BerandaTafsir TematikTafsir AhkamMengenal Tafsir Ahkam al-Qur’an Karya Ibnu al-Faras

Mengenal Tafsir Ahkam al-Qur’an Karya Ibnu al-Faras

Tafsir ahkam dari ulama klasik yang jarang tersorot oleh akademisi Nusantara ialah Tafsir Ahkam al-Qur’an karya Ibnu al-Faras. Hal ini dikarenakan minimnya penelitian yang membahas tentang tafsir tersebut. Penulis hanya menemukan satu buku yang memasukkan nama Ibnu al-Faras di dalamnya dan tidak membahas secara detail (Lihat, Isnan Ansory, hal. 45).

Baca juga: Tafsir Fiqh: Mengenal Al-Jashash dan Ahkam al-Quran-nya

Kemungkinan tersebut dikarenakan mazhab dari tafsir tersebut lebih pada mazhab Maliki. Sedangkan mayoritas mazhab di Nusantara menurut Anny Nailatur Rohmah didominasi oleh mazhab Syafi’i yang salah satu faktornya karena dakwah yang dibawa Wali Songo (Anny Nailatur Rohmah, hal. 174).

Tafsir Ahkam al-Qur’an  karya Ibnu al-Faras merupakan tafsir yang lengkap 30 juz dengan analisis corak hukum di dalamnya dan bermazhab Maliki. Dari namanya sudah jelas jika tafsir tersebut memang di khususkan untuk membahas masalah hukum.

Biografi Ibnu al-Faras

Nama lengkap al-Faras atau Ibnu al-Faras ialah ‘Abd Al-Mun‘im bin Muhammad bin ‘Abd Al-Rahim  bin Muhammad Al-Khazraji, Al-Gharnathi dan dijuluki dengan sebutan Abu Muhammad. Ibnu al-Faras lahir di Granada pada tahun 525 H. Ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang menjunjung tinggi keilmuan. Karena awal pengembaraan Ibnu al-Faras dimulai dari keluarganya sendiri.

Kakek Ibnu al-Faras yang bernama Abd al-Rahim bin Muhammad al-Khazraji (w. 542 H) merupakan seseorang yang ahli dalam bidang hukum, qari, dan pembicara terkenal. Begitu  juga ayahnya, yang bernama Muhammad bin Abdurrahim bin Muhammad (w. 567 H) dikenal sebagai orang yang haus ilmu pengetahuan. Ayah Ibnu al-Faras juga dikenal dengan sebutan Ibnu al-Faras. Hal yang menjadi pembeda dengan julukan putranya ialah dia juga dikenal dengan sebutan Abu Abdullah. Ibnu al-Faras belajar membaca Alquran dari kakeknya, belajar hadis dan fikih bersama ayahnya (Ahkam al-Quran, juz I, hal. 8).

Baca juga: Ibnu Athiyyah, Mufasir Al-Quran dari Granada Spanyol

Pengembaraan keilmuan Ibnu al-Faras yang dimulai dari lingkungan keluarganya menjadi awal dari semua kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan. Setelah itu, Ibnu al-Faras melanjutkan pendidikannya di Andalusia dan belajar banyak hal yang belum dia dapatkan sebelumnya, seperti hadis riwayah dan dirayah yang belajar dari Hisham bin Ahmad bin Hisham al-Hilaly, ilmu qiraat dari Sharwah bin Ahmad bin Sharwah al-Salmani. Selain itu, dia juga mendapat banyak ijazah dari beberapa ulama seperti Abi al-Walid al-Dubbagh, Abi Bakar bin al-‘Arabi tentang ilmu syariat (Al-Dhawahir al-Lughawiyah ‘inda ibn al-Faras al-Andalusi fi Ahkam al-Quran, hal. 110).

Pengembaraannya membuahkan banyak karya di berbagai bidang keilmuan, seperti ilmu Bahasa Arab, nahwu, balaghah dan beberapa karya syair. Kitab populer dalam masalah nahwu ialah kitab al-masa’il al-lati ukhtulifa fiha al-nahwiyyunamin ahl al-basrah wa al-kufah, sina‘ah al-jadal, adab al-qada’, kitab fi al-abniyah, ikhtisar li kitab al-ahkam al-sultaniyah, ikhtisar li kitab al-nasab, ikhtisar li kitab nasikh al-quran wa mansukhihi li ibn al-shahin, mukhtasar li kitab al-muhtasib li ibn juni dan lain-lainnya.

Latar Belakang dan Sekilas tentang Tafsir Ahkam al-Qur’an Karya Ibnu al-Faras

Latar belakang Ibnu al-Faras menulis tafsirnya tersebut tidak lepas karena keinginannya secara pribadi ketika melakukan pengembaraan keilmuan. Motivasi Ibnu al-Faras terdorong karena ketika dia melihat tulisan-tulisan ulama dalam bidang hukum tidak menemukan sesuatu yang bisa menghilangkan kebutuhan pada masa itu. Menurutnya, tidak banyak karya ulama yang memberikan penjelasan-penjelasan tata cara hukum dari Alquran.

Dengan adanya problem yang dilihat oleh Ibnu al-Faras, akhirnya dia bermaksud untuk membahas apa yang tidak dilakukan oleh ulama-ulama pada masa itu. Dia mencari permasalahan yang disandarkan pada Alquran. Setelah itu, masalah-masalah yang dia kumpulkan dijadikan dalam satu kitab agar dapat lebih mudah dipahami oleh orang lain dengan penjelasan yang singkat dan memilah pendapat yang lebih unggul (Ahkam al-Quran, juz I, hal. 34).

Baca juga: Muhammad Ali Ash-Shabuni, Begawan Tafsir Ayat Ahkam Asal Aleppo, Suriah

Dalam penyajiannya, Ibnu al-Faras mencantumkan beberapa pendapat agar pembaca mengetahui perbedaan-perbedaan dalam masalah hukum yang dinilai sebagai pendapat ittifaq (disepakati) dan juga ikhtilaf (berbeda). Meskipun demikian, kecondongan Ibnu al-Faras tidak dapat dipungkiri dengan adanya tarjih pada pendapat-pendapat yang dia sebutkan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan mukadimah ahammiyah yang lebih condong pada mazhab Maliki (Ahkam al-Quran, juz I, hal. 17).

Sedangkan, corak dari tafsir ahkam al-qur’an dalam kategorisasi Nashruddin Baidan masuk dalam corak khusus, yaitu corak fikih. Karena corak yang ada di dalam tafsir tersebut di dominasi oleh satu corak saja. Sedangkan sumber yang digunakan oleh Ibnu al-Faras banyak menggunakan data dari hadis nabi dan juga beberapa pendapat ulama. Hal tersebut terbukti dengan analisis Ibnu al-Faras dalam al-Baqarah ayat 233:

قوله: {يرضعن أولادهن} خبر معناه الأمر. وقد اختلف فيما يلزم المرأة ذات الزوج من رضاع ولدها…

Firman Tuhan “Yurdi’na awladahunna” merupakan khabar yang bermakna perintah. Terdapat perbedaan dalam masalah kewajiban perempuan yang mempunyai suami untuk menyusui anaknya…

Analisis tersebut memang dimulai dengan penentuan kedudukan dari susunan ayat. Akan tetapi, hal itu hanya disinggung sekilas dan langsung ditarik pada diskursus hukum menyusui anak dari berbagai mazhab. Selain itu, Ibnu al-Faras juga melakukan tarjih dengan mengunggulkan pendapat dari mazhab Maliki (Ahkam al-Quran, juz 1, hal. 337). Wallahu a’lam[]

- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU