BerandaTafsir TematikTafsir AhkamPenjelasan Ulama tentang Kurban Patungan

Penjelasan Ulama tentang Kurban Patungan

Kurban sapi patungan menjadi hal yang lumrah di sebagian masyarakat. Faktornya adalah budget mereka pas-pasan sehingga memutuskan untuk patungan membeli sapi sebagai hewan kurban. Panitia kurban biasanya mencari donatur untuk ikut serta berkurban patungan. Mereka memberi pengertian bahwa kurban tidak hanya dilakukan sendirian, melainkan bisa patungan.

Alasan mereka bermacam-macam, pertama agar ringan dalam mengeluarkan biaya, kedua agar hewan kurban yang disembelih bervarian sehingga tidak hanya merasakan daging kambing saja, ketiga memang sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat, dan lain sebagainya.

Pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan apakah boleh kurban sapi patungan? Dan siapa yang berhak menunggangi sapi yang dikurbankan dengan sistem patungan?. Berikut penjelasanya.

Hukum asal kurban sapi patungan

Dalam sebuah hadis riwayat Al-Hakim yang termaktub dalam al-Mustadrak ala al-Shahahaini li al-Hakim juz 4 halaman 256, Ibnu Abbas menceritakan:

كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فِيْ سَفَرٍ فَحَضَرَ النَّحْرُ فَاشْتَرَكْنَا فَيْ الْبَقَرَةِ عَنْ سَبْعَةٍ

“Kita bersama Rasulullah Saw. bepergian, kebetulan di tengah perjalanan hari raya idul adha datang. Akhirnya, kami membeli sapi sebanyak tujuh orang untuk dikurbankan.” (HR. al-Hakim)

Hadis tersebut menjadi pijakan para ulama dalam membolehkan hukum kurban sapi patungan. Tidak hanya itu, ada pula hadis dalam Sahih Muslim yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah.

كُنَّا نَتَمَتَّعُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم بِالْعُمْرَةِ فَنذْبَح الْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ نَشْتَرِكُ فِيْهَا

 “Kami Haji tamattu’ (mendahulukan umrah dari pada haji) bersama Rasulullah Saw. lalu kami menyembelih sapi dari hasil petungan sebanyak tujuh orang.” (HR. Muslim)

Dari kedua hadis tersebut dapat dipastikan bolehnya kurban sapi dengan sistem patungan, hal ini sudah pernah di praktikkan pada zaman Rasulullah Saw.

Pendapat ulama tentang kebolehan kurban patungan

Kebolehan  kurban secara patungan sudah disepakati baik oleh ulama salaf maupun ulama khalaf. Hal tersebut dikarenakan hukum asal kurban adalah bagi yang mampu dan tergolong sunah muakkad. Sehingga, kemampuan tersebut menjadi pertimbangan kebolehan satu sapi sebagai hewan kurban bagi tujuh orang.

Ulama salaf seperti imam Nawawi dalam kitabnya, al-Majmu’ mengatakan bolehnya kurban secara patungan baik patungan dengan orang lain maupun dengan keluarganya sendiri. Pendapat tersebut juga di jelaskan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni. Pendapat kebolehan tersebut di sepakati oleh jumhur ulama.

Akan tetapi, kebolehan kurban dengan system patungan tadi menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana keadaan hewan berupa hasil dari patungan tersebut besok di hari kiamat? Apakah tujuh orang naik ke sapi tersebut?

Baca juga: Dasar Hukum dan Syarat-Syarat Penyembelihan Hewan Kurban

Ahmad Baha’uddin Nursalim yang akrab di panggil Gus Baha, menjawab persoalan ini. Dalam channel youtube Kumparan Dakwah, Beliau menerangkan dan mengambil referensi dari kitab Mizan al-Kubra Imam malik membolehkan patungan kurban sapi dan dianjurkan patungan dengan keluarga sendiri. Alasannya sederhana: “agar besok di akhirat penunggang hewan kurbanya masih kerabatnya bukan orang lain,” tuturnya. Gus Baha dengan humorisnya mengatakan “tidak kebayang istri kita yang kita ikutkan patungan sapi nanti bersamaan dengan pria lain di akhirat”, beliau juga menuturkan “bagaiamana kalo besok barengan patungan kita masih di hisab, maka kelamaan kita nunggunya,” sontak semua jamaah tertawa.

Baca juga: Kisah Rencana Penyembelihan Nabi Ismail dan Asal-Usul Ibadah Kurban

Penyampaian Gus Baha tadi menganalogikan pendapat Imam Malik bahwa jika kurban secara patungan sebaiknya dengan kerabat, agar besok yang menunggangi dari kalangan terdekat kita. Akan tetapi, kata beliau “meskipun tidak kerabat sendiri, Allah punya banyak cara besok ketika kita menunggangi kendaraan kurban. Ketika kelamaan menunggu hisab kelompok tungganganya, bisa diganti dengan kendaraan yang disediakan Allah”. Allah maha kaya dan tidak kurang cara tutur beliau.

Pada akhir penyampaiaanya, Gus Baha mengatakan, “ibadah itu yang ikhlas, tidak usah mikir bagaimana-bagaimana”. “Soal nasib kurban secara patungan itu urusan Allah, tugas kita hanya ibadah semua ditentukan Allah,” tutur beliau.

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kurban dengan sistem patungan diperbolehkan oleh agama. Dengan syarat yang di patungkan adalah hewan yang kapasitasnya lebih dari satu orang seperti sapi atau unta. Maka, tidak boleh seseorang patungan kurban kambing, sebab kambing kapasitasnya hanya satu orang.

Imam Malik dalam Mizan al-Kubra menganjurkan patungan dengan kerabatnya sendiri. Akan tetapi jika tidak memungkinkan dengan kerabat sendiri, boleh seseorang patungan dengan orang lain sebagaimana pendapat Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’.

Baca juga: Meugang: Tradisi Masyarakat Aceh Menyambut Bulan Ramadhan

Soal nasib hewan kurban patungan besok di akhirat, semua urusan Allah. Tidak usah dibayangkan besok menunggangi bersamaan dengan kawan patungan atau membayangkan yang tak semestinya. “Tugas kita hanya ibadah. Soal balasan itu nomor belakangan,” tutur KH. Ahmad Baha’uddin Nursalim (Gus Baha). Wallahu a’lam.

Abdullah Rafi
Abdullah Rafi
Mahasiswa Manajemen Dakwah UIN Sunan Kalijaga
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

tafsir surah al-An'am ayat 116 dan standar kebenaran

Tafsir Surah Al-An’am Ayat 116 dan Standar Kebenaran

0
Mayoritas sering kali dianggap sebagai standar kebenaran dalam banyak aspek kehidupan. Namun, dalam konteks keagamaan, hal ini tidak selalu berlaku. Surah al-An'am ayat 116...