BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Al Anfal Ayat 75

Tafsir Surah Al Anfal Ayat 75

Tafsir Surah Al Anfal Ayat 75 membahas tentang golongan yang dianggap terlambat masuk Islam. Maksud dari keterlambatan di sini adalah mereka yang beriman setelah Islam sudah mapan dan kuat.


Baca sebelumnya: Tafsir Surah Al Anfal Ayat 73-74


Selain itu Tafsir Surah Al Anfal Ayat 75 ini juga berbicara mengenai orang-orang yang memiliki kerabat dekat. Dalam hal ini maksudnya adalah mereka yang berhak didahulukan daripada yang lain. Misalnya orang tua dan sanak famili terdekat.

Ayat 75

Pada ayat ini disebutkan golongan keempat yaitu orang-orang yang terlambat masuk Islam, terlambat beriman dan terlambat pula hijrah. Tetapi meskipun demikian mereka dapat ikut berjuang dengan ikhlas bersama kaum Muslimin. Mereka bersedia pula berkorban dengan harta dan jiwa seperti kawannya yang lebih dahulu masuk Islam.

Karena itu mereka bukanlah tergolong “pahlawan kesiangan,” sebaliknya mereka dapat digolongkan ke dalam golongan Muhajirin dan Ansar meskipun derajat mereka di sisi Allah tidak setinggi derajat golongan pertama dan kedua ini.

Untuk menjelaskan ketinggian derajat kaum Muhajirin dan Ansar itu Allah berfirman:

لَا يَسْتَوِيْ مِنْكُمْ مَّنْ اَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَۗ  اُولٰۤىِٕكَ اَعْظَمُ دَرَجَةً مِّنَ الَّذِيْنَ اَنْفَقُوْا مِنْۢ بَعْدُ وَقَاتَلُوْاۗ وَكُلًّا وَّعَدَ اللّٰهُ الْحُسْنٰىۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ࣖ

Tidak sama orang yang menginfakkan (hartanya) di jalan Allah di antara kamu dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menginfakkan (hartanya) dan berperang setelah itu. Dan Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. (al-Hadid/57: 10)

 Dan firman-Nya lagi:

وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah rida kepada mereka dan merekapun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.  (at-Taubah/9: 100)

Sebagai penutup ayat ini, Allah menerangkan kedudukan ulul arham (karib kerabat) dibandingkan dengan kedudukan kaum Muslimin umumnya. Ulul arham yang mukmin lebih dekat kepada seseorang dari kaum Muslimin lainnya, baik dari kaum Muhajirin maupun Ansar.

Oleh sebab itu, merekalah yang lebih berhak menerima pertolongan, kesetiakawanan, dan mengurus berbagai urusan. Karena itu pula, wajib dibina hubungan antara mereka dengan saling menolong, waris mewarisi, dan mengangkat mereka menjadi wali dalam pernikahan dan sebagainya. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:

اِبْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا، فَإِنْ فَضُلَ شَيْءٌ فَلأَِهْلِكَ فَإِنْ فَضُلَ شَيْءٌ عَنْ أَهْلِكَ فَلِذِيْ قَرَابَتِكَ فَإِنْ فَضُلَ عَنْ ذِيْ قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهٰكَذَا وَهٰكَذَا. أَيْ فَلِلْمُسْتَحِقِّ مِنَ اْلأَجَانِبِ

(رواه النسائي عن جابر)

Mulailah (berbuat baik) kepada dirimu sendiri, maka beri nafkahlah dirimu lebih dahulu. Bila masih ada yang akan engkau nafkahkan berikanlah kepada keluargamu. Bila masih ada lagi sesudah memberi keluargamu berikanlah kepada karib kerabatmu. Dan bila masih ada lagi sesudah memberi karib kerabatmu, maka bertindaklah seperti itu, yakni ada yang lebih berhak daripada yang lain, dan demikianlah seterusnya. (Riwayat an-Nasa′i dari Jabir)

Dalam Al-Qur′an banyak pula terdapat firman Allah yang mendahulukan kedudukan karib kerabat yang terdekat yaitu ayah ibu dengan menyebutkan mereka pertama-tama kemudian baru diiringi dengan yang terdekat yakni ulul arham dan seterusnya, firman Allah:

وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا

Dan berbuatbaiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia. (al-Baqarah/2: 83)

Mendahulukan orang tua dan karib kerabat dalam berbuat baik tidak berarti agama Islam mengajarkan atau mengizinkan nepotisme.

Nepotisme sangat mengutamakan saudara dan karib kerabat serta teman-teman dekatnya dengan mengorbankan hak orang lain, baik dalam pengangkatan jabatan-jabatan tertentu dan dalam pemberian beberapa fasilitas (kemudahan) dengan menyisihkan orang lain yang juga berhak mendapatkannya.


Baca juga: Ingin Memiliki Keluarga Sakinah? Amalkan Doa Surat Al-Furqan Ayat 74


Nepotisme justru dilarang agama karena bertentangan dengan prinsip keadilan, sebab agama memerintahkan pemeluknya untuk selalu menegakkannya. Keadilan harus ditegakkan terhadap diri sendiri, terhadap orang tua, dan karib kerabat. Firman Allah dalam Surah an-Nisa/4: 135 menegaskan sebagai berikut:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan. (an-Nisa’/4: 135)

Demikianlah seterusnya hubungan di antara orang-orang mukmin dan demikianlah tingkat dan derajat mereka di sisi Allah. Hendaklah hal ini diperhatikan sebaik-baiknya agar kaum Muslimin dapat hidup tenteram dan bahagia, karena yang menetapkan tata tertib ini adalah Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu.

(Tafsir Kemenag)

Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU