Beberapa waktu yang lalu, beredar video seorang peremuan yang tengah didiskualifikasi dari perlombaan dikarenakan tidak mau melepaskan cadarnya. Setelah diklarifikasi, ternyata perermpuan bernama Muyassarah (20 tahun) tersebut merupakan salah satu peserta lomba tahfid 30 juz pada MTQ 37 Provinsi Sumatra Barat. Peristiwa ini memenggulirkan kembali suatu perdebatan tentang cadar dalam tafsir Surat Al-Ahzab ayat 59.
Kronologi peristiwa tersebut terjadi saat itu para dewan juri meminta Muyassarah untuk melepas cadar karena itu memang sudah menjadi aturan perlombaan. Namun peserta tersebut memilih untuk tetap memakai cadar dan tidak melanjutkan perlombaannya. Kisah ini cukup menyita perhatian publik dan tak sedikit yang berempati kepada Muyassarah.
Baca juga: Surat An-Nur ayat 31, Benarkah Dalil Larangan Selfie Bagi Perempuan?
Tafir Surat Al-Ahzab ayat 59 dan perdebatan ulama
Respons masyarakat tentang fenomena tersebut mengajak kita untuk mengulangi perdebatan ulama perihal hukum penggunaan cadar. Setidaknya bagi mereka yang mewajibkan cadar menyandarkan perintah tersebut pada Surah al-Ahzab ayat 59 yakni:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi (Muhammad) katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(Al-Ahzab:59)
Turunnya perintah tersebut disebabkan perempuan madinah sewaktu pagi hendak keluar rumah digoda oleh lelaki hidung belang. Para penggoda mengira perempuan tersebut merupakan budak padahal ia adalah perempuan yang merdeka.
Merespons kejadian itu, Al Quran memerintahkan bagi kaum muslimah untuk memakai jilbab dan menutupi wajahnya dalam rangka dikenal sebagai perempuan yang merdeka sehingga tidak diganggu. Perlu diketahui pula jika budak pada masa itu tidak menggunakan jilbab karena bisa memberatkan pekerjaan mereka.
Namun, sebagian kalangan menganggap bahwa dalil tersebut menjadi perintah penggunaan cadar bagi perempuan. Padahal lebih lanjut dalam surat An-Nur ayat 31 juga menjelaskan perihal perintah menutup aurat bagi perempuan. Ayat tersebut yakni:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”
Beberapa mufassir fokus kalimat إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا (kecuali yang biasa nampak darinya). Salah satunya ialah Imam as-Syuyuti dalam ad-Durul Mantsur dan mayoritas ulama yang mengutip riwayat Ibnu Abbas. Pendapat ini menyatakan bahwa yang dimaksud frasa illa maa dhahara minha tersebut ialah wajah dan telapak tangan. Adapun sebagian kecil juga berpendapat bahwa yang dimaksud ialah celak dan cincin. (ad-Durul Mantsur juz 6: 179)
Baca juga: Mengapa Al-Quran Memperhatikan Perempuan? Inilah Alasannya
Cadar merupakan masalah furu’
Meskipun mayoritas ulama sedari dulu membatasi hukum cadar pada perkara mubah (kebolehan), sampai sekarang perdebatan hukum tersebut masih bergulir. Parahnya, hingga memberi dampak negatif ke berbagai pihak. Hal ini karena perdebatan yang seharusnya ada dalam ranah furu’ (fiqih) beralih ke ushul (syariat) sehingga seakan-akan yang tidak sesuai pendapatnya dengan mudah dilabeli sesat dan sebagainya.
Menurut syeikh al-Azhar syeikh Ahmad at-Thayyib, perdebatan yang sekarang terjadi bukan perkara ushul maupun furu’. Melainkan pertentangan dua golongan yang bersaing demi memberikan pengaruh pada umat Islam.
“Saya banyak merenung tentang pembahasan ini dan saya berpandangan bahwa perseteruannya bukan karena mencari hukum syariat, mereka hanya mencari pendukung dan pengikut, bersaing siapa yang lebih banyak”, ungkap Ahmad at-Thayyib
Lebih lanjut ia menganalogikan pertentangan ini bagai dua perusahaan yang sedang bersaing dalam menguasai pasar.
Baca juga: Inilah Tiga Prinsip Kesetaraan Gender dalam Al Quran
Sudah jelas bahwa cadar merupakan persoalan furu’iyyah, yang menyimpan perbedaan pendapat. Sehingga, adalah tidak penting mengangkat kontradiksi itu kembali dan berkali-kali. Jika kita pahami betul bahwa perbedaan pendapat adalah sebentuk rahmat Allah, niscaya perdebatan melelahkan ini bisa kita hentikan. Wallahu a’lam []