BerandaTafsir TematikTafsir Surat Yasin Ayat 9-10: Perumpamaan Bagi Orang yang Tidak Beriman

Tafsir Surat Yasin Ayat 9-10: Perumpamaan Bagi Orang yang Tidak Beriman

Pada tulisan yang lalu kita telah membahas tafsir surat Yasin ayat 7-8 tentang orang-orang yang terbelenggu dalam kekafiran. Adapun pada tulisan kali ini penulis akan mengajak pembaca membahas tafsir surat Yasin ayat 9-10 yang menceritakan nasib mereka yang dicap kafir tersebut. Allah Swt berfirman:

وَجَعَلْنَا مِن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ

وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ

Dan Kami adakan di hadapan mereka tembok dan di belakang mereka tembok (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.

Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.

Secara garis besar dua ayat di atas menginfokan bahwa orang-orang yang telah dicap kafir itu tidak akan bisa mendapatkan hidayah. Peringatan yang disampaikan Nabi tidak mampu menjadikan mereka beriman. Baik diberi peringatan maupun tidak, sama saja bagi mereka.

Baca Juga: Tafsir Surat Yasin ayat 1: Pengantar Tafsir dan Keutamaan Membacanya

Wahbah az-Zuhaili menyatakan, ayat ke-9 merupakan tamsil (perumpamaan) akan tertutupnya iman orang yang telah dicap kafir. Ini diilustrasikan dengan seseorang yang di hadapannya terbentang tembok besar yang menutupi pandangan, sehingga ia tidak mampu melihat apapun.

Allah Swt telah mengetahui dengan jelas siapa yang akan beriman dan siapa yang akan menjadi kafir. Pengetahuan Allah ini bersifat azali dan hanya Allah saja yang mengetahuinya, sehingga dalam realitasnya ini tidak menghalangi seseorang untuk beriman. Masing-masing orang telah diberi kemampuan (qudrah) dan keinginan (iradah) yang menjadikannya bebas dalam menentukan nasibnya sendiri.

Oleh karena itu, menurut Az-Zuhaili, kekafiran mereka disebabkan oleh sikap mereka yang angkuh, sombong, keras kepala, arogan dan tidak sudi menerima serta tunduk pada kebenaran. Pendapat tersebut diamini oleh M. Quraish Shihab. Menurutnya, ketidakmampuan mereka melihat ayat Allah sebenarnya didasari oleh keengganan mereka, maka peringatan Nabi Muhammad saw tidak berpengaruh pada diri mereka.

Sebagian orang menjadi kafir bukan karena tidak yakin pada Allah Swt, akan tetapi karena enggan menerima kebenaran. Sama seperti Iblis yang durhaka pada Allah Swt dengan menolak menaati perintahnya untuk sujud pada Nabi Adam as, meski ia tahu hal tersebut dilarang.

Berkaitan dengan kata saddan pada ayat ke-9, Nawawi al-Bantani menyebutkan terdapat dua versi cara membacanya. Pertama, dengan men-fathah-kan sin (saddan) yang merupakan qiraat Hamzah, al-Kisa’i dan Hafs. Sementara yang kedua dengan men-dammah-kannya (suddan). Ini adalah qiraat selain dari tiga imam yang telah disebutkan.

Kata saddan yang disebutkan dua kali di sini berarti tembok atau dinding yang menghalangi penglihatan. Tembok ini menurut Ar-Razi membatasi seseorang dari mendapatkan hidayah. Baik itu hidayah fitriyyah/jibiliyyah (bawaan dari lahir), maupun hidayah nazariyyah (yang dicari dan diusahakan).

Orang yang telah dicap kafir tidak bisa menemukan hidayah yang diusahakan karena terhalang tembok di depannya, serta tidak pula dapat kembali kepada hidayah bawaan, juga karena terhalang tembok di belakangnya.

Menurut Ibn Kasir, pesan ayat di atas mirip dengan QS. Yunus: 96-97 yang berbunyi:

إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَتُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ

وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّىٰ يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ

Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman,

meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih.

Ayat-ayat al-Qur’an maupun peringatan Nabi tidak berpengaruh pada orang-orang seperti ini. Menurut Sayyid Qutb, hal tersebut disebabkan karena peringatan, ajakan atau nasihat orang lain tidak terlalu berpengaruh, meskipun itu datang dari seorang Nabi sekalipun. Buktinya banyak kerabat Nabi yang hingga kematiannya tetap pada kekafiran.

Baca Juga: Tafsir Surat Yasin Ayat 5-6: Diutusnya Nabi Muhammad SAW Sebagai Pemberi Peringatan

Yang lebih berpengaruh dan yang lebih menentukan ialah keterbukaan hati dalam menerima kebenaran yang disampaikan oleh orang lain. Hal ini yang luput dari hati orang-orang yang telah dicap kafir tersebut.

Meskipun demikian, sebagai pembawa risalah, Nabi Muhammad saw tetap diperintahkan untuk mendakwahi orang-orang seperti ini. Sebagaimana Nabi Musa a.s. yang juga diperintahkan untuk mendakwahi Fir’aun, bahkan dengan tetap menggunakan kata-kata yang lemah lembut (QS. Taha: 44)

Demikianlah tafsir surat Yasin ayat 9-10 yang penulis sarikan dari berbagai kitab tafsir populer. Nantikan pembahasan lain dari tafsir surat Yasin pada tulisan-tulisan selanjutnya. Wallahu a’lam.

Lukman Hakim
Lukman Hakim
Pegiat literasi di CRIS Foundation; mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Penggunaan tinta merah pada frasa walyatalaththaf dalam mushaf kuno Kusamba, Bali (Sumber: Balai Litbang Agama Semarang)

Tinta Warna pada Mushaf Alquran (Bagian II)

0
Merujuk keterangan yang diberikan oleh Abu ‘Amr al-Dani (w. 444 H.), penggunaan tinta warna dalam penulisan mushaf Alquran awalnya merupakan buntut dari diterapkannya diakritik...