Meski tidak ditemukan penjelasan yang sharih mengenai afiliasinya (tarjih al-riwayah), rasm pada Mushaf Al-Qur’an Standar Usmani Indonesia cenderung mendekati mazhab Al-Daniy dalam Al-Muqni‘. Namun aplikasi penulisannya memang tidak secara langsung merujuk padanya, tetapi seperti yang telah dijelaskan dalam Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia terbitan LPMQ Kemenag, merujuk pada Al-Itqan karya Al-Suyuthiy. Dengan begitu tulisan ini akan mengulas terkait perbedaan rasm al-Daniy dan Al-Suyuthiy.
Kaidah rasm Al-Suyuthiy sendiri menurut Zainal Arifin Madzkur lebih mendekati rumusan yang disusun oleh Abu ‘Amr al-Daniy dalam Al-Muqni‘. Berbeda dengan klaim Ahmad Fathoni yang menyebutkan bahwa afiliasi Al-Itqan lebih dekat kepada Abu Dawud dalam Al-Tabyin.
Memang jika melihat secara langsung keterangan yang disebutkan sendiri oleh Al-Suyuthiy dalam Al-Itqan, pernyataan Zainal Arifin agaknya lebih dapat dibenarkan ketimbang Ahmad Fathoni. Pada pengantar yang diberikan di awal, Al-Suyuthiy menyebutkan bahwa kaidah yang disusun olehnya disarikan dari Al-Muqni‘ karya Al-Daniy dan syarh Al-Sakhawiy atas ‘Aqilah Atrab al-Qasha’id fi Asna al-Maqashid.
Baca juga: Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 222: Ikhtiar Menyucikan Diri Lahir dan Batin
Selain pengantarnya di awal tersebut, pada bab ke-76 tentang marsum al-khath wa adab kitabatih, Al-Suyuthiy juga menyebutkan rujukan lain atas penyusunan kaidah rasm-nya, yakni ‘Unwan al-Dalil fi Marsum Khathth al-Tanzil karya Abu al-‘Abbas al-Marakisyiy. Dan dari semua rujukan yang ada, tak ada satu pun yang menyebutkan secara langsung bahwa afiliasi ‘mazhab’ rasm Al-Suyuthiy merujuk pada Abu Dawud, sebagaimana klaim Ahmad Fathoni.
Namun demikian, kedekatan afiliasi rasm Al-Suyuthiy terhadap Al-Daniy ini memang tidak banyak didukung oleh beberapa ulama Al-Qur’an, seperti Allahu yarham KH. Matuh Basthul Birri dalam Mari Memakai Al-Qur’an Rasm ‘Usmaniy (RU) (baca selengkapnya di Kontroversi Rasm Imam Al-Suyuthi). Hal ini cukup beralasan mengingat keduanya memiliki beberapa perbedaan.
Dalam tulisan kali ini, penulis bermaksud menyajikan perbandingan perbedaan keduanya. Setidaknya ada 2 perbedaan yang nantinya akan penulis sebutkan. Pada 2 perbedaan ini, masing-masing dari Al-Daniy dan Al-Suyuthiy sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan.
Baca juga: Tujuh Prinsip Politik Islam dalam Al-Quran
Perbedaan Kaidah Al-Daniy dan Al-Suyuthiy
Baik Al-Daniy maupun Al-Suyuthiy sebenarnya sama-sama menganut model sajian tematik, dimana kaidah-kaidah yang sama disusun dalam satu bab atau fashl. Namun demikian, cara penyajian yang digunakan oleh Al-Suyuthiy agaknya lebih tersistem dengan baik.
Al-Daniy membagi kaidahnya ke dalam 21 bab dan 17 fashl. Dari bab dan fashl ini sering kali dijumpai kesamaan tema kaidah, seperti al-hadhf (pembuangan) yang disebutkan dalam 4 bab dan fashl yang berbeda, atau al-ithbat (penetapan) yang disebutkan dalam 3 bab dan fashl yang berbeda.
Berbeda dengan Al-Daniy, Al-Suyuthiy secara langsung membagi kaidahnya ke dalam 6 tema utama: al-hadhf, al-ziyadah (penambahan), al-hamz (penulisan hamzah), al-badal (penggantian huruf), al-fashl wa al-washl (memisah dan menyambung huruf), dan ma fih qira’atan kutiba ‘ala ihdahuma (kata yang memiliki dua bacaan berbeda dan ditulis dengan salah satunya).
Dalam masalah sistematika ini, cara Al-Suyuthiy agaknya lebih baik ketimbang Al-Daniy, sebagaimana pandangan kontemporer saat ini. Penulis sendiri merasa cukup kesulitan ketika melakukan rujukan dan penelusuran terhadap kaidah Al-Daniy. Karena seperti telah disebutkan, tema-tema yang masih memiliki kaitan tidak disebutkan bersamaan secara runtut.
Baca juga: Surah Al-Isra Ayat 23-24: Etika dalam Merawat Orang Tua
Perbedaan lain diantara keduanya adalah jumlah kaidah dan masalah yang disebutkan. Al-Muqni‘ yang merupakan karya khusus ilmu rasm memuat kaidah lebih banyak. Sedangkan Al-Itqan yang menjadi bagian karya umum ilmu Al-Qur’an, ternyata hanya sedikit menyinggung kaidah-kaidah ilmu rasm. Sehingga, Al-Daniy jelas lebih diunggulkan dari pada Al-Suyuthiy dalam masalah ini.
Beberapa masalah yang tidak disebutkan oleh Al-Suyuthiy seperti farsy al-kalimah atau penulisan kata yang tidak dapat tercakup dalam enam klasifikasi kaidah dan perbandingan penulisan mushaf-mushaf ‘uthmaniy.
Memang tidak cukup fair membandingkan keduanya dalam aspek jumlah kaidah, karena jelas akan memunculkan ketimpangan. Namun, kebanyakan kritik yang ditujukan terhadap rujukan mushaf Indonesia kepada Al-Itqan berkisar pada aspek ini. Al-Itqan belum cukup dijadikan panduan penulisan rasm karena masih banyak menyisakan kaidah.
Akan tetapi dengan melakukan perbandingan semacam ini setidaknya dapat memberikan sedikit gambaran mengenai kelebihan dan kekurangan masing-masing karya di atas. Dalam hal jumlah kaidah misalnya, setelah diketahui bahwa Al-Itqan tidak selengkap Al-Muqni‘. Sehingga harapannya akan ada upaya koreksi dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, Mushaf Al-Qur’an Standar Usmani Indonesia benar-benar menerapkan kaidah rasm secara menyeluruh. Wallahu a‘lam bi al-shawab [].