BerandaKhazanah Al-QuranTradisi Al-QuranMengapa Dianjurkan Berpuasa di Bulan Syakban?

Mengapa Dianjurkan Berpuasa di Bulan Syakban?

Syakban merupakan bulan ke delapan dalam perhitungan tahun hijriah. Ia terletak di antara Rajab dan Ramadhan. Posisinya yang demikian ini menjadikan dirinya ‘kurang diuntungkan’. Ia dianggap ‘kurang istimewa’ dibanding Rajab, satu dari empat bulan haram (mulia), dan Ramadhan, yang  di dalamnya terdapat lailah al-qadr, satu malam yang lebih mulia ketimbang seribu bulan.

Rasulullah saw. sendiri menyebut Syakban sebagai ‘bulan yang terlupakan’. Dalam riwayat Ahmad, beliau bersabda,

ذَاكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Artinya: Itulah bulan yang terletak di antara Rajab dan Ramadhan dan sering kali dilupakan orang-orang. Yaitu bulan ditampakkannya amal-amal di hadapan Tuhan sehingga aku senang dihadapkan amalku sedang aku dalam keadaan berpuasa. (HR. Ahmad)

Baca Juga: Beberapa Amalan Sunah di bulan Syakban

Ahmad Ginanjar Sya’ban dalam kolom Fatawa Syar‘iyyah-nya di portal NU Online menjelaskan bahwa riwayat Ahmad ini oleh para ulama dipahami sebagai argumen keutamaan meramaikan waktu-waktu tertentu yang sering kali dilupakan. Dalam masalah ini, Syakban sama halnya dengan waktu yang memanjang di antara salat Magrib dan Isya.

Argumen yang sama sejatinya juga berlaku bagi riwayat lain yang berisi motivasi beramal dan beribadah di bulan Syakban, seperti riwayat Imam Bukhari dan Ibn Majah di bawah ini.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يَصُومُ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ

Artinya: Dari ‘Aisyah r.a, ia berkata: Rasulullah saw. sedemikian sering berpuasa hingga kami mengatakan seolah beliau tidak pernah berbuka. Beliau juga sering tidak berpuasa hingga kami mengatakan seolah beliau tidak pernah berpuasa. Dan aku tidak pernah melihat Rasulullah saw. menyempurnakan puasa selama sebulan kecuali puasa Ramadhan. Dan aku juga tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa (sunnah) kecuali di bulan Syakban. (HR. Bukhari)

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا يَوْمَهَا، فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى السَّمَاء الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ، أَلَا مِنْ مُسْتَرْزِقٍ فَأَرْزُقَهُ، أَلَا مِنْ مُبْتَلَى فَأُعَافِيَهُ، أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا حَتَّى يَطَّلِعَ الْفَجْرَ

Artinya: Ketika malam Nisfu Syakban tiba, maka beribadahlah di malam harinya dan puasalah di siang harinya. Sebab, sungguh (rahmat) Allah turun ke langit dunia saat tenggelamnya matahari. Kemudian Ia berfirman: “Ingatlah orang yang memohon ampunan kepada-Ku maka Aku ampuni, ingatlah orang yang meminta rezeki kepada-Ku maka Aku beri rezeki, ingatlah orang yang meminta kesehatan kepada-Ku maka Aku beri kesehatan, ingatlah begini, ingatlah begini, sehingga fajar tiba. (HR. Ibnu Majah)

Baca Juga: Peristiwa Bersejarah Islam dalam Bulan Syakban: Peralihan Kiblat

Namun demikian, menurut Ginanjar, pada praktiknya, Rasulullah saw. ternyata tidak sesering itu melakukan ibadah puasa di bulan Syakban. Menurutnya, Rasulullah saw. hanya beberapa kali melakukan puasa di bulan Syakban sebagaimana dijelaskan ‘Aisyah r.a dalam riwayat Bukhari. Hal ini berarti bahwa ada faktor lain yang mendorong (murajjih) Rasulullah saw. berpuasa di bulan Syakban.

Hadis riwayat Ahmad di awal sejatinya telah memuat alasan mengapa Rasulullah saw. senang dan menganjurkan berpuasa di bulan Syakban, yakni pada bagian “bulan ditampakkannya amal-amal di hadapan Tuhan”. Bagian ini menurut Ginanjar, memiliki persesuaian dengan surah Az-Zumar [39] ayat 10,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Artinya: Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa perhitungan.

Raf‘ al-a‘mal (ditampakkannya amal) dalam riwayat Ahmad memiliki nilai yang sama dengan wafa’ al-ajr (penyempurnaan pahala) dalam surah Az-Zumar [39] ayat 10. Lantas, mengapa ibadah puasa yang dipilih dalam konteks tersebut?

Baca Juga: Syakban, Bulannya Pembaca Alquran

Merujuk penjelasan Al-Ghazali dalam Al-Arba‘in fi Ushul al-Din, ibadah puasa (al-shaum) menempati setengah bagian dari kesabaran (al-shabr). Hal ini karena setengah bagian dari kesabaran berfungsi meredam pendorong nafsu (al-syahwah), yang itu menjadi fungsi ibadah puasa, dan setengah bagian yang lain berfungsi meredam pendorong amarah (al-gadlab). Rasulullah saw. bersabda,

وَالصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ

Artinya: dan puasa adalah setengah dari kesabaran. (HR. Turmudzi)

Oleh karena persesuaian yang dimiliki antara riwayat Ahmad tersebut di awal, surah Az-Zumar [39] ayat 10, dan riwayat Turmudzi ini, Rasulullah sangat menganjurkan berpuasa di bulan Syakban.

Terkait dengan waktu ‘ditampakkannya amal’ atau ‘disempurnakannya pahala’ boleh jadi pada malam nishf Syakban sebagaimana diulas oleh Rasyida Rifaati Husna dalam tulisannya berjudul Malam Nisfu Syakban dan Penetapan Takdir dan Habib Maulana Maslahul Adi dalam tulisannya berjudul Malam yang Diberkahi Lailatul Qadar atau Nishfu Syaban?.

Wallahu a‘lam bi al-shawab []

Nor Lutfi Fais
Nor Lutfi Fais
Santri TBS yang juga alumnus Pondok MUS Sarang dan UIN Walisongo Semarang. Tertarik pada kajian rasm dan manuskrip kuno.
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...