BerandaUlumul QuranKetika Allah Menerjemahkan Bahasa Rasul-Nya (Bagian III)

Ketika Allah Menerjemahkan Bahasa Rasul-Nya (Bagian III)

Dalam studi ilmu Alquran, ada satu kajian yang menurut penulis memiliki kaitan sekaligus juga menjadi bukti lain dari apa yang telah penulis ulas dalam dua bagian sebelumnya. Al-Suyuthiy dalam Al-Itqan  menyebut kajian tersebut dengan ma waqa‘ fih (al-qur’an) bi ghair lughah al-‘arab atau dalam bahasa sederhananya, mu‘arrab.

Mu‘arrab merupakan kajian tentang ‘kemungkinan’ adanya diksi dan kata bukan bahasa Arab dalam Alquran. Kajian tersebut berisi perbedaan di antara ulama terkait dengan kebenaran ada dan tidaknya, argumentasi dari masing-masing pihak, serta contoh diksi dan kata bukan bahasa Arab bagi mereka yang menganggap ada.

Hasil ikhtisar Al-Suyuthiy dari karyanya yang lain berjudul Al-Muhadzdzab fi Ma Waqa‘ fi al-Qur’an min al-Mu‘arrab menyebut adanya dua kubu pendapat ulama terkait dengan mu‘arrab. Imam Syafi‘iy, Ibn Jarir, dan Abu ‘Ubaidah adalah sekian dari ulama yang merepresentasikan kubu penolak adanya mu‘arrab. Di antara argumentasi teologis yang mereka gunakan adalah surah Yusuf [12] ayat 2 yang secara tersurat menyebut bahwa Alquran adalah berbahasa Arab.

إِنّا أَنْزَلْناهُ قُرْآناً عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya (kitab suci) berupa Alquran berbahasa Arab agar kamu mengerti.”

Selain itu, surah Fushshilat [41] ayat 44 juga menjelaskan hal yang sama, yakni akan timbul kejanggalan dari umat Muhammad tatkala Alquran tidak menggunakan bahasa Arab (‘ajm).

وَلَوْ جَعَلْناهُ قُرْآناً أَعْجَمِيًّا لَقالُوا لَوْلا فُصِّلَتْ آياتُهُءَ أَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ

“Seandainya Kami menjadikannya (Alquran) bacaan dalam bahasa selain Arab, niscaya mereka akan mengatakan, “Mengapa ayat-ayatnya tidak dijelaskan (dengan bahasa yang kami pahami)?” Apakah patut (Alquran) dalam bahasa selain bahasa Arab, sedangkan (rasul adalah) orang Arab?”

Sementara mereka yang menganggap adanya kemungkinan mu‘arrab dalam Alquran membantah argumentasi teologis sebelumnya dengan keberadaan unsur bahasa non-Arab (‘ajm) dalam skala kecil (tertentu) tidak akan merusak kemutlakan penyebutan Arabiy bagi Alquran sebagaimana termaktub dalam surah Yusuf [12] ayat 2 di atas.

Baca juga: Ketika Allah Menerjemahkan Bahasa Rasul-Nya (Bagian I)

Al-Suyuthiy sendiri secara subyektif (ikhtiyariy) membenarkan pendapat kubu kedua, yang menganggap kemungkinan adanya mu ‘arrab. Ia menyitir riwayat Ibn Jarir dari Maysarah al-Tabi‘iy dengan sanad sahih yang menyebutkan, “Di dalam Alquran (ada) dari setiap bahasa”.

Al-Suyuthiy menambahkan bahwa hikmah dari ditemukannya bahasa non-Arab (‘ajm) dalam Alquran adalah keumuman isi kandungannya. Alquran yang isinya mencakup kisah-kisah umat terdahulu serta kabar tentang ‘segala sesuatu’ sudah semestinya menggunakan bahasa yang beragam sebagai isyarat akan hal tersebut.

Pun demikian dengan risalah Nabi Muhammad saw. yang berlaku bagi seluruh umat (al-‘alamin). Sudah seharusnya juga ia berisi bahasa-bahasa umat seluruh alam, kendati bahasa yang dominan adalah bahasa Arab mengingat Nabi Muhammad saw. adalah Arab. Hal ini Al-Suyuthiy pahami dari isi surah Ibrahim [14] ayat 4.

وَما أَرْسَلْنا مِنْ رَسُولٍ إِلاّ بِلِسانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ

“Kami tidak mengutus seorang rasul pun, kecuali dengan bahasa kaumnya, agar dia dapat memberi penjelasan kepada mereka.”

Baca juga: Kompleksitas Bahasa Arab sebagai Bahasa Alquran

Di antara diksi dan kata mu‘arrab yang dijumpai di dalam Alquran adalah abariq (أباريق). Kata ini terdapat dalam surah Al-Waqi‘ah [56] ayat 18. Al-Tsa‘alibiy dalam Fiqh al-Lugah menjelaskan bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Persia.

بِأَكْوابٍ وَأَبارِيقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِينٍ

“Dengan (membawa) gelas, kendi, dan seloki (berisi minuman yang diambil) dari sumber yang mengalir.”

Selain itu, ada juga kata (i)bla‘iy (ابلعى), yang disebutkan dalam surah Hud [11] ayat 44. Abu al-Syaikh dari riwayat (thariq) Ja‘far bin Muhammad, dari ayahnya (Muhammad), mengatakan bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Hind.

وَقِيلَ يا أَرْضُ اِبْلَعِي ماءَكِ وَيا سَماءُ أَقْلِعِي

“Difirmankan (oleh Allah), ‘Wahai bumi, telanlah airmu dan wahai langit, berhentilah (mencurahkan hujan).”

Baca juga: Gus Awis: Tidak Cukup Menafsirkan Alquran Hanya Bermodalkan Bahasa Arab

Serta kata akhlad (أخلد) yang disebutkan dalam surah Al-A‘raf [7] ayat 176. Menurut Al-Wasithiy dalam Al-Irsyad, kata tersebut berasal dari bahasa Ibrani.

وَلَوْ شِئْنا لَرَفَعْناهُ بِها وَلكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاِتَّبَعَ هَواهُ

“Seandainya Kami menghendaki, niscaya Kami tinggikan (derajat)-nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung pada dunia dan mengikuti hawa nafsunya.”

Logika mengenai adanya kaitan mu‘arrab sebagai bukti penerjemahan Allah atas bahasa rasul-Nya adalah gagasan tentang hakikat wahyu yang diterima Nabi saw., apakah dalam bentuk verbal atau hanya sebatas ide. Dalam hal ini, Taufik Adnan Amal dalam Rekonstruksi Sejarah Al-Quran menukil perbedaan pendapat di kalangan sarjana muslim.

Sebagian menganggap bahwa wahyu disampaikan hanya dalam bentuk ide, Nabi Muhammad saw.-lah yang meredaksikannya dengan kata-katanya sendiri dalam bahasa Arab. Sebagian lain menganggap bahwa Jibril-lah yang meredaksikannya dalam bahasa Arab untuk kemudian menyampaikan kepada Nabi saw. Sedangkan mayoritas dari mereka berpendapat bahwa Alquran diwahyukan dalam bentuk lafaz dan makna oleh Allah sendiri.

Baca juga: Empat Hikmah Keberadaan Kata Ajam (Non Arab) di dalam Alquran

Maka jika menggabungkan seluruh penjelasan ini, penerjemahan Allah terhadap bahasa rasul-Nya adalah murni ‘kesengajaan’ dari Allah. Hal ini karena, pertama, seluruh diksi dan kata dalam Alquran adalah murni pilihan Allah karena merujuk pendapat mayoritas ulama tentang gagasan mengenai wahyu; kedua, keberadaan mu‘arrab dalam Alquran menunjukkan bahwa Allah bisa saja tetap menggunakan bahasa asli para rasul-Nya, tetapi yang ada Allah tetap mewahyukan dalam wujud bahasa Arab.

Dari seluruh rangkaian ulasan yang telah penulis berikan, dari bagian satu, dua, dan tiga, agaknya dapat menjadi bukti kebenaran pernyataan Khan sebelumnya, bahwa Allah telah menerjemahkan seluruh dialog rasul-Nya dalam Alquran. Namun apakah benar-benar demikian, wallahu a‘lam bi al-shawab. []

Nor Lutfi Fais
Nor Lutfi Fais
Santri TBS yang juga alumnus Pondok MUS Sarang dan UIN Walisongo Semarang. Tertarik pada kajian rasm dan manuskrip kuno.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU