BerandaTokoh TafsirMengenal Marwan Hadidi dan Karyanya, Hidayatul Insan bi Tafsiri Al-Qur'an

Mengenal Marwan Hadidi dan Karyanya, Hidayatul Insan bi Tafsiri Al-Qur’an

Munculnya keragaman tafsir baik dari segi pendekatan dan bahasa merupakan bentuk upaya ulama menyampaikan pesan Alquran kepada umat Islam. Itulah sebabnya mengapa tafsir ditulis dengan beragam bahasa. Satu dari sekian banyak tafsir di Indonesia adalah Hidayatul Insan bi Tafsiri Al-Qur’an karya Abu Yahya Marwan Hadidi. Pada kesempatan kali ini, tulisan ini mengulas kitab tersebut, sekaligus dengan profil pengarangnya. Berikut ulasannya:

Biografi Intelektual Marwan Hadidi

Melansir dari artikel berjudul Analisis Pandangan Ahmad Hassan Terhadap Nasakh Dalam Alquran, Marwan Hadidi merupakan seorang pendakwah yang aktif baik di bidang tulis maupun oral.

Memiliki nama lengkap Abu Yahya Marwan Hadidi bin Musa. Abu Yahya merupakan nama kuniyah (julukan), adapun Musa merupakan nama ayah beliau. Marwan lahir pada Kamis, 3 Januari 1985 M (11 Rabi’ul Akhir 1405 H) dan merupakan putra dari pasangan Musa dan Saira.

Berdasarkan penelusuran penulis, ia aktif sebagai pendakwah baik itu melalui media tulis dan oral. Ia aktif sebagai penulis di media online; bimbinganislam.com dan muslim.or.id.  Adapun dalam kajian oral, beliau juga aktif mengisi kajian yang dapat ditemukan melalui media Facebook dan Youtube.

Baca Juga: Mengenal Kitab Tafsir Indonesia yang Lahir dari Ruang Akademik

Riwayat Pendidikan Marwan Hadidi

Kecintaannya terhadap Alquran telah nampak sejak SD. Dibuktikan dengan menghafalkannya, dan berhasil menyelesaikan hafalan tersebut saat menginjak pendidikan SMA.

Pendidikan SD Marwan Hadidi tempuh di Sekolah Dasar Negeri Karang Satria. Perjalanan intelektualnua berlanjut ke jenjang berikutnya di MTS Negeri Kodya Bekasi. Sedangkan tingkat Menengah Atas ia tempuh dengan persamaan paket C, sebagaimana melansir dari laman wawasankeislaman.blogspot.com.

Di tingkat perguruan tinggi, Marwan menempuh S1 di STAI Siliwangi Bandung dengan jurusan Pendidikan Agama Islam tahun 2011. Tiga tahun setelahnya, 2014, ia melanjutkan pendidikan dengan jurusan yang sama di Pascasarjana Universitas Islam Jakarta.

Pendidikan keagamaan bukan hanya ia tempuh melalui jalur formal. Cabang-cabang ilmu keislaman lainnya ia tempuh melalui jalur non-formal yang nantinya sedikit banyak turut berkontribusi dalam terbitnya tafsir Hidayatul Insan bi Tafsiri Al-Qur’an.

Beberapa ustadz yang pernah ia temui seperti: kepada Yazid bin Abdul QadirJawaz ia belajar akidah, kepada Syaikh Ahmad Muhammad Hasan Nafi ia belajar Tajwid, Romli Qomaruddin ia belajar Tsaqafah Islamiyyah, dan masih banyak lagi.

Baca Juga: Jejak Tafsir Al-Wahidiy di Indonesia: Penelusuran Awal

Kiprah Pasca Pendidikan

Seusai menuntut ilmu, Marwan hadidi aktif sebagai dosen pengajar di STAI Al-Barokah, Depok, Jawa Barat. Ia mengajar di unit kerja Pendidikan Agama Islam sebagaimana melansir dari laman siladiktis.kemenag.go.id.

Sebelum itu, ia juga memiliki pengalaman mengajar di beberapa instansi pendidikan, mulai dari pendidikan dasar, sampai universitas. Contohnya seperti mengajar di SDIT Salsabila YAKPI, Bekasi sebagai guru PAI dan Tahfiz.

Adapun di luar kesibukannya sebagai tenaga pengajar, Marwan Hadidi juga seorang penulis aktif. Tercatat beberapa karya telah ia terbitkan seperi modul ajar untuk anak-anak sekolah, terjemah Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-Asqalani, menerjemahkan Musalahatul Hadis, dan masih banyak lagi.

Karya terbesarnya di bidang kepenulisan ialah kitab tafsir yang ia namakan  Hidayatul Insan bi Tafsiri Al-Qur’an. Kitab ini menjadi bahasan utama tulisan ini.

Profil Tafsir Hidayatul Insan bi Tafsiri Al-Qur’an

Tidak banyak informasi tentang kapan dan dengan motif apa kitab ini ditulis. Namun, bila melihat dari nama kitab ini, Hidayatul Insan bi Tafsiri Al-Qur’an, kitab ini memiliki makna hidayah untuk manusia dengan Alquran.

Secara umum, kitab ini bertujuan memberi pemahaman kepada pembaca atas makna Alquran supaya mendapat hidayah.

Boleh jadi, atas dasar hal itu, tafsir ini ditulis dengan bahasa Indonesia, bahasa yang lebih mudah dipahami audiens. Secanggih apapun kitab tafsir ditulis dengan bahasa Arab, bila penerimanya masyarakat ‘ajam, mereka tetap kesulitan memahami makna Alquran.

Baca Juga: Khazanah Tafsir Tarbawi di Indonesia (2): Background Keilmuan Mufassir

Tampilan Fisik

Tafsir Hidayatul Insan bi Tafsiri Al-Qur’an ditulis sesuai tartib mushafi, yakni bersarkan urutan surah. Kitab tafsir ini ditulis lengkap dalam 30 juz, meski terdapat perbedaan tampilan tentang informasi berapa jilid.

Melansir dari laman alkhoirot.org, jilid pertama berisi penafsiran surah Al-Fatihah sampai Al-An’am dengan jumlah halaman 448.

Jilid kedua tersusun atas surah Al-A’raf sampai At-Taha setebal 492 halaman. Sedangkan jilid ketiga tersusun atas surah Al-Anbiya sampai Al-Mu’minun dengan jumlah halaman 514 mulai dari sampul sapai daftar isi.

Pada jilid keempat dimulai dari surah Fushilat sampai An-Nas setebal 510 halaman. Itu artinya ada 20 surah yang tidak menjadi bahasan, sebab Al-Mu’minun menempati surah ke 23, sedangkan Al-Fushilat surah ke 41.

Namun, melansir dari sumber yang sama, jilid ke lima dimulai dari surah Ar-Rum sampai Al-Jatsiyah setebal 449 halaman. Susunan surah tersebut nampak kacau, pada bagian jilid satu yang tertera di website tersebut merupakan kumpulan tafsir seluruh ayat setebal 1964 halaman.

Tampilan Penafsiran

Mulai dari surah Al-Fatihah sampai An-Naas, penafsiran Marwan lakukan dalam bentuk footnote (catatan kaki). Jadi, ayat dan terjemahan menjadi tampilan utama dalam halaman, adapun tafsir ayat berada di tempat terpisah. Hal ini serupa dengan penulisan tafsir Jami’ al-Bayan tulisan Thabari.

Ia memulai penafsirannya dengan menjelaskan makna isti’adzah. Pertama-tama, Marwan mengutip perintah membaca isti’adzah (An-Nahl ayat 98), kemudian ia tafsirkan dengan mengutip ayat lain (Al-Maidah ayat 6). Ia juga menambahkan kesunahannya menurut riwayat hadis.

Tahap selanjutnya, Marwan menjelaskan pendapat ulama tentang perintah isti’adzah. Tak lupa, ia juga menjelaskan terkait keutamaan membaca kalimat tersebut. Untuk lebih lengkapnya, dapat dibaca pada Hidayatul Insan bi Tafsiri Al-Qur’an jilid 1 halaman 2-3.

Corak dan Metode Penafsiran

Dari segi penafsiran, tafsir ini tergolong dalam tafsir bil ma’tsur, karena banyak mengambil refrensi melalui hadis. Beberapa kesempatan ia juga mengutip mufasir lain yang menjadikan hadis sebagai landasan penafsirannya.

Hasil penelitian Muzakkir dalama artikel yang berjudul Penafsiran Marwan bin Musa Terhadap Ayat-Ayat Sifat dalam Tafsir Hidayatul Insan bi Tafsir Alquran mengungkapkan, tafsir ini bercorak I’tiqady (teologis). Ia menjelaskan, tafsir ini mengikuti metode dan pemahaman penafsiran Salafus Salih.

Hal ini selaras dengan rujukan kitab yang penulis temukan dalam bagian daftar pustakan kitab ini yang banyak merujuk pada ulama salaf (baca halaman 514).

Sedangkan metodologi yang ia gunakan, bila menggunakan klasifikasi Al-Farmawi dalam Al-Bidayah fi at-Tafsiri al-Mawdhu’i, ialah antara ijmali (umum) dan tahlili (analitik). Contoh penafsiran ijmali dapat dilihat tatkala menafsirkan surah Al-Kafirun (baca halaman 1955) yang mana ia hanya menjelaskan makna seperlunya.

Sebaliknya, metode tahlili Marwan Hadidi gunakan untuk membedah ayat-ayat yang memerlukan penjelasan rinci. Contohnya ketika ia menafsirkan surah An-Nisa ayat 114-115 (baca halaman 303) tentang berbisikan yang utama dan balasan bagi orang yang menyelisihi Rasulullah saw.

 

Muhammad Wildan Syaiful Amri Wibowo
Muhammad Wildan Syaiful Amri Wibowo
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...