BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Al-Ahzab Ayat 52-53

Tafsir Surah Al-Ahzab Ayat 52-53

 

Tafsir Surah Al-Ahzab Ayat 52-53 berbicara perihal larangan Allah kepada Nabi Muhammad agar tidak menikah lagi setelah pernihakan-pernikahan sebelumnya. Supaya ada batasan Allah yang ditetapkan kepada Nabi, sama seperti batasan yang ditentukan kepada hamba-Nya yang lain.


Baca Sebelumnya : Tafsir Surah Al-Ahzab Ayat 50-51


Selain itu, Tafsir Surah Al-Ahzab Ayat 52-53 juga mengajarkan etika bertamu yang baik, terlebih kepada orang-orang saleh yang menjadi panutan. Oleh karena itu, sebelum berkunjung, perlu kiranya mengecek kondisi tuan rumah yang akan dikunjungi, termasuk memperhatikan waktu berkunjung, agar kita tidak mengganggu aktivitas-aktivitas wajib mereka.

Ayat 52

Allah tidak membolehkan Nabi saw untuk menikahi perempuan-perempuan lain setelah ayat ini turun. Allah juga melarang untuk mengganti mereka dengan istri-istri yang lain, meskipun kecantikannya menarik perhatian Nabi saw, kecuali perempuan-perempuan hamba sahaya yang diperoleh dari peperangan atau yang dihadiahkan kepada beliau.

Abu Dawud dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa dia berkata, “Setelah Allah menyuruh memilih kepada istri-istri Nabi, lalu mereka memilih supaya tetap berada di bawah naungan rumah tangga Nabi, maka Allah Ta’ala pun membatasi Nabi untuk menambah istri-istrinya yang sembilan orang itu dengan tidak nikah lagi.” Dan Allah adalah Maha Mengawasi segala sesuatu.

Allah mengizinkan Nabi Muhammad beristri lebih dari empat mengandung hikmah yang sangat tinggi karena pernikahan itu ditentukan oleh Allah Yang Maha Mengetahui dan Mahabijaksana. Di antara hikmah itu ialah:

  1. Menyampaikan hukum khusus kaum wanita yang tidak diketahui kecuali oleh suami istri. Jika istri banyak, maka banyak pula hukum tentang perempuan yang dapat diperoleh. Diterima atau tidaknya riwayat yang berasal dari mereka sangat terpengaruh oleh banyaknya riwayat.
  2. Kebutuhan terhadap pendukung yang kuat bagi dakwah pada permulaan Islam. Hubungan besan dan perkawinan secara tradisi pasti saling mendukung dan menolong.
  3. Setiap orang Islam pasti ingin menjalin hubungan keluarga dengan Nabi saw, agar bebas masuk ke rumah Nabi saw. Bahkan, setiap muslim ingin dapat melayani Nabi.
  4. Nabi saw membalas jasa orang yang membelanya dalam perjuangan Islam. Balasan yang sangat berharga adalah besanan dan menikahi keluarganya, seperti perkawinan Nabi dengan ‘Aisyah binti Abu Bakar dan Hafshah binti Umar.
  5. Menghapus tradisi jahiliah dengan hukum yang lebih bermanfaat, seperti pernikahannya dengan Zainab. Sebetulnya Nabi tidak menginginkannya karena takut pada celaan orang, namun hal ini berguna untuk mempertahankan nasab dan kerabat.
  6. Nabi mampu berbuat adil dan memberikan bimbingan kepada keluarganya, yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Baca Juga : Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat 13: Apakah Al-Quran Menyetarakan Kasta dalam Pernikahan?


Ayat 53

Pada ayat ini, Allah mengajarkan sopan santun atau etika terhadap rumah tangga Nabi saw. Allah melarang orang-orang yang beriman untuk memasuki rumah-rumah Nabi saw kecuali dengan izin beliau, untuk makan di rumahnya tanpa menunggu waktu masak makanannya.

Pada masa Rasulullah pernah terjadi ada orang-orang yang menunggu waktu makannya. Lalu turun ayat ini yang melarang perbuatan tersebut. Bilamana Rasulullah mengundang beberapa orang sahabat ke rumahnya untuk menghadiri walimah, maka mereka dilarang memasuki rumah Nabi saw, kecuali bila mereka sudah mengetahui bahwa makanannya sudah siap dihidangkan.

Bila hidangan belum siap dan mereka masih sibuk menyiapkan hidangan, maka masuknya tamu itu akan mengganggu ketenangan keluarga Nabi saw. Hal ini juga mengganggu istri Nabi saw yang sedang bekerja karena akan terlihat sebagian anggota tubuhnya yang tidak boleh dilihat oleh para tamu.

Mereka dipersilakan masuk jika telah diundang. Apabila telah selesai makan, supaya segera keluar tanpa memperpanjang percakapan, karena hal itu benar-benar mengganggu Nabi saw, dan beliau sendiri merasa malu untuk menyuruh tamunya keluar. Akan tetapi, Allah tidak segan untuk menerangkan yang benar.

Allah mengajarkan kesopanan di dalam rumah tangga supaya diperhatikan oleh seluruh tamu-tamu yang berkunjung ke rumah orang.

Bilamana ada kepentingan untuk meminta atau meminjam suatu barang ke rumah istri-istri Nabi saw, maka hendaklah permintaan itu dilakukan dari belakang tabir dan tidak berhadapan secara langsung.

Hal yang demikian itu lebih menyucikan hati kedua belah pihak dan tidak pula menyakiti hati Rasulullah.

Termasuk perbuatan yang menyakiti hati Rasulullah ialah menikahi istri-istrinya setelah beliau meninggal dunia. Larangan untuk menikahi bekas istri-istri Nabi saw adalah larangan yang berlaku untuk selamanya karena perbuatan itu amat besar dosanya di sisi Allah.

اَلنَّبِيُّ اَوْلٰى بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ اَنْفُسِهِمْ وَاَزْوَاجُهٗٓ اُمَّهٰتُهُمْ

Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. (al-Ahzab/33: 6).

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bahwa Umar bin Khathab pernah berkata, “Ada tiga pendapatku yang sesuai dengan wahyu yang diturunkan oleh Allah. Pertama, Aku berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, alangkah baiknya bila engkau menjadikan maqam Ibrahim tempat salat, lalu Allah menurunkan ayat

وَاتَّخِذُوْا مِنْ مَّقَامِ اِبْرٰهٖمَ مُصَلًّىۗ

Dan jadikanlah maqam Ibrahim  itu tempat salat. (al-Baqarah/2: 125)

Kedua, saya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya istri-istrimu sering didatangi tamu orang baik dan orang jahat, seandainya engkau membuat tabir untuk mereka tentu lebih baik,” maka Allah menurunkan ayat hijab ini.

Ketiga, saya pernah berkata kepada istri-istri Nabi ketika mereka berselisih karena rasa cemburu terhadap Nabi, maka turunlah ayat ini:

عَسٰى رَبُّهٗٓ اِنْ طَلَّقَكُنَّ اَنْ يُّبْدِلَهٗٓ اَزْوَاجًا خَيْرًا مِّنْكُنَّ

Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh jadi Tuhan akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu. (at-Tahrim/66: 5) 

 

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Al Ahzab Ayat 54-56


 

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...