Tafsir Ahkam: Menyentuh Kemaluan Termasuk Membatalkan Wudhu

Menyentuh Kemaluan Termasuk Membatalkan Wudhu
Menyentuh Kemaluan Termasuk Membatalkan Wudhu

Para ahli tafsir seperti Imam Baghowi, Imam Ar-Razi dan Imam Khazin menjelaskan bahwa termasuk dari hal-hal yang membatalkan wudhu adalah menyentuh kemaluan. Hal ini berdasarkan beberapa hadis Nabi yang menerangkan bahwa seorang laki-laki hendaknya berwudhu kembali saat menyentuh kemaluannya. Berikut penjelasannya:

Menyentuh kemaluan termasuk membatalkan wudhu

Allah berfirman dalam Surat An-Nisa’ ayat 43:

اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ

Atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci) (An-Nisa’ [4] 43).

Ayat di atas menerangkan beberapa hal yang membatalkan wudhu. Beberapa ahli tafsir menambahkan “menyentuh kemaluan” dalam kategori hal-hal yang membatalkan wudhu. Imam Ar-Razi di dalam Tafsir Mafatihul Ghaib menerangkan bahwa Imam Syafi’i berpendapat bahwa menyentuh kemaluan termasuk membatalkan wudhu. Hal ini didasakan hadis Nabi yang diriwayatkan dari Busrah binti Shofwan bahwa Nabi bersabda:

مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ

Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, hendaknya ia berwudhu (HR. Imam Malik, At-Tirmidzi, Al-Hakim dan selainnya).

Imam As-Syaukani dalam Subulus Salam mendokumentasikan bahwa cukup banyak ahli hadis yang mensahihkan hadis di atas. Diantaranya Imam At-Tirmidzi, Ibn Hibban, Ad-Daruqutni, dan Yahya ibn Ma’in. As-Syaukani juga menerangkan bahwa hadis di atas dijadikan dalil oleh para sahabat, tabiin, Imam Syafi’i dan Ahmad untuk dasar batalnya wudhu sebab menyentuh kemaluan (Subulus Salam/1/206).

Baca juga: Tafsir Surah An-nur Ayat 3: Hukum Menikah dalam Keadaan Hamil di Luar Nikah

Namun yang menyatakan bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu juga tidaklah sedikit. Imam Khazin dan Al-Baghowi menyebutkan diantaranya Imam Tsauri, Ibn Al-Mubarok, Abi Hanifah, sahabat Hudzaifah, Abi Darda’ dan Ibn Mas’ud (Tafsir Ma’alimut Tanzil/219 dan Tafsir Lubabut Ta’wil/2/101).

Hadis di atas menunjukkan bahwa apabila seorang laki-laki menyentuh kemaluannya (penis), maka wudhunya batal. Lalu bagaimana dengan perempuan yang menyentuh kemaluannya? Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa hukumnya juga membatalkan. Hal ini ditunjukkan oleh hadis di atas yang dalam sebagian riwayat memakai redaksi:

مَنْ مَسَّ فَرْجَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ

Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, hendaknya ia berwudhu

Redaksi “dzakar” dalam Bahasa Arab menunjukkan kemaluan laki-laki, sedang redaksi “farja” menunjukkan kemaluan perempuan.

Selain itu Imam An-Nawawi juga menambahkan, permasalahan menyentuh kemaluan tidak membedakan antara apakah yang disentuh adalah kemaluan miliknya sendiri atau milik orang lain, milik orang dewasa atau anak-anak, serta milik orang yang hidup maupun orang yang mati. Semuanya membuat wudhu si penyentuh menjadi batal. Imam An-Nawawi juga menambahkan bahwa menyentuh dubur milik sendiri atau milik orang lain juga membatalkan (Al-Majmu’/2/35).

Perlulah diketahui bahwa karena hadis di atas menunjukkan adanya proses menyentuh yang meniscayakan keberadaan anggota tubuh berupa tangan, maka menyentuh kemaluan dengan selain tangan hukumnya tidak membatalkan wudhu. Kitab Mausu’ah Ijma’ mengutip penyataan Ibn Hubairah bahwa Ulama’ sepakat bahwa orang yang menyentuh kemluannya dengan selain tangannya, maka wudhunya tidak batal. Mazhab hanafiyah, malikyah dan syafi’iyah senada dengan hal ini. Dan tidak ditemukan ulama’ yang berpendapat sebaliknya. Perbedaan pendapat baru ditemukan apabila yang digunakan menyentuh adalah lengan (Mausu’ah Ijma’/1/386).

Baca juga: Pernah Dilakukan Sahabat, Ini Kriteria Tidur yang Tidak Batalkan Wudhu

Dari berbagai uraian di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa menyentuh kemaluan, entah itu laki-laki maupun perempuan, milik sendiri atau orang lain, milik orang dewasa atau anak-anak, milik orang hidup atau orang mati, semuanya membatalkan wudhu. Bahkan Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa hukum serupa juga berlaku pada menyentuh dubur.

Lalu bukankah dalam kitab fikih dasar yang dipelajari di Indonesia dan mayoritas bermadzhab syafi’i, menerangkan bahwa wudhu dianggap batal apabila tangan yang digunakan menyentuh adalah telapak bagian dalam? Betul. Mazhab syafi’i berbeda dengan mazhab lain dalam soal anggota yang digunakan menyentuh. Mereka mensyaratkan telapak tangan tangan bagian dalam. Untuk dasar yang dipakai, akan kami uraian di artikel selanjutnya. Wallahu a’lam bishshowab[].