Kharisma Kota Madinah sebagai salah satu kota paling bersejarah menjadi suatu alasan bagi sejumlah Sahabat untuk setia menetap di dalamnya. Mereka memilih tinggal dari pada berhijrah ke kota-kota makmur lainnya yang telah menjadi wilayah kekuasaan Islam. Mereka juga yang mengisi Madinah dengan berbagai aktivitas belajar-mengajar, terutama yang menjadikan al-Qur’an dan Sunnah sebagai objek kajiannya.
Berkat aktivitas ilmiah yang terjadi di Kota Madinah, berdirilah sebuah madrasah tafsir yang terkenal dengan sebutan “Madrasah Tafsir Madinah”. Di sanalah para Tabi’in berguru kepada para Sahabat yang terkenal sebagai mufassir. Di antara mereka, ada satu nama yang menjadi sorotan para Tabi’in Kota Madinah dan dikenal sebagai pengasuh madrasah tafsir, ialah Ubay ibn Ka’ab.
Abu Mandzur atau Abu Thufail Ubay ibn Ka’ab ibn Qais ialah seorang Sahabat yang menjadi penulis pertama Nabi setibanya Nabi di Madinah. Sebelum memeluk Islam, ia merupakan salah satu dari uskup Yahudi yang memahami isi kitab-kitab suci terdahulu. Maka tatkala memeluk Islam, ia menjadi seseorang yang memiliki keilmuan asbabun nuzul yang mapan. Selain itu ia juga tidak pernah melewatkan satu ayat pun yang ia tidak ketahui kecuali ia tanyakan maknanya pada Rasulullah.
Maka tidak mengherankan jika Ubay menjadi sahabat yang begitu berpengaruh keilmuannya di Madinah dan dijadikan sebagai pusat oleh kalangan Tabi’in—khususnya yang berada di Madinah—dalam memperoleh keilmuan al-Qur’an dan Sunnah.
Tentunya dari keseluruhan muridnya, ada beberapa yang menonjol dan dikatakan sebagai pewaris estafet keilmuan gurunya. Oleh karena itu, tulisan kali ini akan membahas para tabi’in utama jebolan madrasah tafsir Ubay ibn Ka’ab. Mereka adalah Abul Aliyah, Muhammad ibn Ka’ab al-Qardzhi dan Zaid ibn Aslam.
Abul Aliyah
Abul Aliyah adalah kunyah yang dinisbatkan padanya. Nama aslinya ialah Rufai’ ibn Mahran. Seorang Tabi’in yang memeluk Islam setelah dua tahun wafatnya Nabi. Ia menjadi salah satu Tabi’in yang paling tsiqah dan masyhur dalam bidang Tafsir. Ia juga seorang periwayat yang meriwayatkan riwayat yang berasal dari Ali ibn Abi Thalib, Ibn Mas’ud, Ibn Abbas, Ubay ibn Ka’ab dan kibar Sahabat lainnya.
Baca Juga: Tiga Tabiin Utama Jebolan Madrasah Tafsir Ibn Abbas (Edisi Mujahid Ibn Jabir)
Para Imam Kutub al-Sittah bersepakat atas ke-tsiqah-an seorang Abul Aliyah. Ia adalah salah satu Tabi’in yang mutqin dalam hafalan Qur’annya. Ia juga menjadi salah satu murid Ubay yang sangat banyak meriwayatkan tafsirnya, sehingga banyak ulama yang mengambil riwayatnya. Di antara ulama tersebut ialah Ibn Jarir, Ibn Abi Hatim, al-Hakim, serta Imam Ahmad.
Abul Aliyah wafat pada tahun 90 Hijriyyah sebagaimana yang disampaikan dalam riwayat yang paling rajih menurut para ulama.
Muhammad Ibn Ka’ab al-Qarzhi
Muhammad ibn Ka’ab ibn Salim ibn Asad al-Qarzhi al-Madani ialah seorang Tabi’in yang berasal dari suku Aus. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Kota Madinah dan memiliki kunyah Abu Hamzah dan Abu Abdullah. Ia menjadi periwayat dari riwayat-riwayat yang berasal dari Ali ibn Abi Thalib, Ibn Mas’ud dan Ibn Abbas serta kibar Sahabat lainnya. Terkhusus riwayat dari gurunya Ubay ibn Ka’ab.
Ia terkenal sebagai seorang yang tsiqah, adil, dan wara’. Dalam pandangan Imam Kutub al-Sittah, Muhammad ibn Ka’ab adalah seorang yang paham mengenai kitabullah. Ibn Aun berkomentar bahwa ia tidak pernah mendapati seorang yang begitu paham isi kitabullah selain al-Qarzhi. Ibn Hibban juga menambahkan bahwa al-Qarzhi adalah salah seorang yang paling mulia di Madinah sebab kealiman dan kefaqihannya. Muhammad ibn Ka’ab al-Qarzhi wafat di usia 87 tahun pada tahun 118 Hijriyyah.
Zaid Ibn Aslam
Zaid ibn Aslam ialah nama lengkapnya. Kunyah-nya Abu Usamah. Seorang Tabi’in yang termasuk golongan kibar Tabi’in yang memahami tafsir dan terpercaya riwayatnya. Imam Kutub al-Sittah bersepakat bahwa ia adalah seorang yang tsiqah dan adil sehingga riwayatnya dapat dijadikan sebagai rujukan.
Zaid ibn Aslam terkenal sebagai seorang Tabi’in yang biasa melakukan penafsiran dengan menggunakan keilmuan dan nalar yang ia miliki. Ia menilai bahwa melakukan penafsiran yang sesuai dengan kaidah keilmuan adalah suatu hal yang diperbolehkan sebagaimana banyak Sahabat dan Tabi’in yang mempratekkannya.
Baca Juga: Tiga Tabiin Utama Jebolan Madrasah Tafsir Ibn Abbas (Edisi Ikrimah Ibn Abdillah al-Barbary)
Beberapa ulama setelahnya yang menjadikan penafsiran Zaid sebagai rujukan antara lain: anaknya sendiri, Abdurrahman ibn Zaid serta Annas ibn Malik guru dari Imam al-Syafi’i sekaligus salah satu Imam dari empat madzhab fiqh yang mu’tabarah. Zaid ibn Aslam diriwayatkan wafat pada tahun 136 Hijriyyah.
Demikian ulasan singkat atas ketiga Tabi’in yang masyhur sebagai Tabi’in utama jebolan madrasah tafsir Ubay ibn Ka’ab yang berada di Kota Madinah. Keterbatasan data yang dimiliki tidak memungkinkan untuk mengulas aspek menarik seputar kisah hidup mereka. Namun, semoga ini bisa menambah pengetahuan akan nama-nama Tabi’in yang terkenal aktif dalam aktivitas penafsiran al-Qur’an. Wallahu a’lam.