Selain tentang ibadah, Al-Quran juga berisi tentang aturan-aturan bermuamalah (interaksi sesama manusia). Termasuk dalam hal ini yaitu ijarah atau Bahasa kesehariannya adalah sewa menyewa. Ijarah atau sewa menyewa sudah sering menjadi topik di kajian fiqih, di situ juga sudah lengkap syarat, rukun dan teknis praktik ijarah lainnya.
Dalam hal ijarah (sewa menyewa), Al-Quran sudah menyinggungnya namun dalam model yang sangat umum, tidak sampai pada tatanan teknis sepereti dalam kitab-kitab fiqih. Seperti apa petunjuk Al-Quran tentang ijarah (sewa menyewa) tersebut?
Baca Juga: Tafsir Surah An-Nisa’ ayat 29: Prinsip Jual Beli dalam Islam
Tentang istilah ijarah
Secara etimologi ijarah berasal dari kata al ajru yang berarti ganti seperti ungkapan semua amal baik pasti akan mendapatkan pahala sebagai ganti yang lebih baik. Al-Ajru juga bisa bermakna ats-tsawab yang artinya pahala sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam surah al-baqarah ayat 62:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62)
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Sedangkan secara terminologi ijarah menurut ulama’ syafi’iyah berarti suatu akad atas manfaat yang dimaksud dan tertentu yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan imbalan tertentu. (Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad, Kifayah Al-Akhyar fi Hilli Ghayah Al- Ikhtishar, h 249).
Baca Juga: Tujuh Etika Bisnis dan Marketing dalam Al-Qur’an yang Harus Dipahami Pebisnis
Landasan Ijarah
Dalam Al-Quran dijelaskan beberapa ayat tentang praktik ijarah seperti dalam potongan surah Al-Baqarah 233
وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
Muhammad Sulaiman Al Asyqar, memberikan tafsir atas ayat diatas sebagai berikut;
Frasa “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain yakni meminta agar yang menyusui anak adalah wanita lain selain ibu si anak. maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran”, dimaksudkan tidak mengapa jika meminta agar yang menyusui anak adalah wanita lain selain ibu kandung asalkan pihak yang meminta tdai memberi upah kepada ibu sang anak sesuai dengan lamanya waktu menyusui, atau memberi upah kepada yang diminta untuk menyusui sang anak. (dengan cara yang ma’ruf) maksudnya adalah tidak menunda-nunda atau mengurangi upah tersebut, karena tidak memberi upah secara baik kepada mereka yang diminta menyusukan sang anak, menunjukkan bahwa sang ayah meremehkan dan lalai dalam urusan sang anak. Selain itu, maksud lain dari kata ma’ruf dalam ayat adalah tidak ada unsur mudharat bagi ibu kandung, dibolehkannya meminta orang lain menjadi ibu susu untuk sang anak itu dengan syarat tidak memberikan mudharat kepada ibu kandung, sebagaimana dijelaskan diawal ayat. (Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, hal. 37)
Dalam surah lain seperti terdapat dalam Al-Qashash Ayat 26,
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
Dari dua ayat diatas maka dapat difahami jenis ijarah ( sewa) yang dijelaskan adalah sewa tenaga, namun pada perkembangan praktiknya, ada jenis sewa yang lain yaitu sewa barang atau tempat sebagaimana hadits :
كنا نكرى الأرض بما على السواقي من الزرع فنهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ذالك وامرنا ان نكر بها بذهب او فض
“Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar dengan hasil tanaman yang tumbuh di sana. Rasulullah lalu melarang cara yang demikian dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang emas atau perak” (Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz V, Bab Akad, hal. 530).
Baca Juga: Menyeimbangkan Urusan Dunia dan Akhirat, Perhatikan Semangat Doa Al-Quran Berikut!
Rukun Ijarah
Beberapa penjelasan di atas mengilhami para cendekia muslim, ulama ushul dalam menyusun rukun ijarah (sewa menyewa). Beberapa hal dan pihak yang harus ada dalam transaksi ijarah (sewa menyewa) itu ada dalam rukun akad ijarah sebagaimana disampaikan oleh Abdur Rahman Ghazaly dalam Fiqih Muamalah, hal. 283 seperti berikut:
- Pengguna jasa atau mu’jir yaitu orang yang menggunakan jasa, baik dalam bentuk tenaga atau benda yang kemudian memberikan upah atau jasa tenaga atau sewa dari jasa benda yang digunakan,
- Pemberi jasa atau musta’jir adalah orang yang memberikan jasa, baik dengan tenaganya atau dengan alat yang dimilikinya, yang kemudian menerima upah dari tenaganya atau sewa dari benda yang dimilikinya
- Ma’jur adalah Objek transaksi yaitu jasa, baik dalam bentuk tenaga atau benda yang digunakan.
- Sighat ijab kabul (bentuk serah terima) antara mu’jir dan musta’jir, ijab kabul terjadi ketika akan meneyepakati terjadinya sewa-menyewa barang maupun jasa
- Ujrah adalah Imbalan atas jasa yang diberikan disebut upah atau sewa.
Demikian penjelasan singkat tentang ijarah dalam Al Quran, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam