Nama lengkap beliau adalah Abû al-Ḥasan ‘Ali ibn ‘Isa al-Rummânî al-Baghdâdî. Menurut beberapa ulama ia lahir pada tahun 276 H dan 267 H. Nmun, pendapat yang lebih kuat menyebutkan bahwa al-Rummânî dilahirkan pada tahun 296 H/908 M di kota Samarra, Baghdad (Irak). Penyematan nama “al-Rummânî” merupakan nisbah kepada nama sebuah istana yang terkenal yaitu Istana al-Rummân yang terletak di wilayah Wasith, Irak. Sedangkan nama “al-Baghdâdî” karena ia lahir di Baghdad.
Secara kondisi sosial-politik, al-Rummânî hidup pada detik-detik runtuhnya era Khilafah ‘Abbasiyah yang kemudian digantikan dengan kepemimpinan politik era Dinasti Buwaihi. Adapun dari sisi kondisi akademik, pada era abad ke-4 H termasuk era yang sudah mulai mencapai kematangan. Hal ini dikarenakan pada era ini telah berkembang budaya akademik berupa pengkajian dan penerjemahan buku-buku Yunani kuno yang dimulai pada era Khilafah ‘Abbasiyah. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pada era al-Rummânî hidup, literatur-literatur dari berbagai ragam keilmuan telah tersedia dan dapat diakses dengan mudah.
Dalam disertasi Saif ibn ‘Abd al-Rahmân al-‘Uraifî yang berjudul Syarh Kitâb Sîbawaih li Abî al-Hasan ‘Alî ibn ‘Isa al-Rummânî (296-384 H) min Bâb al-Nadbah ila Nihâyah Bâb al-Af’âl fî al-Qasam: Taḥqîqan wa Muwâzanatan, ia menjelaskan bahwa secara umum al-Rummânî belajar kepada beberapa ulama berikut, yaitu: Abû Ishâq al-Zajjâj (w. 310 H), Abû Bakr al-Sarrâj (w. 316 H), Abû Bakr ibn Syuqair (w. 317 H), Abû Bakr Duraid (w. 321 H), Ibn Mujâhid (w. 324 H), dan Ibn al-Ikhsyîd (w. 326 H). Dari sekian banyak guru tersebut, salah satu guru yang paling berpengaruh dalam intelektualitas al-Rummânî adalah Ibn al-Ikhsyîd. Dikarenakan ia cukup lama belajar di Madrasah al-Ikhsidiyya.
Baca Juga: Argumentasi Faydur Rahman Sebagai Kitab Tafsir Jawa Pertama
Para ulama mendeskripsikan Abû al-Ḥasan ‘Ali ibn ‘Isa al-Rummânî al-Baghdâdî sebagai salah satu ulama yang ahli dalam berbagai bidang keilmuan Islam (mutafannin) atau yang lebih dikenal dengan istilah polymath. Kepakarannya dalam bidang ilmu bahasa Arab dan penulis produktif menjadikan ia dijuluki sebagai “Syaikh al-‘Arabiyyah wa Shâhib al-Tashânîf”. Selain itu, ia juga dijuluki sebagai “al-Naḥwî” dikarenakan kepakarannya di bidang ilmu gramatika Arab. Oleh karena itu tidak heran jika banyak murid yang berguru al-Rummânî, seperti Abû al-Qâsim ‘Ubaidillah (w. 387 H), Abû al-Qâsim Sa’id al-Fâruqi (w. 391 H), Abû Hayyân al-Tauhîdî (w. 400 H), ‘Abdullah al-Nahwî (w. 400 H), Abû Thâlib Ahmad al-‘Abdi (w. 406 H), Hilâl ibn al-Muhsin (w. 448 H) dan masih banyak nama murid-murid lainnya.
Kemudian, dalam segi akidah, Ibrâhîm Sulaimân Suwailim dalam Abû al-Ḥasan ‘Ali ibn ‘Isa al-Rummânî wa Arâ’uhu al-Kalâmiyyah menjelaskan bahwa para ulama telah sepakat—diantaranya adalah al-Khaṭîb al-Baghdâdî, al-Sam’ânî, al-Dzahabî, dan Yâqût al-Ḥamawî—bahwasanya al-Rummânî merupakan ulama yang bermazhab akidah muktazilah (mutakallim al-mu’tazilah), khususnya muktazilah mazhab al-jubbâ’iyyah. Hal ini diperkuat dengan keterpengaruhan gurunya yang bernama Ibn al-Ikhsyîd (w. 326 H) yang mana al-Rummânî belajar ilmu kalam kepadanya. Oleh karena itu, oleh Ibn al-Murtada al-Rummânî dimasukkan sebagai bagian dari al-ṭabqah al-‘âsyirah dari tabaqât al-mu’tazilah.
Keterpengaruhan teologi muktazilah tersebut terhadap diri al-Rummânî semakin diperkuat dalam karya tafsirnya. Menurut Alena Kulinich dalam Beyond Theology: Mu’tazilite Scholars and Their Authority in al-Rummani’s Tafsir, menjelaskan bahwa al-Rummânî memiliki karya tafsir yang berjudul al-Jâmi’ fî Tafsîr al-Qur’ân. Dalam karya tersebut, rujukan utama aqwâl ulama yang digunakannya terdiri dari tiga tokoh muktazilah, yaitu: (1) Abû Bakr Ahmad ibn ‘Ali ibn al-Ikhsyîd (270-326 H/883-938 M); (2) Abû ‘Ali Muḥammad ibn ‘Abd al-Wahhâb al-Jubbâ’î (w. 303 H/915 M); dan (3) Abû al-Qâsim ‘Abd Allah ibn Aḥmad al-Ka’bî al-Balkhî (w. 319 H/931 M).
Tidak hanya itu, terdapat ulama lain yang menyebut al-Rummânî juga berakidah Syi’ah. Argumen yang menjadi dasar penisbahan ini dikarenakan dia sepakat dengan pandangan terkait pengutamaan sahabat ‘Ali ibn Abî Thâlib dibanding sahabat-sahabat yang lain, serta dikarenakan pada masa Dinasti Buwaihi, akidah yang berkembang pesat saat itu adalah Syi’ah. Namun demikian, Ibrâhîm Sulaimân menyebut bahwa al-Rummânî hanya sebatas sedikit condong ke pemikiran Syi’ah, tetapi tidak sampai menjadi Syi’ah Rafidhah.
Baca Juga: Mengenal Izz al-Din Kasynîṭ al-Jazâ’irî, Pengarang Kitab Ummahât Maqâshid al-Qur’ân
al-Rummânî wafat pada tahun 384 H/994 M, pada saat itu usianya mencapai angka 88 tahun. Jasad al-Rummânî dikebumikan di pemakaman daerah al-Syuniziyyah, Baghdad. Selama hidupnya, total karya kitab yang telah dihasilkan oleh al-Rummânî mencapai angka 100 kitab dalam berbagai fan keilmuan Islam, mulai dari Tafsir dan Ilmu Al-Qur’an, Ilmu Kalam, Fikih, dan Ilmu Bahasa Arab. Namun sayangnya, tidak semua karya tersebut sampai pada era kita saat ini. Dalam hal ini penulis akan menguraikan karya-karya al-Rummânî yang spesifik membahas terkait al-tafsîr wa ‘ulûm al-Qur’ân, yaitu:
- al-Alfât fî al-Qur’ân
- al-Jâmi’ li ‘Ilm al-Qur’ân/al-Jâmi’ fî Tafsîr al-Qur’ân
- Jawâb Ibn al-Ikhsyîd fî ‘Ilm al-Qur’ân
- Syarh Ma’ânî al-Qur’ân li al-Zajjâj
- Gharîb al-Qur’ân
- al-Mutasyâbih fî ‘Ilm al-Qur’ân
- al-Mukhtashar fî ‘Ilm al-Suwar al-Qishâr
- Masâ’il Abî ‘Ali ibn al-Nâshir fî ‘Ilm al-Qur’ân
- Masâ’il Thalhah fî ‘Ilm al-Qur’ân
- al-Nukat fî I’jâz al-Qur’ân