BerandaTafsir TematikPengertian Tawakal dan Perintahnya dalam al-Quran

Pengertian Tawakal dan Perintahnya dalam al-Quran

Ada sejumlah pengertian tawakal yang dikemukakan oleh para ulama. Al-Jurjani (dalam al-Ta’rifat, hal. 70), misalnya, telah memberikan pengertian tawakal yang sangat sederhana, bahwa tawakal adalah sebuah keyakinan akan segala sesuatu yang ada di sisi Allah dan keraguan (ketidakpercayaan, putus asa) terhadap apa yang ada di tangan manusia.

Ulama lain yang telah memberikan pengertian tawakal ialah Mahmud al-Mishri (dalam Ensiklopedi Akhlak Nabi Muhammad Saw, hal. 409), yang menyatakan bahwa tawakal adalah menyndarkan hati kepada Allah ketika mencari maslahat atau menghindari madarat dalam perkara duniawi maupun ukhrawi.

Selanjutnya ia menegaskan bahwa seorang mukmin yang bertawakal akan menyerahkan seluruh urusannya kepada Allah swt. Dan mewujudkan keimananya dengan meyakini bahwa hanya Allah yang mampu memberi atau tidak memberi sesuatu, dan mendatangkan manfaat atau marabahaya.

Abu Turab al-Nakhsyabi memberi pengertian tawakal dengan menunjukkan hal-hal yang saling terkait antara satu dengan lainnya, yaitu 1) total dalam beribadah, 2) menggantungkan hati untuk memenuhi hak Allah, 3) menenangkan diri dengan meras serba cukup atas pemberian-Nya, 4) bersyukur jika diberi, dan 5) bersyukur jika tertahan.

Harus disadari bahwa tawakal adalah sebuah sikap yang ditempatkan di akhir dari sebuah usaha yang telah dilakukan sebelumnya dengan penuh kesungguhan dan keseriusan. Tawakal tidak akan pernah muncul di awal dari sebuah usaha dan kegiatan. Ia selalu muncul di akhirat. Jika sebuah sikap tawakal muncul di awal, maka hal ini bukan sebuah tawakal. Ini yang disebut pasimisme.

Artinya bahwa seseorang yang akan mengejar cita-citanya harus diawali dengan usaha dan usaha yang dilakukan dengan penuh rencana yang matang, dan berusaha terus hingga ke ujuan dari usahanya itu. Di akhir itulah baru dia menunjukkan sikap tawakal. Tawakal tidak dibenarkan jika tidak didasari usaha yang sungguh-sungguh. Bukanlah disebut tawakkal tanpa usaha. Tawakal harus disertai usaha. Yang bertawakal tanpa usaha bertentangan dengan sunah.

Tawakal adalah salah satu perwujudan iman. Tawakal adalah ciri kesempurnaan iman seseorang kepada Allah. Orang yang tidak tawakal pada hakikatnya telah merusak imannya. Kata Mahmud al-Mihsri, tawakal adalah termin keperbidian rasulullah Muhammad saw yang sangat muliam, sedangkan usaha dan kerja keras adalah sunah beliau.

Allah swt. telah memerintahkan semua hamba-Nya untuk bertawakal kepada-Nya dalam segala hal. Hal ini tergambar dari sejumlah ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang tawakal. Ada 42 ayat yang berbicara tentang tawakal yang tersebar dalam berbagai ayat dan surat, yang isinya, oleh Mahmud al-Mishri, dapat dikelompokkan, di antaranya sebagai berikut:

  1. Dalam meminta pertolongan dan kelapangan dari suatu kesempitan dan kesulitan, bertawakallah kepada Allah. Lihat Surat Ali Imran [3]: 160:

إِن يَنصُرۡكُمُ ٱللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمۡۖ وَإِن يَخۡذُلۡكُمۡ فَمَن ذَا ٱلَّذِي يَنصُرُكُم مِّنۢ بَعۡدِهِۦۗ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلۡيَتَوَكَّلِ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ١٦٠

“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.”

Ayat ini menegaskan bahwa yang memberikan pertolongan kepada manusia adalah Allah Swt. Kalau Allah Swt sudah memberi pertolongan dan kesuksesan dalam berbagai usaha, maka tidak satu pun manusia yang dapat menggagalkanmu. Yang dapat menyukseskan atau menggagalkan segala usahamu hanyalah Allah Karena itu Allah Swt. memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk bertawakal, menyerahkan segala urusannya hanya kepada Allah.

  1. Tawakkal harus dijadikan sikap yang terus-menerus ada di dalam diri kita, dan dijadikan sebagai teman hidup. Jika musuh menghadang, tawakal adal teman kita. Allah menyatakan hal ini didalam Surat Al-Nisa’ [4]: 81:

وَيَقُولُونَ طَاعَةٞ فَإِذَا بَرَزُواْ مِنۡ عِندِكَ بَيَّتَ طَآئِفَةٞ مِّنۡهُمۡ غَيۡرَ ٱلَّذِي تَقُولُۖ وَٱللَّهُ يَكۡتُبُ مَا يُبَيِّتُونَۖ فَأَعۡرِضۡ عَنۡهُمۡ وَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَكِيلًا ٨١

“Dan mereka (orang-orang munafik) mengatakan: “(Kewajiban Kami hanyalah) taat”. tetapi apabila mereka telah pergi dari sisimu, sebahagian dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang telah mereka katakan tadi. Allah menulis siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Pelindung.”

Ayat ini menegaskan bahwa apabila engkau telah melakukan berbagai usaha untuk mencapai suatu kesuksesan lalu ada orang lain yang ingin menggagalkan usahamu itu karena kebencian dan ketidaksukaan mereka terhadap usahamu, maka jalanilah usaha-usahamu itu dengan penuh keyakinan dan tekad disertai dengan sikap tawakkal kepada Allah. Hanya Allah yang dapat melindungimu. Wallahu A’lam.

Ahmad Thib Raya
Ahmad Thib Raya
Guru Besar Pendidikan Bahasa Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran (PSQ)
- Advertisment -spot_img

ARTIKEL TERBARU

Belajar parenting dari dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Belajar ‘Parenting’ dari Dialog Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

0
Dalam hal parenting, Islam mengajarkan bahwa perhatian orang tua kepada anak bukan hanya tentang memberi materi, akan tetapi, juga pendidikan mental dan spiritual yang...