Masa pemerintahan Abu Bakr Ash Shiddiq dikenal dengan era pengumpulan Al-Quran. Masa ini menjadi fase yang sangat penting bagi masa depan Al-Quran dan umat Islam tentunya. Dapat dikatakan karena kebijakan Abu Bakar yang didukung ketegasan Umar dan dedikasi dari Zaid bin Tsabit pada masa tersebut membuat umat Islam bisa membaca Al-Quran, menulis, menghafal dan mempelajarinya hingga sekarang.
Tidak mudah bagi Abu Bakar dan para sahabat Nabi yang lain untuk melewati masa ini. Mereka dihadapkan pada persoalan serius, seperti orang-orang murtad, orang-orang yang enggan membayar zakat dan juga ada yang mengaku sebagai Nabi pengganti Nabi Muhammad. Ketidakstabilan ini menyebabkan terjadinya perang Yamamah. Perang antara orang Islam dan para pembangkang ini juga melibatkan para penghafal Al-Quran, dan sedih sekali ketika banyak di antara mereka yang menjadi syahid dalam perang tersebut.
Kesedihan tentu melanda umat Islam saat itu, termasuk Umar bin Khattab. Di saat yang sama, karena banyaknya para penghafal Al-Quran yang wafat, Umar kawatir Al-Quran juga akan ikut hilang bersamaan dengan para penghafalnya. Dalam hadis riwayat Al Bukhari nomor 4603 disampaikan bahwa Zaid bin Tsabit RA. bercerita kurang lebih seperti berikut ini:
Abu Bakar mengirim para korban perang Yamamah kepada Zaid dan ternyata Umar bin Khattab RA. ada bersama Abu Bakar. Abu Bakar RA. pun berkata pada Zaid bahwa sesungguhnya Umar mendatanginya dan berkata bahwa mayoritas korban perang Yamamah adalah para penghafal Al-Quran. Sebab gugurnya mereka, Umar khawatir sebagian besar Al-Quran juga akan hilang, dan ia (Umar) punya pendapat, sebaiknya Abu Bakar segera memerintahkan seseorang untuk melakukan dokumentasi atau pengumpulan Al-Quran.
Abu Bakar merespon pendapat Umar tersebut dengan bertanya tentang sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Umar kemudian menjawab disertai sumpah ‘demi Allah, ini adalah ide yang baik’. Umar terus membujuk Abu Bakar hingga Allah memberi ‘kelapangan dada’ Abu Bakar dan akhirnya ia setuju dengan usulan Umar. Kemudian Abu Bakar menugaskan tugas mulia ini kepada Zaid seraya berkata ‘sesungguhnya kamu adalah seorang pemuda yang cerdas, kami sama sekali tidak curiga sedikit pun padamu. Sungguh, kamu lah yang telah menulis wahyu untuk Rasulullah SAW, karena itu, telusurilah Al-Quran dan kumpulkanlah!’
Zaid keberatan dan berkata ‘Demi Allah sekiranya mereka memerintahkanku untuk memindahkan gunung, niscaya hal itu tidaklah lebih berat daripada apa yang mereka perintahkan padaku, yaitu mendokumentasikan Al-Quran.’ Zaid kemudian bertanya ‘bagaimana kalian (Abu Bakar dan Umar) melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW?’ Abu Bakar menjawab seperti jawaban Umar sebelumnya ‘Demi Allah, ini adalah kebaikan’. Abu Bakar terus membujukku hingga akhirnya Allah ‘melapangkan dada’ku sebagaimana Abu Bakar sebelumnya.
Az-Zanjani dalam Tarikh Al-Quran memberi komentar tentang riwayat ini. Ia mengatakan bahwa keengganan awal Abu Bakar tidak lain karena sikap taat dan patuhnya kepada Nabi Muhammad SAW. Ia tidak berani menerima usulan Umar, karena ide tersebut tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Hal yang sama juga terjadi pada Zaid bin Tsabit. Sementara Umar berpikir bahwa ide pengumpulan Al-Quran ini untuk kemaslahatan dan masa depan umat Islam, karena Al-Quran adalah kitab suci umat Islam, pedoman dasar hidup mereka. Keyakinan dan kemantapan hati Umar inilah yang membuat Abu Bakar akhirnya luluh dan ikut menyetujui usulan Umar, sehingga ia pun membujuk Zaid bin Tsabit seperti yang dilakukan Umar padanya.
Baca Juga: Inilah Karakteristik dan Keunikan Tulisan Mushaf Al-Quran
Kisah di atas juga menandakan bahwa keputusan untuk mengumpulkan atau mendokumentasikan Aqluran ini tidak mudah, perdebatan alot antara tiga sahabat senior lebih dulu terjadi, banyak pertimbangan dan berbagai argumen disampaikan, karena hal ini berkaitan dengan masa depan atau nasib Al-Quran dan umat Islam. Kita bisa melihat bagaimana Umar meyakinkan Abu Bakar sebelum akhirnya ia bersedia memberikan perintah pada Zaid bin Tsabit, begitu pula dengan Zaid bin Tsabit yang perlu diyakinkan dan dibujuk terlabih dahulu hingga akhirnya bersedia menjalankan misi yang sangat mulia ini.
Tidak berhenti di sini, Zaid bin Tsabit melaksanakan tugasnya itu dengan sangat hati-hati dan penuh tanggung jawab. Dalam mengumpulkan Al-Quran, ia selalu berpedoman pada dua hal, yaitu hafalan dan catatan para sahabat yang ditulis di depan rasulullah SAW, sehingga ketika ada ayat terakhir surat at Taubah yang tidak ditemukan catatannya, ia pun terus mencari, hingga akhirnya ditemukan di catatan Abu Khuzaimah Al Anshari.
Mengenang riwayat diatas, setidaknya ada tiga hal yang bisa kita teladani:
- Validitas pengumpulan Al-Quran, mulai dari diskusi dan pertimbangan yang tidak mudah antara Umar, Abu Bakar dan Zaid bin Tsabit; penunjukkan Zaid bin Tsabit sebagai ‘ketua pelaksana’; hingga pedoman pengumpulannya yang meliputi hafalan para sahabat dan catatan sahabat yang ditulis di hadapan Nabi Muhammad SAW.
- Kolaborasi apik antara inisiator, legislator dan eksekutor yang akhirnya menghasilkan keputusan dan kebijakan yang tepat untuk persoalan yang super berat. Umar sebagai inisiator dari momen yang sangat penting ini, dengan ketegasan dan kekuatan argumentasinya ia mampu meyakinkan Abu Bakar yang dikenal sebagai sahabat yang paling sendika dawuh kepada Nabi Muhammad SAW., tentu ini bukan pekerjaan yang mudah.
Sama hal nya dengan Abu Bakar, sebagai pemimpin umat saat itu, ia sudah berani membuat keputusan besar untuk melegalkan pekerjaan yang sangat mulia ini, meski harus meninggalkan ‘keyakinan’ awalnya. Ia juga langsung menunjuk orang yang sangat tepat untuk mengeksekusi tugas berat ini, yaitu Zaid bin Tsabit. Pekerjaan besar ini kemudian dieksekusi dengan sempurna oleh Zaid bin Tsabit. Ia sangat hati-hati dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya, seperti yang telah disinggung sebelumnya.
Baca Juga: Ciri Khas Tafsir Era Sahabat Menurut Husein Adz-Dzahabi
- Sesuatu yang tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah tidak selamanya tidak baik, ini bisa dilihat dari peristiwa jam’u al-Qur’an (pengumpulan Al-Quran). Akan tetapi tidak menjamin pula sesuatu yang ‘baru’ itu selalu baik. Untuk itu, pertimbangkan dengan seksama bahaya dan manfaatnya, mudharat dan maslahatnya, dialog kan, diskusikan dan putuskan, sebagaimana sudah dicontohkan oleh Abu Bakar, Umar dan Zaid bin Tsabit, ridwanullahi ‘alaihim.
Wallahu A’lam.