Metode Demonstrasi merupakan metode pembelajaran dengan cara memperagakan media pembelajaran baik berupa material maupun substansial (Muhibbin Syah). Metode ini menjadi penting karena terdapat aspek visualisasi sehingga memudahkan peserta didik untuk tetap fokus pada proses pembelajaran. Tulisan ini akan mengulas metode itu dari perspektif kisah Nabi Khidir dan Musa.
Kita mungkin masyhur akan ungkapan, “Aku dengar, aku lupa; aku lihat, aku ingat; aku lakukan, aku paham; aku sampaikan, aku pintar”. Sepintas ungkapan ini terlihat remeh, tetapi maknanya mendalam. Terutama pada poin “aku lihat aku ingat”. Inilah titik tekan metode demonstrasi. Baca juga: Belajar Ontologi Filsafat dari Kisah Nabi Ibrahim
Melalui visualisasi alat peraga, peserta didik cepat memahami materi yang disampaikan. Sebagaimana yang dipraktikkan oleh Nabi Khidir kepada Nabi Musa a.s. yang termakstub dalam Q.S. al-Kahfi [18]: 77,
فَانْطَلَقَا ۗحَتّٰىٓ اِذَآ اَتَيَآ اَهْلَ قَرْيَةِ ِۨاسْتَطْعَمَآ اَهْلَهَا فَاَبَوْا اَنْ يُّضَيِّفُوْهُمَا فَوَجَدَا فِيْهَا جِدَارًا يُّرِيْدُ اَنْ يَّنْقَضَّ فَاَقَامَهٗ ۗقَالَ لَوْ شِئْتَ لَتَّخَذْتَ عَلَيْهِ اَجْرًا
“Maka keduanya berjalan; hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka berdua meminta dijamu oleh penduduknya. Tetapi mereka (penduduk negeri itu) tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu), lalu dia menegakkannya. Dia (Musa) berkata, “Jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu” (Q.S. al-Kahfi [18]: 77)
Tafsir Surah al-Kahfi Ayat 77
Dalam konteks pendidikan Islam, ayat ini secara tersirat pentingnya menggunakan metode demonstrasi yang dicontohkan oleh Nabi Khidir dan Nabi Musa a.s. Ayat ini juga menceritakan tentang kisah bergurunya Nabi Musa kepada Nabi Khidir. Selain itu, ayat ini berhubungan erat (munasabah) dengan ayat sebelumnya maupun sesudahnya, yakni Q.S. al-Kahfi [18]: 60-82. Baca juga: Inilah Enam Kompetensi Kepribadian yang Harus Dimiliki Pendidik
Di dalam ayat tersebut terkisah proses pembelajaran yang ditempuh oleh Nabi Musa kepada Nabi Khidir yang sering mengajarkan dengan praktik langsung. Misalnya, melubangi perahu milik nelayan miskin, membunuh anak kecil dengan sebab tertentu, dan menegakkan dinding rumah anak yatim yang tersimpan banyak harta kekayaaan. Di akhir peristiwa itu, lalu Nabi Khidir memberikan klarifikasi atas hal yang dilakukannya.
Jika ditilik lebih dalam, ternyata al-Baghawy dalam Ma’alim al-Tanzil meriwayatkan sebuah hadits riwayat Imam Bukhari sebagai berikut,
“Dari Sa’id bin Jabir, dalam riwayat lain dari Ibnu ‘Abbas dari Ubay bin Ka’ab. Rasulullah saw bersabda, “Nabi Musa berdiri pada hari di mana orang-orang menyebutkan hingga ketika mata membanjiri dan hati dicuri pergi. hal itu membuat seseorang pria bertanya kepada Nabi Musa: Wahai utusan Allah, apakah di bumi ini terdapat seseorang yang lebih ‘alim daripada engkau?
Jawab Musa, “Tidak”
Kemudian Allah menegurnya sebab tidak menginginkan ilmu kepada Allah. Dikatakan kepada Musa: “ada, (utusan Allah yang lebih pandai yaitu Nabi Khidir).”
Musa bertanya, “Ya Rabb, di mana dia?” Allah menjawab, “di pertemuan dua lautan”.
Musa berkata, “Ya Rabb jadikanlah untukku ilmu yang aku bisa mengetahui dengan Engkau darinya”. Allah menjawab, “Ambillah ikan yang mati sekiranya dapat diberikan ruh” Dalam sebuah riwayat dikatakan, “berbekallah ikan yang digoreng, maka sesungguhnya dia berada saat sekiranya kamu kehilangan ikan tersebut”
Kemudian Nabi Musa mengambil ikan dan memasukannya ke tempat ikan.”
Dari penjelasan hadis di atas dapat diketahui bahwa Allah swt sebagai Sang Khalik memberikan petunjuk-Nya melalui metode demonstrasi. Yaitu mengajar dengan menggunakan alat peraga (meragakan) untuk memperjelas suatu pengertian, atau untuk memperlihatkan bagaimana cara melakukannya.
Sedangkan redaksi yang menggambarkan metode demonstrasi terfokus pada:
فَوَجَدَا فِيْهَا جِدَارًا يُّرِيْدُ اَنْ يَّنْقَضَّ فَاَقَامَهٗ ۗ
“…. kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu), lalu dia menegakkannya…”
Ibnu Katsir menafsirkan redaksi tersebut dengan iradah (kehendak) disandarkan kepada dinding. Dalam ayat ini merupakan ungkapan isti’arah (kata pinjaman). Karena sesungguhnya pengertian kehendak hanyalah disandarkan kepada makhluk yang bernyawa berarti kecenderungan. Inqaddha artinya runtuh (roboh).
Adapun lafadz fa-aqamah, Ibnu Katsir dan ‘Ali al-Shabuny memaknainya dengan mengembalikannya ke posisi tegak kembali. Dalam hadis yang terdahulu disebutkan bahwa Nabi Khidir menegakkan dinding itu dengan kedua tangannya. Yaitu dengan mendorongnya sehingga tidak miring lagi; hal ini merupakan peristiewa yang luar biasa.
Pembuktikan lain adanya metode demonstrasi ini disampaikan oleh sabda Nabi saw terkait perintah shalat,:
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ
“Dan salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat.” (H.R. al-Bukhari No. 226)
Hadis ini dengan jelas dan gamblang bahwa Rasulullah saw menunjukkan tata cara salat Rasululah kepada para sahabat. Sehingga para sahabat dipesankan oleh-Nya agar mempraktikkan shalat seperti yang dicontohkan-Nya. Kemudian mereka bisa mengajari keluarganya, sahabatnya, dan seterusnya.
Belajar Metode Demonstrasi Dari Kisah Nabi Khidir dan Musa
Dari kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa di atas serta Rasulullah saw kita dapat memetik pesan bahwa beliau semua pernah mempraktikkan metode demonstrasi. Hal ini guna memperjelas pesan yang dimaksud. Beliau tidak segan untuk mempraktikkannya terlebih dahulu sebelum ditiru oleh umatnya.
Maka hendaknya seorang pendidik menerapkan metode demonstrasi dengan mempertimbangkan segala kondisi yang ada. Hal ini baik untuk melatih kemampuan kognitif dan psikomotorik peserta didik untuk dapat mengingat, memahami materi pembelajaran dalam waktu yang cukup lama. Setidaknya tidak mudah lupa. Baca juga: Tafsir Tarbawi; Mengulik Metode Tanya-Jawab Ala Rasulullah Saw.
Visualisasi pembelajaran dapat dilakukan baik oleh pendidik maupun peserta didik yang diminta mempraktikkan suatu pekerjaan. Metode ini dapat membantu memfokuskan perhatian peserta didik pada proses belajar dan tidak tertuju pada hal-hal lain. Di sisi lain, dapat meminimalisir kesalahan dalam mengambil kesimpulan, dibandingkan hanya melulu membaca buku tanpa dibarengi dengan demonstrasi.
Demikian juga, metode demonstrasi ini akan tidak efektif jika peraga atau media yang digunakan tidak relevan dengan materi atau pemahaman peserta didik. Misal alat peraga tampak minimalis, peraga A materi B, dan sebaliknya. Maka strategi dan desain pembelajaran juga harus link and match dengan metode demonstrasi. Hal-hal seperti ini harus diperhatikan agar metode ini menjadi metode yang tepat dan menjadikan siswa lebih aktif dan paham terhadap materi pembelajaran. Wallahu A’lam.