BerandaTafsir TematikWaktu Pagi dan Keberkahannya dalam Alquran

Waktu Pagi dan Keberkahannya dalam Alquran

Pagi hari merupakan waktu yang istimewa di antara waktu-waktu lainnya. Waktu antara subuh hingga matahari terbit (isyraq), di dalamnya terkandung banyak keberkahan, bahkan karena begitu mulianya, Rasulullah saw. secara khusus berdoa untuk umatnya yang senang bangun dari waktu subuh. Sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Shakhr al-Ghamidi:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا

“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.” (H.R. Tirmidzi)

Waktu pagi juga menjadi kesempatan untuk mendapatkan pahala dan rahmat-Nya sebagaimana disebutkan dalam banyak ayat Alquran bahwa Allah memerintahkan umat Islam untuk bertasbih di waktu pagi dan petang.

Dalam surah at-Takwir ayat 18, Allah secara khusus bersumpah dengan waktu subuh.

وَالصُّبْحِ اِذَا تَنَفَّسَۙ ١٨

Dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing.

Sumpah ini menarik, sebab dalam Alquran tidak ada benda yang tidak bernyawa dinyatakan ‘bernapas’ (hidup), kecuali waktu subuh. Syekh Mutawalli as-Sya’rawi (15/142) menerangkan bahwa kehadiran subuh di waktu pagi merupakan permulaan hari ketika cahaya mulai bersinar yang memberi nafas kehidupan bagi manusia.

Subuh juga menyemburkan udara segar yang sangat berguna bagi kesehatan manusia. Jika pada malam hari pohon-pohon dan tumbuh-tumbuhan mengeluarkan racun (karbon dioksida), saat subuh (pagi hari), pohon-pohon mengeluarkan oksigen yang memberi manfaat manusia ketika memulai aktivitasnya. Karenanya, banyak keberkahan di waktu pagi mulai dari subuh saat kegelapan malam telah menyingsing.

Baca Juga: Keutamaan Waktu antara Maghrib dan Isya

Keberkahan waktu pagi itu berdimensi fisik dan spiritual. Dari sisi fisik (duniawi), keberkahan (nafas) waktu subuh sebagaimana penjelasan di atas, dikaitkan dengan kesehatan, dan kesuksesan khususnya dalam segi ekonomi. Sementara dari sisi spiritual, sebagaimana Rasulullah saw. telah menjelaskan dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah.

فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ

“Perhatikanlah ada pahala di balik amal yang selalu kontinu. Lakukanlah ibadah (secara kontinu) di waktu al-ghadwah dan ar-rauhah.” Yang dimaksud ‘al-ghadwah’ adalah perjalanan di awal siang. Al-Jauhari mengatakan bahwa itu merupakan waktu antara salat fajar hingga terbitnya matahari. (Fath al-Bari 1/62)

Tuntunan Aktivitas di Waktu Pagi

Imam al-Ghazali dalam kitabnya memberikan tuntunan tentang aktivitas yang lebih utama untuk dikerjakan umat Islam setelah salat subuh. Yaitu memulai aktivitas di pagi hari dengan niat untuk beramal kebaikan.

Beliau berkata, “Niatkan berbuat baik kepada semua muslim. Niatlah untuk tidak sibuk sepanjang hari kecuali taat kepada Allah. Dan niatlah dalam hatimu untuk melaksanakan ketaatan yang engkau mampu untuk melakukannya, atau engkau memilih yang paling utama dari amal ketaatan itu, dan hendaknya engkau merencanakan persiapan sehingga engkau sibuk mengisi waktu dengan taat.”

Selain memperbanyak niat saleh, Imam al-Ghazali juga mengajarkan untuk mengawali pagi dengan banyak berdoa, membaca zikir dan tasbih serta mengulang-ulang zikir tersebut, membaca Alquran juga bertafakur. (Bidayah al-Hidayah h. 103-104)

Baca Juga: Hikmah Allah Bersumpah dengan Waktu Fajar dalam Surah Al-Fajr

Terkait dengan zikir khusus yang dapat dibaca di pagi hari ialah sebagaimana telah diajarkan Rasulullah saw. dalam hadis. Diriwayatkan oleh Sayyidah Juwairiyyah, bahwa Rasulullah saw. pernah keluar dari sisinya pada pagi hari setelah salat Subuh, sedangkan dirinya tetap berada di tempat salatnya. Setelah itu, beliau pulang ketika waktu Dhuha sedangkan beliau juga masih dalam keadaan duduk. Lalu beliau bertanya, “Apakah engkau tetap dalam keadaan ini ketika aku tinggalkan?” Beliau menjawab, “Ya.”

Rasulullah saw. kemudian bersabda, “Sungguh, aku telah mengucapkan setelahmu empat kalimat sebanyak tiga kali, yang jika ditimbang dengan yang engkau ucapkan sejak tadi tentu akan menyamai timbangannya” yaitu kalimat:

سُبْحانَ الله عَدَدَ خَلْقِهِ ، سُبْحَانَ الله رِضَا نَفْسِهِ ، سُبْحَانَ اللهِ زِنَةَ عَرْشِهِ ، سُبْحَانَ الله مِدَادَ كَلِمَاتِهِ

“Mahasuci Allah. Aku memuji-Nya sebanyak makhluk-Nya, sejauh kerelaan-Nya, seberat timbangan ‘Arsy-Nya, dan sebanyak tinta tulisan kalimat-Nya.” (H.R. Muslim)

Orang-orang terbaik dari generasi sahabat dan tabi’in tidak pernah tidur lagi setelah melakukan salat Subuh. Mereka berzikir dan membaca wirid hingga matahari terbit. Tak lama setelah itu, mereka melaksanakan salat sunnah isyraq dan dhuha, kemudian mereka memulai kerja dan aktivitas lainnya.

Hal tersebut sebab merupakan wasiat dari Rasulullah saw. untuk tidak tidur lagi atau tetap terjaga setelah menunaikan salat subuh. Sebagaimana suatu ketika beliau saw. pulang dari Masjid Nabawi usai jamaah salat subuh. Rasulullah saw. mendapati putrinya, Sayyidah Fatimah masih tidur-tiduran. Dengan penuh kasih sayang lantas beliau membangunkan putrinya itu sembari berkata,

“Wahai anakku, bangunlah, saksikan rezeki Tuhanmu dan janganlah kamu termasuk orang yang lalai karena Allah membagikan rezeki kepada hamba-Nya, antara terbit fajar dengan terbit matahari.” (H.R Ahmad dan Baihaqi)

Pada kesempatan lain, Rasulullah saw. juga sering mengingatkan sahabatnya agar bangun pagi dan giat mencari rezeki, “Bangunlah pagi hari untuk mencari rezeki dan kebutuhan-kebutuhanmu. Sesungguhnya, pada pagi hari terdapat berkah dan keberuntungan.” (H.R. Thabrani dan al-Bazzar). Wallah a’lam.

Rasyida Rifaati Husna
Rasyida Rifaati Husna
Khadimul ilmi di Pondok Pesantren Darul Falah Besongo
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

kaidah Asbabunnuzul

Telusur Kaidah Asbabunnuzul dalam Kitab-Kitab ‘Ulūm al-Qur’ān

0
Dalam ilmu Alquran, di bagian kaidah Asbabunnuzul terdapat suatu kaidah yang lebih khusus lagi, yaitu al-‘Ibrah bi ‘umūm al-lafdz dan al-‘Ibrah bi khuṣūṣ al-sabab. Mulanya...