BerandaTokoh TafsirTokoh Tafsir DuniaḤannân Laḥḥâm: Aktivis Perempuan, Pegiat Tafsir Virtual, dan Pengarang Kitab Maqâṣid al-Qur’ân...

Ḥannân Laḥḥâm: Aktivis Perempuan, Pegiat Tafsir Virtual, dan Pengarang Kitab Maqâṣid al-Qur’ân al-Karîm

Cendekiawan muslimah yang memiliki nama lengkap Ḥannân bint Muḥammad Sa’dî al-Laḥḥâm ini dilahirkan pada tahun 1943 di kota Damaskus, Syiria. Menurut Ulya Fikriyati dalam disertasinya yang berjudul Interpretasi Ayat-ayat “Pseudo Kekerasan” (Analisis Psikoterapis atas Karya-karya Tafsir annân Laḥḥâm), dijelaskan bahwa masa kecil Hannan Lahham tidak seindah masa kecil anak perempuan lainnya. Lingkungan keluarga yang jauh dari ajaran Islam memberikan memori buruk berupa kekerasan dan pertengkaran yang senantiasa menghiasi kehidupan Laḥḥâm di masa kecil.

Dalam sebuah artikel hasil notulensi wawancara yang dilakukan Ḥajîbah Aḥmad Syîdakh dengan Hannan Lahham yang berjudul Ma’a al-Ustâdzah annân Laḥḥâm “Ṣâḥibah al-Ta’ammulât al-Qur’âniyyah wa al-Isyrâqât al-Tanwîriyyah”, Laḥḥâm menjelaskan bahwa kenangan pahit di masa kecilnya tersebut menjadikan dia sempat berpikir bahwa Islam lebih memuliakan laki-laki ketimbang perempuan. Namun, kenangan buruk tersebut tidak menjadikan Laḥḥâm putus asa, tetapi menjadikan dia lebih termotivasi untuk mempelajari ajaran agama Islam secara komprehensif.

Perjalanan Intelektual

Dalam proses belajar Islam, pada awalnya—disampaikan oleh Laḥḥâm sendiri—bahwasanya dia terpukau dan tertarik dengan pemikiran Abû al-A’la al-Maudûdî, Sayyid Quṭb, dan Muḥammad Quṭb. Secara informal, Ulya Fikriyati menjelaskan bahwa cara Laḥḥâm belajar agama adalah dengan menghadiri alaqât ‘ilmiyah (majelis-majelis ilmu) khusus perempuan yang disampaikan oleh para tokoh ulama Damaskus di serambi-serambi masjid. Dalam proses pencarian ilmu tersebut, Laḥḥâm juga hampir berminat untuk mendalami kajian ilmu tasawuf.

Adapun pendidikan secara formal, Laḥḥâm sempat mengenyam bangku perkuliahan di Fakultas Sastra Arab, Universitas Damaskus. Akan tetapi, pada tahun 1961, ketika usianya memasuki 18 tahun, dia menikah dengan Ḥasan Hilâl. Hal tersebut menjadikan Laḥḥâm terpaksa harus menghentikan pendidikan formalnya dikarenakan disibukkan dengan beban tugas keluarga. Namun demikian, dia masih berusaha menyempatkan diri untuk menghadiri alaqât ‘ilmiyah yang diasuh oleh para ulama Damaskus.

Proses pengembaraan intelektual yang berlika-liku tersebut mulai mencapai titik terang ketika pamannya yaitu Mundzir Qahf mengenalkan kepada Laḥḥâm pemikiran Jaudat Sa’îd. Awal mula perjumpaan Laḥḥâm dengan pemikiran Jaudat Sa’îd adalah ketika dia menghadiri alaqât tafsîriyah (majelis kajian tafsir) yang diasuh oleh Laila Sa’îd (murid sekaligus saudari perempuan Jaudat Sa’îd) pada tahun sekitar 1960-an. Laila Sa’îd ini menjadi semacam jembatan yang menghantarkan Laḥḥâm lebih mengenal pemikiran-pemikiran Jaudat Sa’îd.

Selama mengikuti alaqât tafsîriyah, Laḥḥâm termasuk murid yang rajin menyimak, bahkan menyediakan buku khusus untuk mencatat dan melakukan muthala’ah kembali pelajaran-pelajaran tafsir yang telah diberikan di waktu lain. Hal inilah yang menjadikan dia berbeda dengan murid-murid pada umumnya, sehingga ia dapat menguasai materi tafsir yang telah diajarkan. Selain mengkaji tafsir, Laḥḥâm juga belajar tentang sejarah Nabi Muhammad, ilmu hadis, dan ilmu-ilmu lain yang dapat menambah perbendaharaan pengetahuan bagi dirinya.

Kegigihan Laḥḥâm dalam belajar tafsir secara intens di alaqât tafsîriyah menjadikan ia dipandang oleh gurunya sebagai murid yang cerdas. Hal ini dibuktikan ketika Laila Sa’îd berhalangan hadir karena ada keperluan ke Jerman, yang ditunjuk sebagai pengganti pengajar tafsir di alaqât tafsîriyah adalah Hannan Lahham. Dalam melaksanakan amanah gurunya, ia selalu menjelaskan kajian tafsir berdasarkan catatan yang telah disampaikan oleh Laila Sa’îd, sembari ditambahkan kutipan dari kitab-kitab tafsir karya para ulama, sepeti Tafsîr al-Qur’ân al-‘Aẓîm karya Ibnu Katsîr, Fî ilâl al-Qur’ân karya Sayyid Quṭb, Tafsîr al-Manâr karya Rasyîd Ridha, dan literatur-literatur tafsir lain.

Pada tahun 1982, Ḥannân Laḥḥâm hijrah dari Damaskus ke Arab Saudi untuk mendampingi suaminya. Ketika berada di Arab Saudi, kesibukan harian Laḥḥâm mulai berkurang, mengingat anak-anaknya sudah mulai dewasa dan mandiri. Kelonggaran waktu dia manfaatkan untuk membaca sebanyak-banyaknya literatur-literatur tafsir dan buku-buku lain dari ragam genre, mulai dari pemikiran Islam, sejarah, novel, sastra, dan seterusnya.

Minat baca yang sangat tinggi menjadikan Laḥḥâm memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ragam bidang ilmu pengetahuan, khususnya dalam diskursus tafsir Al-Qur’an, meskipun tidak memiliki ijazah pendidikan formal. Kepakaran Laḥḥâm dalam bidang tafsir dibuktikan dengan pengangkatan dirinya sebagai dosen tamu di Universitas King Abdul Aziz khusus perempuan (li al-banât), Jeddah. Selama dua tahun ia ditugasi oleh kampus untuk mengajar matakuliah Tafsir (Tafsir Q.S. al-Nisa’ dan Tafsir Akâm) dan Peradaban Islam.

Baca Juga: Mengenal Faridah Zamarrad, Muslimah Pakar Tafsir dan Ilmu Al-Qur’an Asal Maroko

Menjadi Muslimah Aktivis Perdamaian

Diakui oleh Laḥḥâm sendiri, bahwasanya guru yang paling berpengaruh dalam membentuk pola pikir Laḥḥâm adalah Jaudat Sa’îd. Selain itu, ia juga terpengaruh dengan pemikiran Malek Bennabi dan mengaku sebagai muridnya. Walaupun Laḥḥâm tidak berguru kepada Malek Bennabi secara intens, namun pada tahun sekitar 1970-an, Laḥḥâm pernah melakukan istifadah ilmiah sebentar kepada Malek Bennabi ketika dia mengunjungi Jaudat Sa’îd di Damaskus.

Salah satu pemikiran Jaudat Sa’îd yang sangat mempengaruhi Laḥḥâm adalah terkait gerakan anti-kekerasan/nir-kekerasan. Semangat untuk mengkampanyekan gerakan anti-kekerasan semakin terpatri dalam diri Laḥḥâm tatkala Laila Sa’îd juga mengaplikasikan ide anti-kekerasan Jaudat Sa’îd dalam memberikan kuliah tafsir Al-Qur’an. Gagasan terkait gerakan anti-kekerasan di tengah terjadi konflik Syiria mendapat respon sinis dan cemooh dari masyarakat sekitar. Namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat Laḥḥâm untuk menjadi aktivis perdamaian.

Ide-ide gerakan anti-kekerasan dikampanyekan oleh Laḥḥâm melalui karya-karya tulisnya, serta dalam bentuk ceramah agama alaqât ‘ilmiyah  di Masjid Damaskus. Tidak hanya itu, ia juga sempat turun ke jalan ikut demonstrasi damai di wilayah Daria dan beberapa tempat lainnya. Ulya Fikriyati menyebutkan bahwa salah satu keyakinan yang menyebabkan Hannan Lahham mantap untuk mengkampanyekan gerakan nir-kekerasan ini didasarkan pada fakta historis bahwasanya Nabi Muhammad membangun sebuah negara tanpa adanya pertumpahan darah.

Selain menjadi aktivis perdamaian, Laḥḥâm juga sangat getol dalam mengkampanyekan pentingnya pendidikan bagi anak-anak usia dini. Ia berpandangan bahwa sebuah perubahan besar dalam suatu masyarakat dimulai dari bagaimana generasi mudanya dibentuk dan diarahkan. Oleh karena itu, Laḥḥâm kemudian mendirikan Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang diberi nama  Raudlah Nâdî al-Tufûlah pada tahun 1993 sebagai bukti perhatian Laḥḥâm terhadap pendidikan generasi muda.

Baca Juga: Fatimah Mernissi dan Inspirasi Bergelut di Bidang Tafsir Feminis, Ada Kisah Memilukan

Karya-karya Ilmiah annân Laḥḥâm

Dalam wawancara dengan Ḥajîbah Aḥmad Syîdakh, Laḥḥâm menyerukan agar kaum perempuan ikut serta dalam meramaikan diskursus kajian tafsir Al-Qur’an melalui penulisan karya-karya tafsir. Hal ini dikarenakan perintah tadabbur Al-Qur’an dalam QS. al-Nisa’ [4]: 82 dan QS. Muhammad [47]: 24 (afalâ yatadabbarûna al-Qur’ân) tidak hanya berlaku bagi laki-laki, namun juga perempuan

Hingga saat ini, Laḥḥâm masih produktif untuk menelurkan karya-karya ilmiah dari ragam fan keilmuan, mulai dari tafsir, sejarah, dan sastra. Walaupun sudah memiliki minat dalam kajian tafsir sejak di Damaskus, namun ia baru memulai menulis karya-karya tafsirnya di sela-sela saat ia mengajar di Universitas King Abdul Aziz. Beberapa karya Laḥḥâm dalam bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir antara lain adalah:

  1. Min Hadyi Sûrah al-Nisâ(1986)
  2. Min Hadyi Sûrah Ali ‘Imrân (1989)
  3. Min Hadyi Sûrah al-Baqarah (1989)
  4. Ta’ammulât fî Sûrah al-Ahzâb (1995)
  5. Hikâyât li Ahdâf Laylah al-Qadr (1997)
  6. Majmû’ah Sûrah al-‘Asr (1998)
  7. Ta’ammulât fî Manzilah al-Mar’ah fî al-Qur’ân al-Karîm (2002)
  8. Maqâṣid al-Qur’ân al-Karîm (2004)
  9. Tafsîr Sûrah al-Taubah (2007)

Dalam kesempatan lain, Laḥḥâm juga aktif memberikan kajian tafsir secara virtual melalui status akun Facebook-nya. Dalam artikel jurnal karya Ulya Fikriyati yang berjudul I’âdah Qirâ’ah al-Nas al-Qur’ânî: Tahlîl Mansyûrât Tafsîriyyah ‘ala Jidâr Fîsbuk annân Laḥḥâm, dijelaskan bahwa dalam jangka waktu 32 hari (25 Mei-25 Juni 2017), dia membuat status tafsir sebanyak 49 postingan.

Dari banyak postingan tersebut, Ulya Fikriyati menyimpulkan bahwa terdapat tiga hal utama misi penafsiran yang ingin dikonstruksi oleh Laḥḥâm dalam postingan-postingan tafsirnya, yaitu: (1)  menghidupkan akhlak islami dan ruh kemanusiaan (iḥyâ’ al-akhlâq al-islâmiyah wa rûḥ al-insâniyah); (2) urgensi pengetahuan dan kebebasan berfikir (ahammiyah al-malakah al-‘ilmiyyah wa ḥurriyah al-tafkîr); dan (3) kebebasan perempuaan (taḥrîr al-mar’ah). Wallahu A’lam

Moch Rafly Try Ramadhani
Moch Rafly Try Ramadhani
Mahasiswa Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Meratukan Istri: Antara Gaya Hidup Modern dan Pandangan Alquran

Meratukan Istri: Antara Gaya Hidup Modern dan Pandangan Alquran

0
Beberapa tahun terakhir hadir sebuah tren baru di kalangan selebriti dan influencer, yakni fenomena “meratukan istri”. Fenomena ini merujuk pada perlakuan suami terhadap istinya...