nama “Imam an-Nawawi” tentu sudah sangat familiar dan banyak dikenal oleh umat Islam Indonesia, khususnya di lingkungan pondok pesantren. Ketenaran tersebut disebabkan karena banyaknya para pelajar ataupun intelektual muslim Indonesia yang membaca dan mengkaji karya-karya Imam an-Nawawi, mulai dari karyanya di bidang fikih, hadis, ilmu Al-Qur’an maupun bidang keilmuan Islam lainya. Melalui artikel singkat ini, penulis ingin mengajak kepada pembaca untuk mengenal sosok Imam an-Nawawi lebih mendalam.
Biografi Intelektual Imam an-Nawawi
Imam an-Nawawi memiliki nama lengkap Yahya ibn Syaraf ibn Murri ibn Hasan ibn Husain ibn Muhammad ibn Jum’ah al-Hizami an-Nawawi. Ia lahir pada bulan Muharram 631 H atau Oktober tahun 1233 M di desa Nawa, yang mana tempat tersebut terletak 83 km dari sisi selatan kota Damaskus, Syiria. Selain nama tersebut, ia juga dikenal dengan gelar (laqab) Muhyiddin, dan panggilan (kunyah) Abu Zakaria. Adapun sebutan “al-Hizami” merupakan nisbah kepada kakeknya yang keenam yaitu Hizam. Sedangkan sebutan “an-Nawawi” merupakan nisbah kepada desa tempat ia dilahirkan.
Dalam kitab Tuhfah al-Thalibin fi Tarjamah al-Imam Muhyiddin karya ‘Alauddin ‘Ali ibn Ibrahim ibn al-’Attar, dijelaskan bahwa an-Nawawi memulai pengembaraan intelektualnya pada tahun 649 H, ketika usia an-Nawawi 19 tahun. Pada saat itu ia bersama ayahnya pergi ke Damaskus dan menetap di Madrasah al-Rawahiyyah. Secara historis, Madrasah tersebut didirikan pada tahun 600 H oleh seorang saudagar kaya yang bernama Zakiyuddin ibn Rawahah (w. 622 H).
Baca Juga: At-Tibyan Fi Adab Hamalat Al-Quran, Pengantar Petunjuk Adab Berinteraksi dengan Al-Quran
Selama menetap di Madrasah al-Rawahiyyah, an-Nawawi banyak belajar dan berguru kepada para ulama terkemuka di Damaskus. Menurut Fachrizal A. Halim dalam Legal Authority in Premodern Islam: Yahya b. Sharaf an-Nawawi in the Shafi’i School of Law, dijelaskan bahwa guru pertama Imam an-Nawawi adalah seorang imam dan khatib Masjid Umayyah yaitu Syaikh Ibnu Abd al-Malik ibn Abd al-Kafi al-Rab’i. Kemudian, an-Nawawi dibawa oleh gurunya untuk belajar kepada Syaikh Tajuddin Abdurrahman ibn Ibrahim al-Fazari (w. 690 H). Hingga akhirnya, an-Nawawi dipertemukan dengan gurunya yang paling berpengaruh, yaitu Syaikh Abu Ibrahim Ishaq ibn Ahmad al-Maghribi (w. 650 H).
Selain nama-nama guru yang telah disebutkan, an-Nawawi juga belajar ilmu fikih kepada beberapa Syaikh Abdurrahman ibn Nuh al-Maqdisi (w. 654 H), Syaikh Abu al-Fadha’il Sallar ibn al-Hasan al-Irbali (w. 670 H), dan Syaikh Abu Hafs ‘Umar al-Irbali (w. 675 H). Kemudian, belajar ilmu ushul fikih kepada Syaikh al-Qadhi ‘Umar al-Tiflisi (w. 672 H). Lalu belajar ilmu hadis kepada Syaikh Syaikh Ibrahim ibn Isa al-Muradi (w. 667 H), Syaikh ‘Abd al-Aziz ibn Muhammad al-Anshari (w. 662 H), Syaikh Abu al-Fadha’il ‘Abd al-Karim ibn ‘Abd al-Shamad al-Harastani (w. 662 H), dan Syaikh Khalid ibn Yusuf al-Nabulsi (w. 663 H).
Kemudian, ia juga mempelajari ilmu gramatika bahasa Arab dari Syaikh Fakhr al-Din al-Maliki, Syaikh Ahmad ibn Salim al-Mishri, dan Syaikh Muhammad ibn Abdillah al-Jayyani. Tidak hanya mendalami ilmu-ilmu keislaman, an-Nawawi juga belajar tarekat atau ilmu tasawwuf kepada Syaikh Yasin ibn Abdillah al-Marakisyi. Berkat didikan Syaikh Yasin tersebut, menjadikan an-Nawawi tidak hanya sebagai sosok ulama yang ‘alim ‘allamah, namun juga pribadi yang zuhud dan gemar berpuasa. Kalaupun tidak berpuasa, dalam sehari semalam, an-Nawawi hanya makan sekali saja. Itupun yang dimakan biasanya hanya sebatas roti kering dan buah Tin/Ara.
Baca Juga: Imam An-Nawawi: Pembaca Al-Qur’an Perlu Membayangkan Allah Hadir Di Hadapannya
‘Abd al-Ghani al-Daqr dalam kitab al-Imam an-Nawawi: Syaikh al-Islam wa al-Muslimin wa Umdah al-Fuqaha’ wa al-Muhadditsin wa Shafwah al-Auliya’ wa al-Shalihin, menjelaskan bahwa selama menuntut ilmu, an-Nawawi dikenal sebagai murid yang sangat bersungguh-sungguh dalam belajar agama. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya waktu an-Nawawi yang dihabiskan untuk ilmu. Bahkan, dalam kondisi bepergian pun, ia juga masih menyibukkan diri dengan muthala’ah kitab. Tidak hanya itu, dalam setiap sehari, an-Nawawi mempelajari kurang lebih sebanyak 12 pelajaran. Selain itu, an-Nawawi juga hafal kitab-kitab yang diajarkan, seperti dua kitab karya Abu Ishaq al-Shirazi, yaitu kitab al-Tanbih, dan 1/4 bagian bab ibadah dari kitab al-Muhadzdzab fi al-Madzhab.
Setelah puas menuntut ilmu, an-Nawawi kemudian mulai aktif mengajarkan ilmu-ilmu yang ia peroleh dari guru-gurunya. Pada tahun 665 H, an-Nawawi diangkat menjadi pimpinan lembaga pendidikan Islam Dar al-Hadits al-Asyrafiyyah di Damaskus, sebagai pengganti Syaikh Abu Syamah yang wafat pada tahun tersebut. Beberapa nama murid an-Nawawi, antara lain adalah ‘Alauddin Abu al-Hasan ‘Ali ibn Ibrahim al-Dimasyqi (Ibnu al-Attar), Ahmad al-Dharir al-Wasithi, al-Qadhi Shadruddin Sulaiman ibn Hilal al-Ja’fari, Abdurrahman ibn Muhammad al-Maqdisi, Abdurrahim ibn Muhammad al-Samhudi, Syihabuddin al-Arbadi, dan masih banyak murid an-Nawawi lainya.
Selain aktif di bidang keilmuan Islam, an-Nawawi juga proaktif dalam menegakkan al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahi ‘an al-munkar dengan cara menyuarakan aspirasi dan mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak membawa maslahat kepada rakyat. Pada masa itu, an-Nawawi pernah dua kali mengirimkan surat teguran kepada penguasa saat itu, yaitu al-Malik al-Dzahir Baibars al-Bunduqdari. Teguran tersebut diberikan karena Baibars al-Bunduqdari memaksa rakyatnya agar membayar dana perang, sedangkan pada saat itu kondisi rakyat Syam sedang melarat.
Baca Juga: Peringatan An-Nawawi terhadap Pengajar Al-Quran yang Berebut Pengaruh
Kumpulan Karya Tulis Imam an-Nawawi
Selama hidupnya, an-Nawawi aktif menulis karya kitab dalam berbagai fan keilmuan Islam. Menurut Musa Furber dalam pengantar buku Etiquette with The Quran, jumlah karya an-Nawawi mencapai 55 kitab, beberapa karya tersebut antara lain adalah:
- al-Minhaj Syarh Shahih Muslim
- al-Tibyan fi Adab Hamalat al-Qur’an
- Riyadh al-Shalihin min Hadits Sayyid al-Mursalin
- al-Adzkar min Kalam Sayyid al-Abrar
- Raudhah al-Thalibin
- al-Arba’in fi Mabani al-Islam wa Qawa’id al-Ahkam atau yang lebih dikenal dengan sebutan kitab al-Arba’in an-Nawawiyah
- Minhaj al-Thalibin wa ‘Umdah al-Muttaqin
- al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab
- Adab al-Fatwa wa al-Mufti wa al-Mustafti
- al-Taisir fi Mukhtashar al-Irsyad fi ‘Ulum al-Hadits
Terkait dengan kajian Al-Quran, karya Imam an-Nawawi yang populer yaitu pesan-pesannya tentang adab atau tata cara berinteraksi dengan Al-Quran. Petunjuk An-Nawawi ini tercatat dalam kitab At-Tibyan fi Adab Hamalat Al-Quran.
Sebelum akhir hayatnya, Imam an-Nawawi mengunjungi kota Yerussalem. Namun, sekembalinya dari rihlah tersebut, ketika sampai di desa Nawa, an-Nawawi mulai menderita penyakit dan akhirnya penyakit tersebut menyebabkan ia wafat. Imam an-Nawawi wafat pada waktu sepertiga malam terakhir hari Rabu tanggal 24 Rajab tahun 676 H/1278 M pada umur yang terbilang masih muda, yaitu 45. Imam an-Nawawi dimakamkan di desa Nawa, Syiria. Umat Islam kehilangan salah satu ulama besarnya. Nafa’ana Allah bi’ulumih