BerandaTafsir TahliliTafsir Surah Al-Hajj Ayat 46-47

Tafsir Surah Al-Hajj Ayat 46-47

Tafsir Surah Al-Hajj Ayat 46-47 menerangkan tentang sikap orang musyrik Mekah, yang selalu mendustakan ayat-ayat Allah Swt melalui lisan Nabi-nya. Mereka adalah kaum yang abai akan kisah-kisah terdahulu, meski kerap menyaksikan bekas kehancuran didaerah yang pernah mereka lewati.


Baca Sebelumnya: Tafsir Surah Al-Hajj Ayat 41-45


Sikap buruk lain yang dimiliki kaum musyrik Mekah adalah bertanya tentang azab Allah dengan maksud untuk mengejek Nabi, mereka beralasan bahwa sudah lama menanti azab itu turun, dan meyakini bahwa tidak akan ada azab yang akan mereka alami, bahkan berkesimpulan bahwa hari Kiamat hanyalah rumor belaka. Simak Tafsir Surah Al-Hajj Ayat 46-47 berikut.

Ayat 46

Orang-orang musyrik Mekah yang mendustakan ayat-ayat Allah, dan mengingkari seruan Nabi Muhammad saw sebenarnya mereka sering melakukan perjalanan antara Mekah dan Syiria, serta ke negeri-negeri yang berada di sekitar Jazirah Arab.

Mereka membawa barang dagangan dalam perjalanan melihat bekas-bekas reruntuhan negeri umat-umat yang dahulu telah dihancurkan Allah, seperti bekas-bekas negeri kaum ‘Ād dan kaum Tsamud, bekas reruntuhan negeri kaum Lut dan kaum Syu’aib dan sebagainya.

Orang-orang musyrik Mekah telah pula mendengar kisah tragis kaum yang durhaka itu. Apakah semua peristiwa dan kejadian itu tidak mereka pikirkan dan renungkan bahwa tindakan mereka mengingkari seruan Muhammad dan menyiksa para sahabat itu sama dengan tindakan-tindakan umat-umat dahulu terhadap para rasul yang diutus kepada mereka?

Jika tindakan itu sama, tentu akibatnya akan sama pula, yaitu mereka akan memperoleh malapetaka dan azab yang keras dari Allah. Allah Mahakuasa melakukan segala yang dikehendaki-Nya, tidak seorang pun yang sanggup menghalanginya.

Melihat sikap orang-orang musyrik Mekah yang demikian, ternyata mata mereka tidaklah buta, karena mereka dapat melihat bekas-bekas reruntuhan negeri kaum yang durhaka itu, tetapi sebenarnya hati merekalah yang telah buta, telah tertutup untuk menerima kebenaran.

Yang menutup hati mereka itu ialah pengaruh adat kebiasaan dan kepercayaan mereka dari nenek moyang mereka dahulu. Oleh karena itu mereka merasa dengki kepada Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya, sehingga mereka tidak dapat lagi memikirkan dan merenungkan segala macam peristiwa duka yang telah terjadi dan menimpa umat-umat terdahulu.

Ayat 47

Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang musyrik Mekah yang mendustakan ayat-ayat Allah, mengingkari seruan Nabi Muhammad saw, tidak percaya kepada adanya hari Kiamat, mereka meminta kepada Nabi Muhammad saw agar kepada mereka ditimpakan pula azab seperti yang telah ditimpakan kepada umat-umat terdahulu. Permintaan itu mereka lakukan, karena yakin bahwa azab itu tidak akan datang.

Permintaan mereka dijawab Allah bahwa azab yang mereka minta itu pasti datang, karena hal itu merupakan Sunnatullah. Allah sekali-kali tidak akan memungkiri janji-Nya. Hanya saja azab itu ditimpakan kepada mereka pada waktu yang telah ditentukan Allah, tidak menurut waktu yang mereka kehendaki.

Waktu kedatangan azab itu hanya Allah sajalah yang mengetahuinya, sebagaimana waktu kedatangan azab kepada umat-umat ter- dahulu, yang datang secara tiba-tiba, tanpa diketahui oleh seorang pun darimana dan kapan azab itu datang.

Sebagaimana firman Allah:

اَفَاَمِنَ اَهْلُ الْقُرٰٓى اَنْ يَّأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَّهُمْ نَاۤىِٕمُوْنَۗ  ٩٧  اَوَاَمِنَ اَهْلُ الْقُرٰٓى اَنْ يَّأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَّهُمْ يَلْعَبُوْنَ  ٩٨

Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang malam hari ketika mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang pada pagi hari ketika mereka sedang bermain? (al-A’rāf/7: 97-98)

Jika orang-orang musyrik Mekah merasa bahwa telah lama masa berlalu, tetapi azab yang dijanjikan itu belum datang, sehingga mereka berpendapat bahwa azab itu tidak akan datang lagi, maka hendaklah mereka ingat bahwa seribu tahun menurut perasaan mereka adalah sama dengan sehari di sisi Allah.

Karena itu hendaklah mereka ingat bahwa Allah pasti menepati janji-Nya setelah berjalan waktu yang lama menurut perasaan mereka. Allah melambatkan kedatangan azab itu bukanlah berarti bahwa Dia telah menyalahi janji yang telah dijanjikan-Nya.

Secara saintis, Ayat ini mensiratkan konsep relativitas waktu. Sebuah konsep yang diperkenalkan oleh Albert Einstein melalui Teori Relativitas. Sebelumnya, selama hampir 200 tahun, dunia fisika didominasi oleh fisika Newton yang menyatakan bahwa waktu adalah konstan; satu jam adalah sama di mana pun dalam kondisi apa pun.


Baca Juga: Tafsir Surat Al-Mulk Ayat 28-30: Kecaman terhadap Kaum Musyrikin Mekah


Contoh berikut akan memberikan ilustrasi tentang konsep waktu yang konstan. Misalkan, Hamzah dan Wildan telah menyamakan waktu di jam tangannya masing-masing. Kemudian, dengan menggunakan sebuah pesawat yang memiliki kecepatan yang tinggi, mendekati kecepatan cahaya, Hamzah berangkat meninggalkan Wildan.

Setelah satu jam (menurut jam tanganya) Hamzah kembali dari perjalanannya dan menemui Wildan. Maka, Newton akan mengatakan bahwa Wildan pun akan merasakan bahwa dia telah menunggu Hamzah selama satu jam. Jam tangan Wildan akan menunjukkan waktu yang sama dengan jam tangan Hamzah.

Einstein tidak akan sependapat dengan hal ini. Menurut dia, waktu adalah relatif, bergantung pada kecepatan bergerak dari seseorang atau sesuatu. Jika Hamzah yang bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya merasa telah meninggalkan Wildan selama satu jam (menurut jam di tangannya), maka jam tangan Wildan akan menunjukkan bahwa Hamzah telah pergi selama 10 jam.

Jika Hamzah pergi pada pukul 8 pagi, maka ketika dia kembali, jam tangan Hamzah akan menunjukkan waktu pukul 9 pagi, sementara jam tangan Wildan akan menunjukkan jam 18.00 atau jam 6 sore.

Demikian pula, apabila pada saat Hamzah dan Wildan sama-sama berumur 20 tahun, kemudian Hamzah bepergian meninggalkan Wildan dengan kecepatan mendekati cahaya selama 5 tahun (menurut waktu Hamzah), maka pada saat mereka bertemu, Hamzah akan berumur 25 tahun, sementara Wildan telah berumur 70 tahun. Demikianlah waktu bersifat relatif.

Al-Qur’an telah mengisyaratkan hal ini semenjak 14 abad yang lalu. Allah mengatur urusan dari langit ke bumi dan kembali lagi ke langit dengan kecepatan yang sangat tinggi sedemikian sehingga semua ini hanya berlangsung satu hari yang lamanya sama dengan 1000 tahun menurut hitungan waktu kita. Relativitas waktu seperti ini juga terdapat dalam as-Sajdah/32:5; al-Ma’ārij/70: 4.

Dalam ayat ini, satu hari setara dengan 50.000 tahun. Hal ini bisa saja terjadi, bergantung kepada kecepatan bergerak dari malaikat.

(Tafsir Kemenag)


Baca Setelahnya : Tafsir Surah Al-Hajj Ayat 48-50


Redaksi
Redaksihttp://tafsiralquran.id
Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

Literasi sebagai Fondasi Kemajuan Bangsa Perspektif Alquran

0
Dapat kita saksikan di berbagai negara, khususnya Indonesia, pembangunan infrastruktur seringkali diposisikan sebagai prioritas utama. Sementara pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia seringkali acuh tak...