapat tidak boleh adalah mereka dari kalangan Malikiyah, Syafi’iyah, serta beberapa riwayat dari Hanabilah. Namun, para ulama Hanafiyah dan beberapa ulama Hanabilah berpendapat bahwa jika ibadah kurban dan ‘aqiqah digabung, maka hal itu sah-sah saja. Hal tersebut disamakan seperti keabsahan seseorang mandi dengan niat untuk melaksanakan salat hari raya sekaligus salat Jumat (Al-Bahuti, Syarh Muntahal Iradah, juz 4, hlm. 176).

  1. Berkurban untuk Orang Tua yang Sudah Meninggal

Permasalahan selanjutnya apakah bisa berkurban untuk orang tua yang sudah meninggal? dan apakah pahalanya sampai kepada orang yang sudah meninggal? Kembali lagi terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Beberapa ada yang beranggapan bahwa pahala bisa sampai kepada si mayat, tetapi ada juga yang berpendapat pahalanya tidak sampai.

Melihat dari adanya ibadah yang bisa dibadalkan atau digantikan, seperti haji anak untuk orang tuanya yang sudah meninggal, maka dari itu ada ulama yang memperbolehkan hal ini seperti Imam Nawawi. Sedangkan Imam Rafi’i berpendapat bahwa kurban seperti halnya sedekah yang memiliki manfaat bagi sang mayat. Namun, ulama kalangan Syafi’iyah berpendapat bahwa pahala tersebut tidak sampai kepada si mayat karena tidak ada dalil yang jelas dari Alquran maupun hadis (Hisamuddin, Al-Mufassal fii Ahkam Al-Adhiyyah, juz 1, hlm. 150).

Baca juga: Memaknai Hari Raya Kurban: Membaca Kembali Surah Al-Kautsar Ayat 2

Demikan pembahasan beberapa persoalan yang berkaitan dengan ibadah kurban yang semoga bisa menjawab kegelisahan pembaca. Selain itu, masih banyak lagi pertanyaan yang masih belum dibahas di sini. Semoga bermanfaat.

‘Alaa kulli haal, ‘Eid Al-Adha Al-Mubarrak. Wallahu a’laam bish shawwab.