Secara teoritis seorang qori’ ataupun orang yang mengajar membaca Al-Qur’an harus mengetahui pedoman-pedoman yang telah digariskan para ‘ulama ahli tajwid dan yang telah dibukukan para imam Qurra’, yaitu tentang hukumnya nun mati, tanwin dan mim mati, bacaan mad dan hukumnya, makhorijul huruf dan sifatnya, tantang waqof dan ibtida’ dan begitu seterusnya. Setelah pada bab-bab awal dalam buku tajwid memaparkan hukum nun sukun, tanwin dan mim mati, salah satu yang sering kita jumpai dalam mushaf Al-Qur’an adalah bacaan mad dan qasr. Pada tulisan ini akan mengurai tentang hukum mad asli (mad thobi’i)
Adapun dalil asal bacaan mad adalah dari haditsnya Musa bin Yazid al-Kindiy ra. Berkata ; ketika sahabat Ibnu Mas’ud mengajar seseorang, maka orang itu membaca
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسٰكِيْنِ
Dengan bacaan yang polos, maka sahabat Ibnu Mas’ud menegurnya “tidak begitu” Nabi saw membacakannya kepadaku, maka orang itu bertanya. “lalu bagaimana beliau membacakannya kepadamu? Maka ibnu Mas’ud membacanya dengan memanjangkan
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ
Sahabat Ibnu Mas’ud mengingkari orang yang membaca لِلْفُقَرَاۤءِ tanpa memanjangkan dan tidak memberi keringanan tidak memanjangkan, padahal panjang pendek disitu tidaklah mempengaruhi kalimah dan maknanya, akan tetapi karena bacaan Al-Qur’an itu merupakan bacaan sunah muttaba’ah yang orang akhir mengambil dari orang awal, maka sahabat Ibnu Mas’ud mengingkari bacaan yang tidak sama dengan bacaan Nabi saw yang dibacakan kepada sahabat semua. Maka demikian itu menunjukkan atas wajibnya mempelajari tajwid dan mengikuti ketentuanannya ketika membaca Al-Qur’an.
Baca juga: Inilah Lima Kitab Tajwid Karangan Ulama Nusantara
Dalam kitab Nihayatul Qoul Al-Mufid, Syaikh M.Makky Nashor menerangkan mad menurut Bahasa المدوالزيادة artinya memanjangkan dan menambah. Sedangkan menurut istilah adalah:
اِطَالَةُ الصَّوْتِ بِحَرْفٍ مِنْ حُرُوْفِ الْمَدِّ
Memanjangkan suara dengan salah satu huruf dari huruf-huruf mad (asli)
Sedangakan menurut KH. Maftuh Basthul Birri dalam buku Standart Tajwid terjemahan Fathul Mannan beliau menuturkan mad menurut istilah qurra’ ialah memanjangkan suaranya huruf mad. Huruf mad itu ada 3, yaitu alif, wawu dan ya’ denagan syarat harus mati dan jatuh setelah harakat yang munasabah.
Ukuran membaca panjang itu memakai gerakan jari-jari tangan. Satu gerakan namanya satu harakat, satu huruf itu satu harakat dan satu alif itu dua harakat (dua gerakan). Menggerakkannya biasa dengan digenggam atau dengan di buka (dibeber), biasanya juga dengan ketukan, satu ketukan satu harakat. Ukuran ini sebagai kadar kira-kira dan harus di stabilkan dengan cepat dan perlahan-lahannya bacaan.
Baca juga: Lima Referensi Awal Pembelajaran Tajwid di Bumi Nusantara
Pembagian Mad
Syaikh Sulaiman Al-Jamzuri dalam kitab Tuhfatul Athfal berkata:
وﺃلمد اﺻﻠـﻰ ﻭ ﻓـﺮﻋــﻰ ﻟـﻪ * ﻭﺳــﻢ ﺃﻭﻻ ﻃﺒﻴـﻌـﻴﺎ ﻭﻫـــﻮ
ﻣـﺎﻻ ﺗﻮﻗـﻒ ﻟـﻪ ﻋـﻠـﻰ ﺳـﺒﺐ * ﻭﻻﺑـﺪﻭﻧﻪ ﺍﻟﺤـﺮﻭﻑ ﺗﺠـﺘـﻠـﺐ
بل أي حرف غير هنز اوسكون * ﺟﺎ ﺑﻌـﺪ ﻣـﺪ ﻓﺎﻟﻄﺒــﻴﻌﻰ ﻳﻜـﻮﻥ
Mad itu ada dua; Mad Asli dan Mad Far’i. Mad asli disebut juga Mad Thabi’i.Mad Thabi’i itu tidak tergantung kepada sebab dan tidak pula ketiadaan huruf yang didapat. Setiap huruf selain hamzah dan sukun yang datang setelah huruf mad (alif, waw,ya) maka ia adalah mad thabi’i
Pengertian mad asli atau mad thobi’i dalam kitab Nihayatul Qoul Al-Mufid, Syaikh M.Makky Nashor mengatakan bahwa mad asli adalah hukum mad yang dasar atau pokok. Mad asli di kenal dengan istilah mad thobi’i karena seorang yang mempunyai tabiat baik tidak mungkin akan mengurangi atau menambah panjang bacaan dari yang telah di tetapkan. Jadi apabila ada wawu mati(وْ) jatuh setelah dhomah, ya’ mati (يْ) jatuh setelah kasrah dan alif (أ) jatuh setelah fathah. Panjangnya yaitu satu alif atau dua harakat. Sedangkan Syaikh Sulaiman Al-Jamzuri dalam kitab Tuhfatul Athfal berkata:
ﺣـﺮﻭﻓــﻪ ﺛـــﻼﺛـﺔ ﻓﻌـﻴـﻬﺎ * ﻣﻦ ﻟﻔـﻆ ﻭﺍﻯ ﻭﻫﻰ ﻓﻰ ﻧﻮﺣـﻴـﻬﺎ
ﻭﺍﻟﻜﺴﺮ ﻗﺒـﻞ ﺍﻟﻴﺎ ﻭﻗﺒﻞ ﺍﻟﻮﺍﻭ ﺿـﻢ * ﺷـﺮﻁ ﻭﻓـﺘﺢ ﻗﺒـﻞ ﺃﻟﻒ ﻳﻠﺘــﺰﻡ
Huruf mad ada tiga maka hafalkanlah.. dari lafaz “ﻭﺍﻯ” contohnya ﻧﻮﺣـﻴـﻬﺎ. Syaratnya harus senantiasa ada kasroh sebelum ya, Dhammah sebelum waw, dan fathah sebelum alif
Baca juga: Mengenal 8 Huruf HijaiyahTambahan dalam Ilmu Tajwid
Dinamakan mad asli sebab panjang dari mad ini adalah sesuai dengan dasarnya (redaksi), sedangkan dinamakan Thobi’i (sebangsa karakter) karena sifat mad atau panjangnya ini adalah pasti, yaitu satu alif. Bagi seorang qori’ seharusnya tidak akan mengurangi atau menambah panjang mad asli atau mad thobi’i.
Mad thobi’i dibagi menjadi tiga yaitu:
- Mad thobi’i dhoriri (artinya tampak)
Yaitu apabila ada salah satu huruf mad tersebut (tanda-tandanya)jelas, sehingga dapat diketahui langsung. Posisi wawu jatuh setelah dhommah, ya’ mati jatuh setelah kasroh dan alif jatuh setelah fathah.contoh:
وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ
- Mad thobi’i Muqaddar (dikira-kirakan)
Yaitu apabila ada salah satu huruf mad yang tanda-tandanya dikira-kirakan, dalam membacanya dibaca panjang tapi penulisan huruf madnya tidak tampak. Hal ini dikarenakan ada kaitannya dengan arti dan demikian cara penulisan dari khat utsmani. Seluruh ulama’ membaca panjang pada huruf lam dan mim. Contoh:
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ , مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ
- Mad thobi’i harfi (sebangsa huruf)
Syaikh Sulaiman Al-Jamzuri dalam kitab Tuhfatul Athfal mengatakan bahwa huruf-huruf fawatih as-suwar (ح ي ط ه ر) itu madnya disebut mad thobi’i harfi bukan mad lazim. Contoh:
كۤهٰيٰعۤصۤ, طٰهٰ
Baca juga: 4 Macam Bacaan Mad Badal dalam Ilmu Tajwid dan Contohnya
Perlu diketahui bahwa huruf-huruf (ح ي ط ه ر) dipanjangkan dengan 2 harakat atau 1 alif, dan disebut dengan Mad Thobi’i Harfi, tidak disebut dengan Mad Lazim Harfi Mukhaffaf karena dua alasan:
- Tidak ada sukun asli setelah huruf alif (huruf mad)حا ,يا ,طا ,ها ,را berbeda dengan huruf ق yang dibaca قاف setelah mad ada sukun pada huruf fa’ yang mana Mad Lazim Harfi Mukhaffaf.
- Huruf-huruf (ح ي ط ه ر) dipanjangkan 2 harakat, bukan 6 harakat sebagaimana mad lazim. Semua huruf Fawatih As-Suwar dibaca dengan menggunakan Asma’ Al-Huruf dan apabila diwasholkan pada huruf yang dibaca dengan musammayat al-huruf, maka menurut riwayat Imam Hafs dari Imam ‘Ashim tidak boleh di idghomkan. Contoh:
يٰسۤ ۚ – ١ وَالْقُرْاٰنِ الْحَكِيْمِۙ – نۤ ۚوَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُوْنَۙ – ١