Menurut beberapa ahli tafsir,salah satu cara memahami tafsir adalah dengan mengetahui asbabunnuzul dan tempat turunnya ayat atau surah tersebut. Berdasarkan tempat turunnya surah ini disebut dengan istilah makki-madani. Makki yang artinya surah tersebut turun di kota Makkah atau sebelum Nabi Saw hijrah ke Madinah, sedangkan madani artinya surah tersebut turun di kota Madinah atau setelah Nabi Saw berhijrah ke Madinah.
Menurut mayoritas ulama, terdapat 86 surah makkiyah dan 28 surah madaniyah dalam Alquran. Namun, artikel ini hanya membahas makki-madani pada surah Alfalaq dan Annas. Dalam mushaf Alquran standar Indonesia, kedua surah tersebut termasuk dalam kelompok surah madaniyah, sedangkan pada mushaf negara-negara lain seperti Arab Saudi, Mesir, Libya, Pakistan, dan Maroko menetapkan kedua surah tersebut sebagai surah makkiyah.
Tentunya ini menjadi tanda tanya besar bagi para pengkaji ‘ulumul Qur’an. Apalagi bagi orang-orang awam, sebab dikhawatirkan akan menimbulkan perselisihan. Maka dari itu, penulis memaparkan dalil-dalil dari kalangan ulama, tabi’in, maupun sahabat yang berkenaan dengan dalil perbedaan makki-madani pada surah Alfalaq dan Annas.
Baca Juga: Sejarah Perkembangan Makki-Madani di Masa Awal Islam
Pandangan Mufasir
Ada dua pandangan musfasir dalam menetapkan makki-madani kedua surah ini. Tidak sedikit ulama tafsir yang berpendapat bahwa kedua surah ini adalah surah makkiyah, seperti Imam as-Suyutiy dalam kitabnya ad-Durr al-Mansur, Muqatil dalam Tafsir Muqatil, as-Samarqandiy dalam Bahr al-‘Ulum, al-Wahidiy dalam al-Wasit fi Tafsir al-Quran al-Majid, Abu as-Su’ud dalam Irsyad al-Aql as-Salim, al-Qasimiy dalam Mahasin al-Ta’wil,dan Ibnu Asyur dalam at-Tahrir Wa at-Tanwir. Kebanyakan pendapat mereka disandarkan kepada Ibnu Abbas dan Qatadah.
Di samping itu juga banyak ulama tafsir yang berpendapat bahwa kedua surah adalah madaniyah, antara lain yaitu al-Bagawiy dalam Ma’alim at-Tanzil, Ibnu al-Jauziy dalam Zad al-Masir, Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Quran al-Adzim, al-Fairuzabadiy dalam Basa’ir Zawi at-Tamyiz, as-Suyuti dalam al-Itqan fi Ulum al-Quran, al-Alusiy dalam Ruh al-Ma’ani. Pendapat mereka ini juga disandarkan kepada tabi’in yang masyhur juga yaitu Ibnu Abbas, Mujahid, Atha, dan Qatadah.
Baca Juga: Status Makkiyah dan Madaniyah Mushaf Standar Indonesia, Apakah Berbeda dengan Mushaf Lain?
Dalil Rujukan Para Mufasir
Di sini penulis hanya memaparkan kutipan terjemahan dari kitab karangan para ulama, yang mana kutipan-kutipan ini menjadi sandaran bagi para mufasir dalam menetapkan makki-madani kedua surah ini. Adapun dalil dalilnya antara lain;
Dalil Makkiyah
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dalam Fadha’il al-Qur’an karya ibnu ad-Durais
Ibnu ‘Abbàs berkata, “Berikut adalah surah Alquran yang pertamatama turun di Mekah dan yang pertama-tama turun di Madinah; surahsurah ini disebut secara berurutan. Jika bagian awal suatu surah turun di Mekah, ia ditetapkan turun di Mekah, kemudian Allah menambahkan ke surah itu apa yang dikehendaki-Nya. Adapun bagian dari Alquran yang pertama-tama diturunkan adalah (secara berurutan) iqra’ bismi rabbikal-lazì khalaq (Al‘alaq), nun wal-qalam … A‘uzu bi-rabbil-falaq, A‘uzu bi-rabbin-nas…”
Diriwayatkan al-Baihaqiy dari Ikrimah dan al-Hasan al-Basriy dalam Dala’il an-Nubuwwah
Ikrimah dan al-Hasan bin Abì al-Hasan berkata, “Allah menurunkan (surah-surah) Alquran di Mekah: iqra’ bismi rabbikal-lazì khalaq, nun wa al-qalam … al-Falaq, qul ‘a‘uzu bi rabbin-nas …”
Diriwayatkan ad-Daniy dari Jabir bin Zaid dalam al-Bayan fi ‘Add Ay al-Qur’an
Jabir bin Zaid berkata, “Surah-surah yang pertama-tama diturunkan kepada Nabi di Mekah adalah iqra’ bismi rabbikal-lazì khalaq, kemudian nun wa al-qalam… qul ‘a‘uzu bi rabbil-falaq, qul ‘a‘uzu bi rabbin-nas.”
Diriwayatkan dari az-Zuhriy dalam an-Nasikh wa al-Mansukh
Az-Zuhriy berkata, “Ini adalah kitab Tanzil Alquran; tentang surah-surah yang Allah kehendaki untuk mengajarkan kepada manusia apa yang diturunkan di Mekah dan yang diturunkan di Madinah.” . Beliau menyebutkan di antara surah-surah makkiyah adalah surah Alfalaq dan Annas.
Baca Juga: Makkiy dan Madaniy dalam Pandangan Nashr Hamid Abu Zaid
Dalil Madaniyah
Diriwayatkan Muslim dari ‘Uqbah bin Amir dalam Hadis Sahih Muslim
Uqbah bin ‘Amir bercerita bahwa Rasul Saw berkata, “Tidakkah engkau mengetahui sejumlah ayat yang diturunkan pada malam ini dan belum pernah diketahui sebelumnya? qul ‘a‘uzu bi rabbil-falaq, dan qul ‘a‘uzu bi rabbin-nas”
Diriwayatkan Ahmad dari Zaid bin Arqam dalam al-Musnad dan al-Musannaf
Zaid bin Arqam bercerita, “Nabi Saw telah disihir oleh seorang lelaki Yahudi hingga beliau sakit. Jibril lalu turun kepadanya dengan membawa al-Mu’awwizatain seraya berkata, ‘Seorang Yahudi telah menyihirmu dan sihirnya ditanam di sumur Fulan.’” Zaid berkata, “Kemudian Nabi mengutus ‘Ali untuk mengambilnya dan menitahkan kepadanya untuk melepaskan ikatan-ikatan sihir itu dan membacakan ayat. ‘Ali pun membaca sambil melepaskan ikatan sihir tersebut satu persatu sehingga Nabi bangkit seakan baru terlepas dari ikatan tali.” Zaid berkata lagi, “Rasulullah tidak sama sekali berkata apa-apa kepada si Yahudi terkait apa yang telah ia perbuat dan tidak pula memperlihatkan wajahnya.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dalam an-Nasikh wa al-Mansukh
Ada dua riwayat dari beliau yaitu:
Diriwayatkan dari ‘Abbàs bahwa surah Alqadar dan Lam Yakun adalah madaniyah. Adapun surah iza zulzilat hingga qul ya ayyuhal-kafirun adalah makkiyah dan iza ja’a nashrullah sampai akhir qul ‘a‘uzu bi rabbin-nas adalah madaniyah.
Kuraib berkata, “Kami mendapati dalam kitab Ibnu ‘Abbàs bahwa dari surah Alqadar hingga akhir Alquran seluruhnya makkiyah, kecuali iza zulzilat, iza ja’a nashrullah, qul huwallahu Ahad, qul ‘a‘uzu bi rabbil-falaq, dan qul ‘a‘uzu bi rabbin-nas. Surah-surah ini madaniyah.”
Kesimpulan
Bila diteliti dari beberapa pendapat di atas, baik dalil makkiyah maupun madaniyah pada dasarnya sama-sama kuat. Ulama yang menyatakan surah ini makkiyah menilai pandangan mereka dilandasi dalil yang kuat. Sebaliknya,ulama yang menyatakan madaniyah pun meyakini dalil yang mereka gunakan juga kuat. Tidak ada satupun di antara dalil di atas yang lebih kuat dari dalil lain yang disebutkan. Yang artinya dalil-dalil di atas semuanya sama-sama kuat. maka dari itu,terjadilah perbedaan Makki-Madani pada kedua surah ini.
Dengan demikian, setiap perbedaan yang mempunyai dalil dan data yang kuat berhak diterima walaupun itu tidak diikuti. Berbeda halnya jika perbedaan itu tidak mempunyai data dan dalil yang relevan, maka perbedaan itu pantas dan patut ditolak.
Wallahu a’lam.