Menjenguk orang yang sakit hukumnya adalah sunah. Bahkan beberapa ulama menegaskan bahwa kesunahan tersebut tidak memandang jenis penyakit serta posisi si sakit di hadapan si penjenguk. Namun mungkin ada dari kita yang ketika mendapati kerabat atau tetangga non-muslim sedang sakit, mengalami kebingungan mengenai hukum menjenguk non muslim yang sakit. Lalu bagaimana sebenarnya hukum menjenguk non-muslim yang sakit? Berikut keterangan para ulama:
Bersikap baik kepada kerabat dan tetangga
Para ulama menghubungkan hukum menjenguk non-muslim yang sakit dengan anjuran menghormati kerabat serta tetangga, sebagaimana yang sampaikan oleh Allah di dalam surat An-Nisa’ ayat 36:
وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا وَبِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْجَارِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْجَارِ ٱلْجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلْجَنۢبِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”
Baca Juga: Hukum Wudu dan Mandi Wajib saat Masih Haid atau Nifas
Imam al-Nawawi di dalam al-Adzkar menjelaskan, para ulama dari kalangan Mazhab Syafi’i berbeda pendapat mengenai hukum menjenguk non muslim. Sebagian menyatakan sunah sebagai bentuk menjaga kekerabatan dan sikap baik kepada tetangga, sebagian lagi melarang (al-Adzkar/1/324).
Di antara hadis yang dijadikan dasar bagi yang membolehkan adalah hadis yang diriwayatkan dari Sahabat Anas:
عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه – قَالَ كَانَ غُلاَمٌ يَهُودِىٌّ يَخْدُمُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَمَرِضَ ، فَأَتَاهُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعُودُهُ ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَقَالَ لَهُ « أَسْلِمْ » . فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهْوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ أَطِعْ أَبَا الْقَاسِمِ – صلى الله عليه وسلم – . فَأَسْلَمَ ، فَخَرَجَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – وَهْوَ يَقُولُ « الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ »
Diriwayatkan dari Sahabat Anas bahwa ia berkata: “Nabi memiliki seorang pembantu berusia belia yang beragama Yahudi. Suatu kali dia sakit dan Nabi mendatanginya untuk menjenguknya. Beliau duduk di sisi kepalanya. Nabi kemudian berkata: ‘Masuklah Islam!’ si anak melihat ke arah sang ayah yang ada di sisinya. Si ayah lalu berkata padanya: ‘Turutilah permintaan Abul Qasim’. Si anak kemudian masuk Islam. Nabi kemudian pulang sembari berucap: ‘Segala puji milik Allah yang menyelamatkannya dari neraka’. (HR. Bukhari-Muslim).
Imam Ibn Hajar di dalam Fathul Bari menjelaskan, hadis ini menunjukkan bolehnya menjenguk non muslim yang sakit. Ibn Hajar juga menerangkan bahwa menjenguk non muslim yang sakit bisa menjadi ibadah bergantung dari tujuan dari menjenguknya (Fathul Bari/4/427 dan 16/153).
Badruddin al-Aini juga menyatakan bahwa hadis tersebut adalah dasar bolehnya menjenguk non muslim yang sakit. Terlebih apabila non muslim tersebut adalah seorang tetangga. Tujuannya adalah menunjukkan kebaikan ajaran Islam serta menambah eratnya hubungan baik diantara mereka, sehingga muncul rasa cinta kepada Islam dari dalam diri mereka (‘Umdatul Qari/13/35).
Imam al-Nawawi di dalam al-Majmu’ syarah Muhadzdzab berkomentar, bahwa dia kurang setuju dengan pendapat yang menyatakan bahwa menjenguk orang sakit hanya disyriatkan pada seorang muslim yang sakit. Al-Nawawi menegaskan bahwa menjenguk non muslim hukumnya boleh dan bisa jadi berpahala apabila ada tujuan baik di dalamnya seperti menjaga hubungan antar kerabat atau tetangga (al-Majmu’ syarah Muhadzdzab/5/112).
Baca Juga: Alasan dan Cara Memperingati Maulid Nabi
Beberapa ahli fikih lain seperti Imam Zakariya al-Anshari dan al-Khatib as-Syirbini malah dengan tegas menyatakan, apabila si sakit adalah non muslim yang berstatus kerabat atau tetangga, maka sunah menjenguknya. Alasannya untuk menepati hak-hak kerabat dan tetangga di antara mereka (Asna Mathalib/4/184 dan Mughnil Muhtaj/4/195).
Kesimpulan
Dari berbagai keterangan di atas dapat diambil kesimpulan, menjenguk non-muslim yang sakit menurut sebagian ulama hukumnya sunah. Bahkan sepanjang pembacaan penulis terhadap literatur fikih klasik, tampak bahwa ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dengan catatan bahwa non muslim yang dimaksud adalah “dzimmi” atau non muslim yang menjaga hubungan damai dengan umat muslim.
Hal ini memperlihatkan pandangan Islam bahwa perbedaan agama tidak bisa menjadi penghalang seorang muslim untuk menjaga hak-hak kerabat serta tetangga. Islam mendorong pemeluknya menjaga hubungan sosial antar umat manusia, tak terkecuali pada yang berbeda agama. Wallahu a’lam.