BerandaTafsir Al QuranPerbedaan Sinonim Kata Sanah dan ‘Am dalam Al-Quran

Perbedaan Sinonim Kata Sanah dan ‘Am dalam Al-Quran

Al-Quran, sebagaimana kita tahu, mengandung banyak sekali kosakata yang beragam, yang tak jarang kita tahu memiliki makna yang bersinonim, muradif. Itulah di antara keluhuran mukjizat al-Quran yang bahkan orang Arab sendiri tidak mampu untuk mendatangkan satu contoh kalimat pun yang bisa menandinginya. Seperti halnya dengan perbedaan sinonim kata sanah dan ‘am dalam al-Quran. 

Lafal-lafal al-Quran memiliki karakteristik yang khusus, itulah sebabnya. Selain karakter yang khas, al-Quran juga memiliki uslub-uslub (gaya) yang beragam, yang penuh dengan makna sastrawi nan dalam. Oleh karena itu, dirasah(studi) al-Quran merupakan yang terpenting di antara dirasah ilmu-ilmu lainnya, yang tidak dapat sempurna kecuali dengan topangan ilmu tafsir.

Di antara contoh kosakata muradif di dalam al-Quran adalah lafal al-sanah dan al-‘am yang diartikan dengan tahun. Al-Sanah (singular) dalam al-Quran disebut sebanyak 7 kali, di antaranya ada di Q.S. al-Baqarah [2]: 96, Q.S. al-Maidah [5]: 26, Q.S. al-Hajj [22]: 47, Q.S. al-‘Ankabut [29]: 14, Q.S. al-Sajdah [32]: 5, Q.S. al-Ahqaf [46]: 15, dan Q.S. al-Ma’arij [70]: 4.

Sementara dalam bentuk pluralnya (sinin) disebut 12 kali, di antaranya dalam Q.S. al-A’raf [7]: 130, Q.S. Yunus [10]: 5, Q.S. Yusuf [12]: 42 dan 47, Q.S. al-Isra’ [17]: 12, Q.S. al-Kahfi [18]: 11 dan 25, Q.S. Thaha [20]: 40, Q.S. al-Mukminun [23]: 112, Q.S. al-Syu’ara` [26]: 18 dan 205, dan Q.S. al-Rum [30]: 4.  

Baca juga: Merancang Resolusi Tahun 2021 Berbasis Al-Quran

Kemudian kata al-‘aam dalam al-Quran disebut sebanyak 9 kali, di antaranya dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 259 dua kali, Q.S. al-Taubah [9]: 28, 37 (dua kali) dan 126, Q.S. Yusuf [12]: 49, Q.S. al-‘Ankabut [29]: 14, dan Q.S. Luqman [31]: 14 (Abd al-Baqi, 1945).

Perbedaan di Kalangan Ulama

Terjadi beberapa perbedaan pendapat mengenai tafsir kedua lafal; al-sanah dan al-‘am tersebut. Namun secara garis besar terbagi menjadi tiga pendapat;

Pertama. Lafal sanah dan ‘am dalam al-Quran mengandung makna satu. artinya sama-sama bermakna tahun. Perbedaan antara keduanya hanya pada sisi balaghah al-Quran dalam penggunaannya untuk menghindari pengulangan satu lafal pada tempat yang berbeda. Pendapat ini digamit oleh Imam al-Zamakhsyari dan Ibn ‘Asyur, pengarang Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir.

Kedua. Perbedaan antara makna keduanya adalah; lafal sanah digunakan untuk menunjukkan tahun yang buruk/celaka(syaqa’) sementara lafal ‘am digunakan untuk menunjukkan kondisi tahun yang sejahtera dan subur seperti dalam Q.S. al-‘Ankabut [29]: 14.

وَلَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوۡمِهِۦ فَلَبِثَ فِيهِمۡ أَلۡفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمۡسِينَ عَامٗا فَأَخَذَهُمُ ٱلطُّوفَانُ وَهُمۡ ظَٰلِمُونَ ١٤

Artinya, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim.”

Lafal sanah dalam ayat tersebut menunjukkan tahun-tahun yang dilalui Nabi Nuh mengajak kaumnya untuk bertauhid kepada Allah. Tetapi alih-alih diterima dan diikuti ajarannya, Nabi Nuh justru mendapat pengkhianatan dan siksaan, hingga akhirnya mereka—kaum Nabi Nuh—disiksa oleh Allah dengan ditenggelamkan.

Baca juga: Momentum Hijrah di Tahun Baru, Penjelasan Surat An-Nisa Ayat 100

Selanjutnya, lafal yang dipakai adalah ‘am (khamsina ‘am), tidak lagi lafal sanah. Hal tersebut menunjukkan pada tahun-tahun pascaselamatnya Nabi Nuh beserta kaumnya yang beriman dari bahtera, mereka hidup dengan sejahtera. Ulama yang menggamit pendapat ini salah satunya adalah al-Raghib al-Ashfihaniy (1108), ia berkata; “Umumnya, penggunaan diksi sanah digunakan untuk tahun yang di dalamnya terjadi berbagai kesulitan dan hal-hal yang tidak baik. Sementara diksi ‘am digunakan untuk maksud sebaliknya.”

Ketiga. Lafal al-‘am lebih umum ketimbang lafal sanah. Sebab lafal al-‘am yang memiliki bentuk nomina ‘aum yang berarti berenang atau beredar untuk menunjukkan perjalanan matahari yang beredar pada garis edarnya selama dua belas bulan. Hal ini ditunjukkan oleh Q.S. Yasin [36]: 40.

لَا ٱلشَّمۡسُ يَنۢبَغِي لَهَآ أَن تُدۡرِكَ ٱلۡقَمَرَ وَلَا ٱلَّيۡلُ سَابِقُ ٱلنَّهَارِۚ وَكُلّٞ فِي فَلَكٖ يَسۡبَحُونَ ٤٠

Artinya, “Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”

Kosakata Muradif yang Sejatinya Bukan

Selain dengan lafal al-sanah dan al-‘am, kosakata muradif dalam al-Quran adalah al-khauf dan al-khasyyah yang berarti takut. Manna’ Khalil al-Qathan (2007) dalam Mabahits-nya mengikuti pendapat kedua dalam menyikapi hal ini. Ia memaknai keduanya dengan masing-masing asalnya. Ia mengatakan makna al-khasyyah lebih tinggi dari al-khauf, sebab al-khasyyah diambil dari kata-kata syajarah khasyyah yang berarti pohon yang kering. Sementara al-khauf diambil dari kata-kata naqah khaufa` yang berarti unta betina yang berpenyakit.

Kemudian dalam konteks makna takut, Khalil mengartikan al-khasyyah dengan makna rasa takut yang timbul karena agungnya sosok yang ditakuti, kendati ia yang takut tersebut adalah seorang yang kuat. Oleh karena itu, al-khasyyah adalah al-khauf atau rasa takut yang disertai dengan rasa hormat (takzim).

Baca juga: Surat Yunus [10] Ayat 6: Refleksi Pergantian Tahun

Sementara lafal al-khauf diartikan takut karena yang ditakuti lebih kuat, misalnya yang digunakan dalam al-Nahl [16]: 50, digunakan untuk mensifati para malaikat yang telah disebutkan kekuatan dan kehebatan mereka. Maka penggunaan lafal al-khauf dalam al-Nahl [16]: 50 tersebut untuk menjelaskan bahwa sekalipun para malaikat kuat dan ‘gigantis’ tetapi di hadapan Allah mereka adalah makhluk yang lemah.

Ala kulli hal, dalam momen pergantian tahun ini, mengingat dan sadar bahwa kesempatan hidup hanya sekali adalah sebenar-benarnya perayaan. Boleh kita mengira umur begitu panjang, tapi kita harus tahu, bahwa hidup di dunia hanya terdiri dari tiga helaan napas; napas yang telah terhempas, napas yang sedang kita hirup dan akan kita hempaskan, dan napas yang akan datang. Sementara jarak kita dengan kematian hanyalah selemparan batu. Artinya sangat dekat. Dan Allah tidak menilai panjang-pendek umur seorang hamba, tetapi apa yang telah diperbuatnya untuk Allah. Kullu ‘am wa antum bi khair!!

Khoirul Athyabil Anwari
Khoirul Athyabil Anwari
Khoirul Athyabil Anwari, Santri Pondok Pesantren Al-Imdad, Bantul, Yogyakarta. Minat pada kajian keislaman. Bisa disapa di Twitter (@ath_anwari)
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Q.S An-Nisa’ Ayat 83: Fenomena Post-truth di Zaman Nabi Saw

0
Post-truth atau yang biasa diartikan “pasca kebenaran” adalah suatu fenomena di mana suatu informasi yang beredar tidak lagi berlandaskan asas-asas validitas dan kemurnian fakta...