Di beberapa tempat, terdapat tradisi bagi jamaah haji yang hendak pulang ke rumahnya masing-masing terlebih dahulu singgah ke masjid yang dekat dari rumahnya. Di masjid tersebut biasanya dia sudah disambut banyak orang, baik dari keluarga maupun tetangga, untuk meminta doa.
Apabila asal-usul tradisi tersebut dilacak di dalam keterangan para ulama, maka akan didapati bahwa tradisi tersebut kemungkinan berasal dari kesunahan salat dua rakaat di masjid dalam rangka kembali dari bepergian. Para ulama memang menjelaskan bahwa bagi orang pulang dari berhaji, sebelum kembali ke rumah, dia dianjurkan untuk singgah ke masjid yang dekat dari rumahnya. Tujuannya adalah agar dapat melaksanakan salat dua rakaat dalam rangka kembali dari bepergian. Berikut keterangan lengkapnya:
Salat dua rakaat dalam rangka kembali dari bepergian
Imam al-Qulyubi dalam kitab Hasyiyah al-Qulyubi alal Minhaj menerangkan bahwa orang yang kembali setelah berhaji disunahkan singgah ke masjid terlebih dahulu sebelum memasuki rumah. Tujuannya untuk melaksanakan salat dua rakaat dalam rangka kembali dari bepergian (Hasyiyah al-Qulyubi alal Minhaj, 6/267).
Imam al-Nawawi di dalam al-Majmu’ Syarah Muhadzab menerangkan, dasar kesunahan salat ini adalah hadis yang diriwayatkan dari Ka’b ibn Malik:
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ بَدَأَ بِالْمَسْجِدِ فَصَلَّى فِيهِ
Ketika Rasulullah salallahualaihiwasallam tiba dari bepergian, beliau terlebih dahulu singgah di masjid dan salat dua rakaat di sana (H.R. Bukhari dan Muslim) (al-Majmu’, 4/400).
Dalam riwayat lain disebutkan:
كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ بَدَأَ بِالْمَسْجِدِ فَيَرْكَعُ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ جَلَسَ لِلنَّاسِ
Nabi Muhammad ketika kembali dari bepergian, beliau singgah terlebih dahulu di masjid, salat dua rakaat, kemudian duduk menemui orang-orang (H.R. Bukhari).
Imam al-Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim menjelaskan, hadis ini adalah dasar kesunahan salat dua rakaat di masjid dalam rangka kembali dari bepergian. Salat ini berkaitan dengan keadaan si pelaku yang kembali dari bepergian itu sendiri, bukan sebab dia memasuki masjid atau biasa dikenal dengan salat Tahiyatul Masjid. Hanya saja, kesunahan salat Tahiyatul Masjid dapat diperoleh dengan melaksanakan salat dalam rangka kembali dari bepergian itu sendiri (Syarah Muslim, 3/35).
Imam al-Munawi menyatakan, dari hadis tersebut ulama mengambil kesimpulan kesunahan singgah di masjid saat kembali dari bepergian. Selain itu, bagi orang yang memiliki kedudukan penting di tengah masyarakat, dianjurkan pula duduk di tempat terbuka seperti di masjid untuk menemui orang-orang dan mengucapkan salam. Baru kemudian kembali ke rumah untuk menemui keluarga (Faidul Qadir, 5/197).
Imam Ibn Bathal menyatakan, salat sunah saat kembali dari bepergian adalah wujud dari rasa syukur sebab diberi keselamatan. Selain itu, dengan salat tersebut diharapkan apa yang hendak dia lakukan tatkala di rumah, memperoleh keberkahan dari salat tersebut (Syarah Ibn Bathal, 9/310).
Baca juga: Revolusi Ibadah Haji: dari Paganis Menuju Islamis
Kesimpulan
Tradisi singgah di masjid terlebih dahulu bagi jamaah haji yang hendak pulang ke rumahnya memiliki dasar dari hadis Nabi Muhammad. Namun, perlulah diingat bahwa singgah tersebut tidak sekadar singgah belaka, tapi dia juga hendaknya salat sunah dua rakaat dalam rangka kembali dari bepergian sebelum kemudian menyempatkan duduk menemui orang-orang yang menyambutnya.
Lalu bagaimana apabila tempat yang disinggahi adalah musala? Melihat dari berbagai keterangan ulama, apabila yang disinggahi adalah musala, maka tentu tidak memperoleh kesunahan seperti singgah di masjid. Mengenai kesunahan salat sunah kembali dari bepergian, Imam al-Bujairimi menyatakan bahwa sepertinya salat tersebut tidak harus dilakukan di masjid. Hanya lebih utama apabila dilakukan di masjid (Hasyiyah al-Bujairimi, 4/4). Wallahu a’lam.
Baca juga: Hukum Mendahulukan Orang Tua Berangkat Haji