BerandaUlumul QuranKetika Allah Menerjemahkan Bahasa Rasul-Nya (Bagian II)

Ketika Allah Menerjemahkan Bahasa Rasul-Nya (Bagian II)

Dari artikel sebelumnya disebutkan setidaknya ada tiga nabi dan rasul yang disinggung Nouman Ali Khan dalam kutipan yang diberikan Pak Hamam Faizin. Mereka bukan penutur bahasa Arab tetapi dikisahkan dalam Alquran bertutur dengan bahasa tersebut.

Ketiga nabi dan rasul tersebut adalah Musa, Nuh dan Ibrahim. Fir‘aun yang juga disebutkan dalam kutipan tersebut sudah include dalam Musa karena menjadi sasaran dakwahnya. Ketiga nabi dan rasul tersebut dapat ditempatkan dalam satu pohon silsilah yang menuju kepada Nabi Nuh.

Dalam buku Kisah para Nabi Pra-Ibrahim terbitan Kementerian Agama disebutkan bahwa baik Ibrahim dan Musa merupakan nabi dan rasul keturunan Nuh yang berasal dari jalur Sam. Jalur silsilah ini agaknya dapat memberikan petunjuk tentang bahasa apa yang digunakan oleh para nabi dan rasul sebagaimana disebutkan Khan dalam pernyataannya.

At-Tadmuri dalam Mutsir al-Garam fi Fadl Ziyarat al-Khalil menukil dari Ats-Tsa‘labiy dari Rasulullah Saw. menyebutkan bahwa Sam adalah leluhur bangsa Arab, Persia, dan Yunani. Sementara itu, para pujangga Yahudi yakin bahwa Shem (Sam) adalah leluhur dari ras purba yang mendiami wilayah yang sekarang dikenal dengan Timur Tengah.

Baca juga: Ketika Allah Menerjemahkan Bahasa Rasul-Nya (Bagian I)

Sam bin Nuh merupakan leluhur yang dirujuk dalam penyebutan rumpun bahasa Semit. Jawad ‘Ali dalam Al-Mufashshal fi Tarikh al-‘Arab Qabl al-Islam menyebutkan bahwa istilah semit pertama kali diusulkan oleh August Ludwig Schloetzer (Austria) tahun 1781 M. yang terilhami dari kitab Taurat. Penamaan ini kemudian dipopulerkan oleh Johann Cotte (Gottfried) Eichhorn melalui bukunya Repretorium.

Semit sendiri merupakan subrumpun bahasa Afro-Asia yang meliputi bahasa-bahasa seperti Akkadia (Assyria-Babilonia), Aram atau Iram (Suryani atau Suriah), Kanaan, Ibrani, dan Arab. Karena dari subrumpun yang sama, Mahmud Hijaziy dalam Madkhal ila ‘Ilm al-Lughah menjelaskan bahwa bahasa-bahasa ini memiliki beberapa kesamaan, seperti dalam masalah bunyi bahasa (shautiyyah), morfologi (sharaf), dan sintaksis (nahwu).

Namun demikian, hasil pembacaan yang penulis lakukan terhadap rumpun bahasa Semit belum mendapati bahasa apa yang digunakan oleh Nuh dan Ibrahim. Hanya bahasa Musa dan Fir‘aun saja yang terdeteksi sebagai bahasa Ibrani periode awal atau al-‘Ibriyyah al-qadimah, merujuk informasi yang diberikan Hijaziy.

Baca juga: Benarkah Bahasa Semit Akar Sejarah Bahasa Arab yang Digunakan Alquran?

Alasan belum diketahuinya bahasa yang digunakan oleh Nuh adalah karena rumpun bahasa Semit yang menjadi puncaknya, hanya merujuk pada Sam bin Nuh yang itu berarti satu tingkat di bawah Nuh. Sedangkan alasan belum diketahuinya bahasa yang digunakan oleh Ibrahim adalah sejarah bahasa Arab sebagai bagian dari rumpun bahasa Semit yang hanya sampai pada Isma‘il, putranya.

M. Al-A‘zhami dalam The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation: A Comparative Study with the Old and New Testatments atau Sejarah Teks Alquran dari Wahyu sampai Kompilasi: Kajian Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang menukil dari Al-Suyuthiy dalam Al-Itqan, menyebutkan bahwa Isma’il adalah orang pertama yang meletakkan aturan gramatika dan alfabet bahasa Arab.

Mengutip dari Sahih Al-Bukhariy, Al-A‘zhami juga menjelaskan bahwa suku Jurhum, suku tempat Isma‘il lahir, telah lama berbicara bahasa Arab. Kendatipun bahasa Arab yang digunakan suku Jurhum ini pada perkembangannya telah “dipoles” dengan bahasa Arab Quraiys karena kehilangan daya tariknya.

Baca juga: Alquran, Kalam Allah, dan Perkataan Nabi (Bagian I)

Meski belum menemukan bahasa apa yang digunakan oleh Nuh dan Ibrahim, penelusuran terhadap rumpun bahasa Semit dapat menemukan bahasa rasul dan nabi lain yang mungkin dapat menjadi alternatif contoh bahwa mereka tidak berbicara bahasa Arab. Dan dalam Alquran, mereka diceritakan menggunakan bahasa Arab dalam dialognya.

Di antaranya adalah Nabi Hud yang diutus untuk berdakwah kepada Kaum ‘Ad dengan kotanya yang teramat masyhur bernama Iram, ibu kota yang memiliki bangunan-bangunan tinggi nan kokoh (Iram of the Pillars).

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعادٍ. إِرَمَ ذاتِ الْعِمادِ

“Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) ‘Ad, (yaitu) penduduk Iram (ibu kota kaum ‘Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi.”

Baca juga: Melacak Zulkarnain: Tafsir, Israiliyyat, dan Sejarah (Bag. 1)

Nabi Hud sendiri merupakan putra Abdullah bin Rabah bin Al-Khulud bin ‘Ad bin ‘Aush bin Iram bin Sam bin Nuh. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Aram atau Al-Aramiyy, yang salah satu lahjah-nya adalah Suryani (Al-Suryaniyyah) dan sangat dekat dengan peradaban Kristen.

Di antara dialog Nabi Hud kepada kaumnya dalam Alquran sebagaimana termaktub dalam surah Hud [11] ayat 50-52,

وَإِلى عادٍ أَخاهُمْ هُوداً قالَ يا قَوْمِ اُعْبُدُوا اللهَ ما لَكُمْ مِنْ إِلهٍ غَيْرُهُ إِنْ أَنْتُمْ إِلاّ مُفْتَرُونَ. يا قَوْمِ لا أَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْراً إِنْ أَجْرِيَ إِلاّ عَلَى الَّذِي فَطَرَنِي أَفَلا تَعْقِلُونَ. وَيا قَوْمِ اِسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّماءَ عَلَيْكُمْ مِدْراراً وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلى قُوَّتِكُمْ وَلا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ.

“Kepada (kaum) ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Dia berkata, “Wahai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tidak ada tuhan bagimu selain Dia. (Selama ini) kamu hanyalah mengada-ada (dengan mempersekutukan Allah). (Hud berkata,) ‘Wahai kaumku, aku tidak meminta kepadamu imbalan (sedikit pun) atas (seruanku) ini. Imbalanku hanyalah dari (Tuhan) yang telah menciptakanku. Apakah kamu tidak mengerti? Wahai kaumku, mohonlah ampunan kepada Tuhanmu kemudian bertobatlah kepada-Nya! Niscaya Dia akan menurunkan untukmu hujan yang sangat deras, menambahkan kekuatan melebihi kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling menjadi orang-orang yang berdosa.”

Baca juga: Kitab Taurat dalam Alquran: Diturunkan kepada Nabi Musa dan Dipisahkan darinya

Maka dari paparan ini, dapat diketahui bahwa agaknya memang beberapa nabi dan rasul yang disebutkan dalam Alquran secara perspektif sejarah bahasa berbicara tidak dengan bahasa Arab. Mereka berbicara dengan bahasa mereka sendiri sebagaimana kaum mereka juga menggunakan bahasa rasul tersebut.

Dan dengan ini pula, apa yang disampaikan Khan dalam pernyataannya agaknya adalah benar: bahwa Allah telah menerjemahkan bahasa rasul-rasul-Nya dalam Alquran. Ataukah di sana masih tersisa bukti-bukti yang lain? Simak lanjutannya pada bagian ketiga. Wallahu a‘lam bi al-shawab. []

Nor Lutfi Fais
Nor Lutfi Fais
Santri TBS yang juga alumnus Pondok MUS Sarang dan UIN Walisongo Semarang. Tertarik pada kajian rasm dan manuskrip kuno.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...