Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 45-46: Menguak Makna Eksoteris dan Esoteris Ayat Khusyuk

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 45-46: Menguak Makna Eksoteris dan Esoteris Ayat Khusyuk
Surah Al-Baqarah Ayat 45-46

Al-Qur’an banyak menyinggung kata khusyuk dalam beragam derivasinya. Berdasarkan data dalam kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras li Ma’ani al-Qur’an al-Adhim, karya Muhammad Bassam Rusydi al-Zayn, terdapat 16 ayat yang menggunakan akar kata yang sama dengan kata khusyuk. Dari jumlah itu, tujuh di antaranya berbicara mengenai khusyuknya orang-orang mukmin tatkala masih di dunia. Sementara sisanya memakai term khusyuk dalam konteks eskatologis dan benda mati. Tulisan ini akan mengulas salah satu dari tujuh ayat tersebut, yakni surah Al-Baqarah ayat 45-46 baik secara eksoteris maupun esoteris;

 وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَۙ

“Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.”

 الَّذِيْنَ يَظُنُّوْنَ اَنَّهُمْ مُّلٰقُوْا رَبِّهِمْ وَاَنَّهُمْ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَ ࣖ

“(yaitu) mereka yang yakin, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”

Penafsiran Eksoteris Surah Al-Baqarah Ayat 45-46

Makna literal dari ayat ini adalah, mohonlah pertolongan kepada Allah dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kalian dengan bersabar. Ismail Haqqi, seorang mufasir asal Brousse, Turki, menjelaskan maksud dari ayat ini, bahwa dalam menunggu tercapainya keinginan, hendaknya dengan bertawakal kepada Allah Ta’ala. Sabar dalam surah Al-Baqarah ayat 45-46 ini bisa dimaknai dengan berpuasa, yang merupakan upaya menahan diri dari segala hal yang bisa membatalkan puasa, karena puasa merupakan usaha memutus syahwat (kasr asy-syahawaat) dan membersihkan jiwa.

Selain bersabar, memohon pertolongan Allah juga hendaknya dengan melakukan salat. Artinya, bertawasul-lah kepada Allah Ta’ala dalam memohon pertolongan melalui sabar dan salat, agar kalian segera memperoleh pemenuhan kebutuhan dan terhindar dari musibah. Diriwayatkan dari sahabat Abd al-Aziz bin al-Yaman, bahwa ketika Nabi disusahkan dengan suatu hal, Nabi bergegas melaksanakan salat.

QS. Al-Baqarah ayat 45-46 ini juga menjelaskan bahwa sabar dan salat merupakan sesuatu yang berat (kabirah), kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. Yakni orang-orang yang tunduk (mukhbitiin), dan takut (kha’ifiin) kepada Allah Ta’ala. Khusyu’ diartikan untuk anggota badan (al-jawaarih) sedangkan khudlu’ diartikan untuk hati (al-qalb). Bisa juga diartikan khusyu’ berkaitan dengan pandangan, sedangkan khudlu’ dalam kaitannya anggota badan yang lain.

Orang-orang yang khusyu’ tidak merasa berat dalam sabar dan salat, karena dalam dua kondisi tersebut mereka telah merasa dekat dengan Allah, Tuhan yang mereka cintai, sehingga tidak ada rasa capek, bosan  ataupun malas. Karena pada saat itulah mereka sedang bermunajat dengan Rabb-Nya. Hal ini sebagaimana terjadi dan dialami oleh Nabi Muhammad saw. Nabi pernah mengatakan sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas dalam Musnad Ahmad, “waju’ilat qurratu ‘ayni fi al-shalah” (Kebahagiaanku adalah ketika aku melakukan salat). Nabi merasa tenang dan nyaman serta bahagia justru ketika beliau salat, karena salat merupakan masa atau waktu di mana beliau istirahat (raahatan) dari kesibukan-kesibukan duniawi yang melelahkan.

Pada ayat selanjutnya, dijelaskan bahwa orang-orang yang khushu’ (alkhasyi’in) adalah mereka yang meyakini bahwa mereka kelak akan bertemu Tuhan. Kalimat (yadhunnuuna) artinya adalah yuqiinuun (mereka yang meyakini), karena kata “al-dhanna” bisa bermakna “yaqin” (yakin) dan juga bermakna “ syakk” (ragu), sebagaimana kata “ar-rajaa’” (harapan) bisa bermakna “aman” (aman) dan “khawfan”(takut) sekaligus.

Sedangkan kalimat “annahum mulaaquu rabbihim” merupakan sebuah kinayah (kiasan) tentang kesadaran suatu penyaksian (syuhuud) akan hari ditampakkannya amal perbuatan manusia ketika di dunia dan pertanyaan-pertanyaan kelak di hari kiamat. Pendapat lain mengatakan, bahwa makna kata “yadhunnuuna” adalah “ya’lamuuna”, yakni orang-orang yang mengetahui bahwa mereka kelak akan sampai pada kematian. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam hadis sahih riwayat Imam Muslim:

“مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ كَرِهَ اللَّهُ”

“Barang siapa senang bertemu Allah, maka Allah akan senang bertemu dengannya. Dan barang siapa tidak senang bertemu Allah, maka Allah juga tidak senang bertemu dengannya.”

Isma’il Haqqi menjelaskan satu makna isyari, bahwa yang dimaksud oleh Nabi dengan ungkapan hadis ini adalah kematian (al-mawt). Sedangkan yang dimaksud dengan “wa annahum ilayhi raaji’uun” adalah, mereka mengetahui bahwa kelak pada hari kiamat akan kembali kepada Allah Ta’ala. Yakni, kembali kepada-Nya untuk mendapatkan balasan dari amal perbuatannya saat di dunia. Oleh karena itu, orang-orang yang tidak mengharapkan pahala dan tidak pula takut siksa, akan merasa berat dalam menjalankan salat, seperti yang terjadi pada orang-orang munafik dan orang-orang yang pamer.

Sabar terhadap kesulitan dan sabar dalam menjalani ketaatan merupakan salah satu bentuk jihad an-nafs, yakni memerangi hawa nafsu, dan mengekangnya dari syahwat. Ini adalah perilaku para nabi dan orang-orang yang saleh. Yahya bin al-Yaman mengatakan, sabar adalah tidak mengharapkan keadaan lain, kecuali apa yang telah ditetapkan oleh Allah ta’ala, serta rela dengan ketetapan-ketetapan Allah, baik hal yang berkaitan dengan dunia maupun akhirat. Sabar itu seperti kepala dalam satu tubuh (bi manzilat al-ra’s min al-jasad).

Baca juga: Jadikan Sabar Dan Sholat Sebagai Penolongmu! Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 45

Penafsiran Esoteris: Khusyuk Sebagai Bentuk “Tajalli”

Seorang mufasir cum sufi, al-Imam al-Qusyairi, memberikan penafsiran yang menarik terkait sabar dan salat dalam surah Al-Baqarah ayat 45-46 di atas. Menurutnya, sabar dalam ayat tersebut, secara isyari, bisa dimaknai sebagai “menyendiri dan menjauh dari khalayak ramai”, sedangkan salat adalah simbol atau isyarat dari “selalu merasa dekat dengan Tuhan”.

Memohon pertolongan kepada Allah dengan sabar dan salat (dalam konteks makna isyari di atas) adalah sesuatu yang amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah mengalami fase tajalli (ketersingkapan penghalang antara hamba dan Tuhan). Tajalli hanya bisa dicapai oleh mereka yang telah mampu mencapai fase khusyuk dalam ibadah.

Untuk menguatkan pemahamanya ini, al-Qusyairi mengutip satu riwayat hadis  yang berbunyi:

“إن الله تعالى إذا تجلَّى لشيءٍ خشع له”

(Sesungguhnya tatkala Allah ber-tajalli kepada sesuatu, maka ia akan “khusyu” kepadaNya).

Dengan demikian, khusyuk hanya akan diperoleh oleh mereka yang telah bertajalli. Ini sesuai dengan penjelasan sebelumnya, tentang apa yang dialami Nabi Muhammad saw. Bahwa beliau merasakan kebahagiaan tatkala salat, karena pada saat itulah beliau berada dalam fase tajalli, kondisi ketika ‘jarak’ beliau dan Allah sangat dekat. Pendeknya, khusyuk adalah salah satu bentuk tajalli, atau dalam kata lain, al-khasyi’iin (orang-orang yang khusyuk) adalah al-mutajalliin (orang-orang yang sedang tajalli).

Baca juga: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 45-46: Khusyuk dalam Al-Quran